DILARANG KERAS MELAKUKAN COPY PASTE... JANGAN RUGIKAN DIRI ANDA SENDIRI!!! POSTINGAN INI HANYA SALAH SATU JALAN UNTUK MEMPERMUDAH KALIAN MENCARI LITERATUR. UNTUK LEBIH LENGKAPNYA SILAHKAN LIHAT DAFTAR PUSTAKA N SEARCHING SENDIRI... SEMUA SUMBERNYA TERSEDIA DI GOOGLE... HEHEHEHEH,,, :)
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
(OLEH DR. MUNTI YUHANA)
Penyakit ikan
adalah suatu proses yang menunjukkan adanya suatu kelainan atau penyimpangan
dari ciri ikan yang normal disertai dengan penurunan fungsi-fungsi fisiologis.
Penyakit menyebabkan kerugian pada populasi budidaya dan materi bagi petani.
Penyakit disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik, sifatnya menular dan tidak
menular. Beberapa jenis penyakit bersifat endemik dan lainnya bersifat
epidemik.
Tabel estimated economic losses since the
emergence of certain disease in penaeid shrimp aquaculture.
Virus
|
Year emergence to 2001
|
Product loss (US dollars)
|
WSSV-Asia
|
1992
|
4-6 billion
|
WSSV-Americas
|
1999
|
> 1 billion
|
TSV
|
1991-1992
|
1-2 billion
|
YHD
|
1991
|
0.1-0.5 billion
|
IHHNV
|
1981
|
0.5-1 billion (includes Gulf of California fisheries losses for
1989-1994)
|
GEJALA IKAN SAKIT
1. ABNORMALITAS RESPON REFLEKS
-
Refleksi
lari terutama ketika tersorot cahaya, hendak ditangkap, gangguan pada kolom
air, dll.
-
Refleksi
mata, ketika posisi perut (ventral) di atas dan dorsal (punggun) di bawah,
pupil ikan sehat akan mengarah ke atas (ventral).
-
Refleksi
ekor, ketika ikan direbahkan pada salah satu sisi, ikan sehat ekornya akan
tegak dan mengembang seperti kipas.
-
Refleksi
bertahan, lebih kepada usaha ikan untuk berontak dan melepaskan diri pada saat
tertangkap.
2. ABNORMALITAS BERDASARKAN WARNA DAN
PERFORMANCE
-
Melanisasi:
pada insang, sirip, dan sisik.
-
Munculnya
spo t (white, black, reddish, dll).
-
Warna
tubuh memucat.
-
Adanya
inflamasi (peradangan), pendarahan, luka, borok, dropsy (perut membengkak).
-
Pertumbuhan
lambat/ abnormalitas formasi tulang dan rangka.
-
Laju
mortalitas yang tinggi.
3. ABNORMALITAS PADA TINGKAH LAKU
-
Kejang
otot.
-
Whirling
(berputar-putar mengejar ekor).
-
Lost
orientasi (berenang kacau).
-
Tidak
responsif pada pakan dan gangguan.
-
Selalu
mengambang, dan
-
Selalu
diam di dasar.
4. ABNORMALITAS PADA ORGAN DALAM
-
Hiperemia:
jumlah darah bertambah banyak pada sebagian organ tubuh,
-
Nekrosis
organ dalam,
-
Abses
(bisul) pada organ dalam,
-
Perubahan
warna organ dalam,
-
Ascites,
mucus dalam rongga perut,
-
Hipertropi
(bertambah besar sel)/ atropi (menyusutnya sel) jaringan,
-
Neoplasia,
pertumbuhan jaringan yang abnormal dan berlangsung secara kronis,
-
Nekropsi
insang. Pelekatan antara lamela insang.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERENTANAN
IKAN TERHADAP PENYAKIT:
-
Spesies
ikan, beberapa agen patogen bersifat spesifik pada ikan jenis tertentu.
-
Umur
ikan, larva dan juvenile lebih rentan terserang penyakit dibandingkan adult
stage,
-
Genetic,
beberapa spesies ikan memiliki galur/ strain yang sensitivitasnya terhadap
infeksi suatu patogen berbeda-beda,
-
Stress,
ikan dalam tingkat stress yang lebih tinggi lebih rentan terhadap serangan
penyakit,
-
Sistem
kultur, transmisi penyakit sistem monokultur lebih cepat terjadi dibandingkan
dengan sistem polikultur.
PENYEBAB PENYAKIT:
-
Penyakit
non infeksi: malnutrisi, kualitas lingkungan yang buruk, keracunan, keturunan.
-
Penyakit
infeksi: virus, bakteri, cendawan, organisme metazoan, dan organisme protozoa.
Hubungan inang-patogen-lingkungan
penyakit
|
DINAMIKA PENYAKIT
Interaksi inang-patogen-lingkungan
Patogen:
Infectivity
Virulensi
Pathogenity
Viability
Strain
|
Host:
Species
Age
Strain
Nutritional status
Population density
|
Environmental:
Temperature
Oxygen concentration
Water alkalinity
Toxicants
Seasin
|
D = H(A+S2)
H = Spesies or strain of host
A = Etiological agent
S = Environmental stressor
D = Disease
Hubungan antar mortalitas kumulatif dengan
waktu
A
Oxygen depletion or lethal toxicant
|
C
External parasites, low-virulence bacteria,
porr environmental conditions, or chronic exposure to pollution
|
B
Highly virulent bacteria or virus infection
|
Cumulative mortality (%)
|
Time (days)
|
Tabel range of temperature, tolerance, optimum
temperature for growth and spawning temperature of selected culture fish.
Temperature (0C)
|
|||
Range
|
Optimum
|
Spawning
|
|
Atlantik salmon
|
1-24
|
10-17
|
7-10
|
Channel catfish
|
4-35
|
28-30
|
25-27
|
Common carp
|
4-35
|
23-30
|
13-27
|
Eel
|
4-35
|
25-28
|
16-27
|
Milk fish
|
10-35
|
25-35
|
23-32
|
Tilapia
|
15-35
|
23-32
|
23-32
|
Walking fish
|
13-38
|
20-30
|
20-30
|
Tabel water quality criteria for optimum fish
health management of fish (mg/L, exept for pH)
Characteristic
|
Unit
|
Oxygen
|
5-saturation
|
pH
|
6.5-9
|
Ammonia
(in-ionized)
|
0-0.02
|
Calcium
|
10-160
|
Carbondioxyde
|
0-15
|
Iron (total)
|
0-0.5
|
Manganese
|
0-0.01
|
Nitrate
|
0-3.0
|
Phosphorus
|
0.01-3.0
|
Zinc
|
0-0.05
|
Total
hardness (CaCO3)
|
10-200
|
Total
alkalinity (CaCO3)
|
10-400
|
Nitrogen
(gas saturation)
|
< 100%
|
Total solid
|
50-500
|
FAKTOR PEMICU PENYAKIT
-
Stress,
perubahan lingkungan yang tiba-tiba, handling yang salah, adaptasi yang tidak
sempurna.
-
Padat
tebar yang terlalu tinggi, transmisi penyakit dari satu individu ke individu
lainnya lebih mudah terjadi dalam wilayah budidaya yang padat dan rapat.
-
Sanitasi
yang buruk
-
Biosecurity
yang lemah.
Bagaimana penyakit dapat didiagnosa?
-
Dari
gejala klinis yang muncul.
-
Laboratorium
analisis.
HEALTH ASSESSMENT
Penilaian/ pengecekan kesehatan ikan
secara rutin adalah komponen manajemen hatchery yang baik.
Tabel diagnostic level descriptions
adapted for use in shrimp hatchery systems.
Level 1
|
Observation of animal and environment. Examination based on gross
features.
|
Level 2
|
More detailed examination using light microscopy and squash mounts,
with and without staining, and basic bacteriology.
|
Level 3
|
Use more complex methods such as molecular techniques and
immunodiagnostics (PCR, dot blots etc.)
|
FAKTOR KUALITAS LINGKUNGAN
-
Suhu
dan temperatur
-
Kelarutan
oksigen
-
Padatan
tersuspensi
-
Kelarutan
gas jenuh
-
Kelarutan
zat-zat beracun (ammonia, H2S, nitrit)
-
Logam
berat
-
Polusi
dan limbah
-
pH
perairan
-
kelimpahan
plankton
-
intensitas
cahaya
THE NUTRITIONAL BASIC OF HEALTH
MAINTENANCE
Nutrisi: survival, growth,
reproduction.
Traditional aquaculture: pakan alamià organis or anorganic fertilizer
Advanced aquaculture: manufactured
feed (protein, lemak, karbohidrat, fiber, vitamin, mineral)
Deficiency: nutritionally related
disease, lowered disease resistence
Ex. Broken back syndrome pada
channel catfish akibat kekurangan vitamin C. katarak akibat kekurangan
riboflavin.
FAKTOR NUTRISI
-
Kekurangan
asam amino essensial (hypoproteinemia) yaitu lysine, tryptophan, methionine,
histidin, leusin, isoleusine, arginin, valine.
-
Kekurangan
mineral essensial
-
Kekurangan
asam lemak essensial, yaitu asam lemak linoleat dan asam lemak linolenat.
-
Faktor
anti-nutrisi pada bahan pakan
-
Mikotoksin
pada bahan pakan, ex: aflatoksin, ochratoksin, versicolorin A, fumonisin.
BEBERAPA GEJALA KEKURANGAN ASAM
AMINO ESSENSIAL PADA IKAN
Jenis asam amino
|
Spesies ikan
|
Akibat
defisiensi
|
Lysine
|
Oncirhynchus
mykiss
C.
carpio
|
Erosi sirip ekor dan dorsal, mortalitas
tinggi, kelainan formasi tulang
|
Tryptophan
|
O.mykiss
O.
nerka
O.
kisutch
|
Kelainan formasi tulang, katarak, erosi sirip
ekor, turunnya kadar lemak daging
|
Methionin
|
O.mykiss
Salmo
salar
|
Katarak
|
Histidine
|
C.
carpio
|
Lordosis dan mortalitas tinggi
|
Leucine
|
C.
carpio
|
-sda-
|
Isoleucine
|
C.
carpio
|
-sda-
|
Arginine
|
C.
carpio
|
-sda-
|
GEJALA DEFESIENSI ASAM LEMAK ESSENSIAL PADA
IKAN
Spesies ikan
|
Gejala defisiensi
|
O.
mykiss
|
Mortalitas tinggi, kadar air pada otot
meningkat, erosi pada sirip, haemoglobin turun, hatching rate rendah
|
O.
kisutch
|
Kadar lemak paa hati tinggi (hepatosomatic
index), hati membengkak, mortalitas tinggi
|
C.
carpio
|
Mortalitas tinggi, hepatosomatic index, hati
membengkak
|
A.
japonica
|
Mortalitas tinggi
|
O. niloticus
|
hepatosomatic index, hati membengkak
|
Pagrus
major
|
hepatosomatic index, Mortalitas tinggi,
hatching rate rendah, pertumbuhan menurun
|
Lates
calcalifer
|
Pertumbuhan menurun, FCR meningkat, sirip merah
|
S.
maximus
|
Degradasi epitel insang, pertumbuhan menurun,
mortalitas tinggi
|
C.
idella
|
Pertumbuhan menurun, efisiensi pakan rendah
(FCR tinggi)
|
GEJALA TOKSISITAS MINERAL PADA IKAN
Jenis
mineral
|
Spesies ikan
|
Gejala
toksisitas
|
Zn
|
C.
carpio
|
Pertumbuhan terhambat konsetrasi > 300
mg/kg
|
Cu
|
I.
punctatus
|
Pertumbuhan terhambat konsetrasi > 15
mg/kg
|
Se
|
O.mykiss
|
FCR rendah, mortalitas tinggi konsentrasi
> 13 mg/kg
|
Cd
|
C. carpio
|
Skoliosis, hiperaktif, kalsium pada tulang
rendah
|
Pb
|
O.mykiss
|
Kelainan
formasi tulang, black tail, anemia, degenerasi sirip ekor
|
Cr
|
O.mykiss
|
FCR
tinggi, pertumbuhan lambat
|
JENIS MIKOTOKSIN DAN GEJALANYA PADA IKAN
Mikotoksin
|
Penghasil
|
Gejala primer pada ikan
|
Aflatoksin
|
A. Flavus
|
Karsinoma hati
|
Asam siklopiazonat
|
A. Flavus,
A. versicolor
|
Kerusakan ginjal dan lambung
|
Ochratoksin
|
A.
ochraceus
|
Nekrosis ginjal dan hati
|
Versicolorin A
|
A.
versicolor
|
Merusak hepar, kanker
|
Fumonisin
|
Fusarium
monoliforme
|
Mengganggu metabolisme
|
deoxynovalenol
|
F.
graminearum
|
Kehilangan nafsu makan
|
Jenis vitamin
|
Gejala
defisiensi pada ikan
|
Vit A/ retinol
|
Kebutaan, atropi lamela insang
|
Vit E/ tocopherol
|
Eritrosit rapuh, anemia, lemas
|
Vit K
|
Pembekuan darah lambat
|
Vit D/ cholecalsiferol
|
Demineralisasi tulang dan jaringan, nafsu
makan rendah
|
Vit B1/ thiamin
|
Pertumbuhan
ikan terganggu
|
Vit B2/ riboflavin
|
Struktur
tulang berubah, kerusakan mata, nafsu makan rendah
|
Vit B3/ niacin
|
Kelainan
kulit dan integument
|
Vit B5
|
Nekrosi
insang, opercula bengkak
|
Vit b6/ pyridoxine
|
Kejang,
mortalitas tinggi
|
Vit B12
|
Anemia
|
Vit C
|
Haemoragi,
kelainan formasi tulang
|
FAKTOR LINGKUNGAN DAN GEJALANYA
FAKTOR
|
Gejala
|
Suhu
|
Hipotermia, metabolisme rendah
|
Oksigen
|
Hipoksia, kematian massal
|
Gas jenuh
|
Emboli, keracunan gas
|
TSS
|
Mengganggu respirasi dan pergerakan
|
H2S
|
Iritasi, keracunan darah
|
Ammonia
|
Hiperplasia, gangguan osmoregulasi
|
Nitrit
|
Hipoksia dan brow blood syndrome
|
Nitrat
|
Gangguan pertumbuhan
|
CO2
|
Hipoksia, keracunan
|
Logam berat
|
Kerusakan pada vertebral dan lamella
|
Alga
|
Keracunan dan gangguan syaraf
|
Yulin 2003.
Crane et
al 2004.
PENYAKIT
BEKTERIAL
(OLEH DR. MUNTI YUHANA)
Where do bacterial infection come
from?
Ada dua tipe bakteri patogen
(bakteri penyebab penyakit pada ikan):
-
Primary
or obligate pathogens: patogen yang bukan merupakan bagian dari flora normal
akuatik dan dapat menyebabkan penyakit pada individu ikan yang sehat, misalnya Renibacterium salmoninarum.
-
Opportunistic
pathogens: normally free living di ikan atau di air, tetapi dapat menjadi
patogen pada kondisi tertentu. Banyak diantaranya saprofitik, hidup di
bahan-bahan organic (ikan mati), feces. Typically, Aeromonas hydrophilla, Pseudomonas and Vibrio.
ENTERIC SEPTICEMIA
Nama penyakit: enteric septicemia, enteric septicemia of catfish, ESC.
Agen penyebab: Edwarsiella ictaluri.
Sebaran geografis:
USA, Thailang (Asia Tenggara).
Spesies inang:
American catfish (Ictalurus sp.),
lele (Clarias sp.), dan blue tilapia
(Tilapia aurea).
Epizootiology: pada
infeksi akut, penyakit ESC menunjukkan tanda seperti pada penyakit bacterial
septicemia lainnya dan menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi akibat kematian
yang cepat. Pada infeksi kronik, perkembangan penyakit lambat dan menyebabkan
penyakit “hole-in-the-head” sebagai
akibat masuknya bakteri dari air atau lumpur dan berkembang pada olfactory
otak. Suhu optimal berkembangnya penyakit ini adalah 25-300C.
Tanda-tanda penyakit:
nafsu makan berkurang dan berenag di permukaan dengan gerakan berputar. Luka
bagian eksternal meliputi hemoragi sekitar mulut, pada bagian lateral dan
ventral tubuh dan sekitar sirip. Insang pucat, exopthalmia. Pada bagian
internal, terdapat pengumpulan cairan darah pada rongga perut dan otot. Terjadi
pembesaran hati, ginjal, dan limfa.
Prosedur diagnosa
penyakit:
Diagnosa didasarkan
pada pengamatan ciri-ciri gejala klinis, isolasi dan identifikasi patogen.
Isolasi diawali dari ginjal atau luka di kepala (otak) pada media agar TSA,
agar McConkey, agar darah, atau EIM (Edwardsiella
isolation medium), suhu 300C, selama 48-94 jam. Bakteri
berbentuk batang pendek, Gram Negatif, cytochtome oksidase negatif, indole
negatif, nonmotil atau motil sangat lemah, tidak membentuk H2S.
Aglutinasi test (slide glass atau microtiter) dengan antiserum Edwardsiella ictalurii.
EDWARDSIELLA TARDA SEPTICEMIA
Nama penyakit: Edwardsiella septicemia.
Agen penyebab: Edwardsiella tarda.
Distribusi geografis: USA dan Asia.
Spesies inang: channel catfish (Ictalurus punctatus), ikan mas (C. carpio), mas koki (C. auratus), Chinook salmon (Oncorhynchus tshawyscha), eel air tawar
(Anguilla japonica), dan tilapia (Sarotherodon niloticus).
Epizootiology: infeksi
banyak terjadi ketika suhu air tinggi (300C atau lebih) dan
kandungan bahan organic tinggi. Bakteri berasosiasi dengan berbagai
invertebrata akuatik dan vertebrata akuatik. Diduga bahwa E. tarda adalah bagian dari flora normal yang hidup pada permukaan
tubuh ikan tertentu.
Tanda-tanda penyakit:
pada channel catfish, penyakit diawali luka kecil pada kulit yang berkembang
menjadi abscess (bengkak) besar pada otot. Abses tersebut berisi gas berbau
busuk dan jaringan nekrosis. Umumnya bentuk infeksi septisemia muncul pada
catfish atau ikan lainnya. Pada tilapia, ditandai dengan pudarnya warna, cairan
darah pada rongga perut, hemoragi pada anus dan mata menjadi gelap.
Bintik-bintik putih pada ginjal, hati, limfa, dan insang.
Prosedur diagnosa
penyakit: diagnosa didasarkan pada pengamatan ciri-ciri gejala klinis, isolasi
dan identifikasi patogen. Isolasi awal dari ginjal pada media agar darah (blood
agar) atau TSA, suhu 30-350C selama 24-48 jam. bakteri berbentuk
batang pendek, Gram Negatif, motil cytochrome oxydase negatif, memfermentasi
glukosa, koloni bulat, katalase positif, dan memproduksi H2S.
imunologi test: aglutinasi test (slide atau microtiter) dengan antiserum E. tarda dan fluorescenst antibody
technique (FAT).
Reservoir: vertebrata,
invertebrate (large reservoir), air, dan lumpur.
Transmisi: horizontal.
Pathogenesis:
pertumbuhan lambat, mortalitas (5-50%) kecuali ada stressor.
SNI 7663:2011. JUDUL:
Identifikasi Edwardsiella tarda secaraa
morfologis, fisiologis, dan biokimia.
BACTERIAL GILL DISEASE
Nama penyakit: Bacterial gill disease.
Agen penyakit: flavobacterium branchiophila.
A number of bacteriae
can be associated with bacterial gill disease, but the ones encountered most
frequently belong to the genera Flavobacterium,
Flexibacter, and Cytophaga.
Sebaran geografis:
seluruh dunia, terutama pada fisilitas akuakultur.
Spesies inang: semua
jenis salmon dan ikan air tawar lainnya.
Epizootiology: infeksi
bacterial giil disease dikaitkan dengan stressor seperti kepadatan tinggi,
oksigen rendah, dan konsentrasi amoniak tinggi. Bacterial gill disease
menyerang pada semua stadia ikan. Bakteri diduga ada di dalam air atau sedimen.
Masa inkubasi BGD bervariasi bergantung pada stressor. Infeksi yang berat dapat
menyebabkan kematian lebih dari 50%.
Tanda-tanda penyakit:
tanda-tanda klinis meliputi ikan lemah, nafsu makan kurang, aktifitas insang
meningkat, operculum insang mengembang, filamen-filamen insang menyatu. Secara
histology, hiperplasia epitel lamella insang yang menyebabkan penyatuan
lamella-lamella insang.
Prosedur diagnosa
penyakit: istolog didasarkan tanda-tanda klinis bersamaan dengan pengamatan
dari preparat basah lamella insang untuk hiperplasia insang dan keberadaan
bakteri. Pengamatan imunologis dengan FAT dan istology dengan melihat
proliferasi epitel lamella insang, pengumpulan dan penyatuan lamella insang.
ENTERIC REDMOUTH DISEASE
Agen: Yersinia ruckerii
Diisolasi
dari rainbow trout pada 1950’an.
Gram 9-0,
motile, temperatur 13-270C.
Kultivasi:
standar media 22-250C, cytochrome ox(-), no gas H2S,
fermentasi glukosa.
Epizootiology:
asal dari USA (Idaho), menyebar ke seluruh dunia terutama rainbow trout dan cyprinids.
Reservoir:
carrier fish dan natural host.
Transmission:
horizontal.
Pathogenesis:
akut, kronis, carier, masa inkubasi 5-10 hari pada suhu 13-150C.
Faktor
lingkungan: stressor, DO rendah, lingkungan buruk, suhu < 140C.
Patologi:
ikan yang terinfeksi berwarna gelap, hemorragi pada jaringan kepala dan mulut.
Histology:
akut bakterimia, inflamasi pada seluruh organ.
Deteksi/
diagnosa: isolasi ke TSA atau BHS pada suhu 20-250C selama 24-48
jam.
Diagnosa:
presumptive: gram (-), rod, cytox (-), H2S (-). confirmativeL
serology.
Control:
preventif: hygiene ditingkatkan, deteksi carier, dan imunisasi. Pencucian telur
25 ppm iodophores, sulfa merazine, OTC 20 g/100 kg pakan, 5 g/100 kg pakan/
hari, 5 hari.
Diagnosa:
media BHiA atai TSA pada suhu 20-250C selama 24-48 jam.
1.
Presumptive
diagnosa:
-Tumbuh pada media BHiA atau TSA, batang
pendek, non motil, Gram negatif, oksidase positif, glukosa positif, gelatinase
positif, membentuk “brown diffusion pigment” yang membuat medianya berwarna
kecokelatan.
-ELISA
2. Confirmative diagnosa
FAT dan aglutinasi (micro titer atau slide).
BACTERIAL COLDWATER DISEASE (BCWD)
Peduncle disease
Infeksi septicemia serius di
Hatchery salmon.
Agen penyebab: Cytopaga psycrophilla, atau dikenal juga sebagai Flexibacter psychrophilus.
Penyebaran: USA, Eropa, dan Jepang.
Gram (-), bacteria, (1.5-7.5 c
0.3-0.75 µm). kultur: tumbuh baik pada media Cytopaga agar atau broth, koloni
kuning, temperatur optimum 150C.
Epizootiologi: menyerang ikan muda
dari salmon.
Reservoir: infected dan carrier
fish.
Trasmisi: vertikal )adultàeggsàoff spring).
Faktor lingkungan: terjadi pada suhu
rendah (7-100C), mortalitas meningkat pada fase awal fry (30-50%),
over crowded, dan bahan organik yang tinggi.
Patologi: external lesion pada fin,
skin, muscle, ekor rusak putus, dan gelap.
Diagnosis: presumptive:
microbiological test, Gram negatif, growth on cytophaga agar. Confirmative:
serologi.
Control: pencegahan hanya dengan
menghindari terjadinya infeksi, tidak ada vaccine, prophilactik dengan formalin.
Terapi OTC 10-15 mg/L, 50-70 mg/ kg ikan /hari.
PSEUDOMONAS SEPTICEMIA
Agen: Pseudomonas fluorescence. Pseudomonas yang lain Pseudomonas anguilliseptica, dan P. chlororaphis.
Umumnya sebagai patogen sekuder dan
gejala yang muncul susah dibedakan dengan Aeromonas
septicemia.
Bakteri air, tanah, batang (-),
motil, 18-250C, cytox (+), catalase (+), aerob.
Kultur: standar media, koloni bulat,
mudah dilihat di bawah sinar uv dengan adanya green pigment.
Epizootiologi: semua jenis ikan.
Transmisi: horizontal.
Patologi: hemoragi dan nekrosis pada
organ internal, lesi pada organ external, pigmentasi hilang.
Control: oxyt 50-75 mg/kg pakan/
hari, 10 hari tidak ada vaksin.
STREPTOCOCCAL DISEASE
Nama penyakit: streptococcus.
Penyebab: Streptococcus sp.
Sebaran geografi: USA, Asia, dan
Afrika.
Spesifik inang: tidak mempunyai
spesifik inang, penyakit ini menginfeksi ikan air payau, laut, dan air tawar.
Epizootiologi: menyebar dari ikan ke
ikan lain lewat kanibalisme dan air. dapat diisolasi dari bagian otak. Stress
menyebabkan peningkatan infeksi.
Tanda-tanda: hemoragi, pendarahan di
sekitar mulut, operculum, dasar sirip, abdomen membesar dan rongga mulut berisi
cairan darah. Mata menonjol dan pendaraha. Hati pucat dan liver merah
kehitaman. Ikan terinfeksi sering berenang berputar-putar.
Diagnosa: Gram (+), coccus, non
motil, cytochrome oksidase negatif, dan katalase negatif.
VIBRIOSIS
Nama penyakit: vibriosis.
Agen penyebab: Vibrio sp.
Sebaran geografis: seluruh dunia
terutama lingkungan laut.
Spesifik inang: ikan, krustase.
Epizootiologi: infeksi terjaid
karena transmis dari ikan ke ikan. “portal of entry”: integument, insang, dan
saluran penceranaan.
Tanda-tanda penyakit: gejala
penyakit vibriosis sangat tergantung pada spesies Vibrio yang menginfeksi,
inang, dan lingkungan perairan.
Vibrio anguillarum: tanda eksternal menampakkan hemoragi pada dasar dan sirip, sekeliling
mulut dan insang. Internal: hemoragi dan nekrosis pada organ dalam.
Vibrio ordalii:
tanda eksternal dan internal mirip V.
anguillarum. Bakteri terutama menginfeksi jantung, otak, insang, dan
saluran penceranaan. Menampakkan koloni-koloni kecil dalam jaringan yang
terinfeksi.
Faktor virulensi: strain yang
berbeda dari Vibrio mempunyai satu
atau lebih mekanisme untuk menekspresikan dalam tubuh inang. Strain-strain dari
v. angillarum yang virulensinya
tinggi mempunyai plasmid yang memungkinkan bakteri mendapatkan unsur besi
(iron) untuk metabolismenya. Strain yang virulensinya tinggi tahan terhadap
bakterisidal dari srum dan mengaglutinasi eritrosit. Hemolisin, cytolisin,
protease, dan bahan-bahan toksik ekstraseluler lain dimiliki oleh beberapa Vibrio. Produksi colagenase (ex. V. vulnificus dan V. alginolyticus).
Vibrio harvery pada udang: Gram negatif, batang pendek, bengkok atau lurus
(1.5-1.4x0.5-1.0 µm), motile, berflagel, anaerobic fakultatif, suhu 30-350C,
salinitas 20-30 ppt, oksidase positif, fermentasi terhadap glucose, dan
sensitive vibriostatik 0/129, Lumisnescent vibriosis.
PARASIT
PADA IKAN
(OLEH SRI NURYATI)
Parasit pada ikan
adalah protozoa dan metazoa.
1. Protozoa
merupakan anggota terkecil dari dunia hewan dan uniseluler yang artinya anatomi
protozoa pada dasarnya terdiri satu sel. Protozoa parasitik adalah Sarcomastigophora, Ciliophora, dan
Cnidospora.
2. Metazoan:
adalah hewan bersel banyak (multiseluler). Ada 6 phyla yang bersifat parasit,
yaitu: Platyhelminthes (Monogenea,
Digenea, dan Cestode), Aschelminthes (Nematode), Acanthocephala, Mollusca
(Kelas Lamellibranchiata, stadia Glocidia), Annelida (Kelas Hirudinea), dan
Arthropoda (kelas Crustacea).
Protozoa parasitik:
sebagian besar protozoa memanfaatkan permukaan luar atau jaringan internal pada
integument ikan sebagai lingkungan hidupnya. Banyak protozoa ektokomensal yang
menggunakan integument ikan sebagai substrat, tetapi dalam jumlah yang banyak
dapat mengganggu fungsi kulit. Protozoa lainnya merupakan parasit obligat pada
epitel kulit dan insang serta mampu menimbulkan penyakit dan kematian pada
ikan.
a.
Flagellata
Protozoa berflagella
(Mastigophora) seringkali menjadi ektoparasit yang cukup berbahaya. Contohnya Oodinium (spesifik pada air tawar) dan Amyloodinium (spesifiki air laut)
merupakan dinoflagellata yang berbentuk pyriform dengan diameter s/d 150 mikron
yang sering menimbulkan wabah (epizootic) yang fatal pada ikan budidaya, baik
ikan hias mampun konsumsi. Flagellata tersebut mampu menembus kulit maupun
insang dan menyebabkan penyakit velvet (velvet
disease). Parasit menempel dan memakan sel epitel. Dalam siklus hidupnya,
parasit ini mempunyai stadia hidup bebas, yaitu dinospora yang mampu menyebar
dalam air dan menemukan inang secara aktif.
Flagellata yang lain
yaitu Ichthyobodo necator (Costia
necatric) menimbulkan penyakit Costiasis.
Distribusi kosmopolitan pada ikan air tawar. Parasit ini berukuran kecil 10-15
mikron panjangnya. Mempunyai stadia hidup bebas dengan dua flagella yang tidak
sama panjang. Stadia dewasa tidak mempunyai flagella. Parasit dalam jumlah
banyak dapat menimbulkan nekrosis sel epidermal, iritasi, dan hipersekresi
lendir ikan.
I. necator menempel
pada sel-sel epitelial dan masuk lebih dalam untuk memakan jaringan epitel.
Infeksi I.necator mengakibatkan
hiperplasia pada sel-sel mucus dan sel-sel chloride. Kerusakan seluler dapat
mengakibatkan degenerasi, nekrosis, dan desquamasi yang menghasilkan degradasi
dan disintegrasi pada lapisan epitelial. Infeksi berat I. necator sangat berbahaya bagi budidaya ikan-ikan cichlids dan
ikan-ikan lainnya. Mortalitas teradi pada ikan-ikan yang dipelihara dengan
kepadatan tinggi baik pada warm water atau cold water.
2. Ciliata
Ichthyophthirius multifilis (sub kelas
Holotrichia) adalah penyebab penyakit bintik putih pada ikan air tawar yang
bersifat kosmopolitan. Parasit biasanya menginfeksi epidermis, sirip, dan
insang, tetapi pada kasus epizootik ditemukan juga pada kornea mata dan epitel
hidung dan esofagus. Parasit berbentuk oval atau bulat dengan diameter 0.5-1 mm
dan tampak seperti bintik putih di dalam integumen ikan. Parasit berputar
secara perlahan dengan bantuan silia uniform yang terdapat di seluruh permukaan
tubuhnya.
Parasit ini
bisa berakibat fatal pada semua ukuran ikan. Infeksi kronis dapat mengakibatkan
kerusakan pada kulit, insang, sirip, dan kornea mata. Infeksi rendah (Low) sampai sedang (Moderate) dapat mengakibatkan kerusakan sel terutama pada area
infeksi. Infeksi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan jaringan epitel akibat
aktivitas feeding dan expanding oleh parasit ini.
Infeksi
berat ditandai dengan eksodusnya parasit dari lapisan epitelial, pertumbuhan
parasit optimal yang berakibat erosi dan terlepasnya basal membran. Pada kasus
lain, infeksi dapat mengakibatkan lisis pada lapisan epitelial bagian dalam.
Infeksi yang berkepanjangan dapat menginduksi proliferasi epitelial dan respon
inflamasi yang ditandai dengan terjadinya pendarahan (haemorrhagic).
Ciri
identifikasi parasit dewasa adalah makronukleus yang berbentuk U (tapal kuda)
dan parasit muda yang mempunyai makronukleus berbentuk bulat. Ketika matang,
parasit akan melepaskan diri ke air dari kulit ikan yang menyebabkan erosi
epitel serta penebalan kutikula. Ikan berwarna abu gelap sebelum mati akibat
kegagalan osmoregulasi. Parasit yang telah keluar dari ikan akan mengkista pada
substrat (bebatuan, tanaman air, dinding wadah) dan membelah diri untuk
menghasilkan sekitar 2000 tomit yang berukuran 20 mikron.
Kista akan
pecah dan mengeluarkan tomit/theront yang secara aktif mencari inang. Masa
infeksi tomit sangat terbatas terhadap waktu, dimana pada suhu tropis harus
menemukan inang dalam waktu 24 jam. spesies marin penyebab penyakit bintik
putih adalah Cryptocaryon irritans.
Chilodonella (spesifik air tawar)
dan Brooklynella (spesifik air laut)
merupakan ektoparasit yang ditemukan pada sel epitel ikan. Parasit ini
mengeluarkan faringnya agar penetrasi pada sel inang mudah dilakukan. Faring
juga berfungsi untuk menghisap sel. Sering ditemukan pada suhu rendah (5-100C).
Chillodonella memakan hanya bagian
luar dari jaringan epitel. Infeksi Chillodonella
mengakibatkan hiperplasia pada sel-sel mucus dan sel-sel chloride (sama
dengan I. necator). Kerusakan seluler dapat mengakibatkan degenerasi,
nekrosis dan desquamasi yang menghasilkan degradasi dan disintegrasi pada
lapisan epitelial.
Infeksi Cryptocaryon pada ikan terlihat jarang, Amyloodinium terlihat sangat padat, dan Brooklynella terlihat mengkoloni di
bagian tubuh ikan.
Ciliata
sub kelas Peritrichia yang merupakan ektokomensal adalah Ambiphyra (Scypidia) dan Glossatella (Apiosoma). Keduanya memiliki bentuk seperti lonceng tanpa tangkai
dan ukurannya hampir sama (s.d. 100 mikron). Habitat parasit tersebut adalah air
tawar dan laut. Sedangkan Peritrichia bertangkai (stalk) adalah Epistylis
yang sering ditemukan pada ikan air tawar dan sangat patogen bagi ikan. Carchesium, Vorticella, dan Epistylis dapat menempel pada ikan dan
menyebabkan telur mati.
Tripartiella, Trichodinella, dan Trichodina merupakan peritrichia yang
keadaannya melimpah pada kolam benih dan menimbulkan gangguan yang berarti.
Spesies air tawar berukuran lebih kecil (40 mikron), sedangkan spesies air laut
dapat mencapai 100 mikron. Siliata sub kelas Suctoria yaitu Trichophyra piscium ditemukan pada
insang ikan. Tetrahymena merupakan
ciliata hidup bebas yang sering kali menginvasi ikan sehingga timbul reaksi
inflamatory pada jaringan ikan yang terkena.
Infeksi
berat oleh Trichodinids (T. pediculus) dan Sessile peritrichs (terutama Scopulata
spp.) dapat terjadi pada benih ikan cyprinids di hatchery maupun di kolam pendederan. T. nigra, T. mutabilis, dan Apiosoma
sering ditemukan menginfeksi ikan-ikan pembesaran. Stres akibat suhu rendah
memudahkan terjadinya indeksi ektoparasit terutama pada ikan cichlid. Infeksi Tricodinids (T. epizootica, Apiosoma, Ambyphyra, dan Scopulata) mengakibatkan terjadinya perubahan parameter patologi
yaitu erosi pada epitel insang. Trichophyra
mengakibatkan kerusakan sel pada
lamella insang, hiperplasia, dan hemoragi terutama pada area yang mengalami
kontak langsunga dengan parasit.
3.
Cnidospora
Contohnya Myxosporidea yang menyerang ikan di
Indonesia adalah Myxobolus koi, Myxobolus
toyamai, Myxobolus artus (ketiganya ditemukan pada ikan mas). Henneguya ditemukan pada ikan
labirintisi (gurame, lele, betok). Thelohanellus
pada ikan mas, Myxidium pada ikan
sidat. Myxosporidea merupakan endoparasit dan memasuki tubuh inangnya melalui
rantai makanan.
Penelitian
tentang penularan M. artus yang
tumbuh pada daging ikan mas dengan menggunakan Oligochaeta sebagai inang antara
telah dilakukan di laboratorium. Kista M.
artus diambil dari daging ikan mas yang terinfeksi dan spora dikeluarkan
dengan memecah kista dan diencerkan dengan akuades. Sejumlah 9000 spora
dimangsakan ke 3 jenis Oligochaeta yaitu Limnodrillus,
Branchiurus sowerbyi, dan Lumbriculus.
Setelah
pemberian spora pada cacing selama 0, 2, 4, da n 6 hari kemudian Oligochaeta
dimangsakan pada ikan mas yang berumur 50 hari. Pemberian cacing berspora
tersebut dilakukan selama satu minggu. Ikan dipelihara selama dua bulan dan
diperiksa dagingnya. Hasil menunjukkan tidak terdapat M. artus semua ikan percobaan, tetapi pada ikan yang diberi Limnpdrillus ditemukanspora Myxosporidea
jenis lain.
Penelitian
di atas menunjukkan adanya potensi Oligochaeta menularkan Myxosporidea.
Penelitian ini juga menunjukkan adanya spesifitas yang tinggi baik pada inang
antara maupun inang akhir. Pada sistem kultur ikan, Oligochaeta merupakan
makana alami ikan yang sangat baik dari segi nutrisi ikan tetapi mempunyai
resiko membawa penyakit. Bagaimana cara mengantisipasi hal tersebut?
1.
Identifikasi Oligochaeta yang akan dimakan ikan.
Adanya sifat inang spesifik, serangan parasit dapat ditekan dengan memeriksa
spesies Oligochaeta yang tidak menjadi inang antara parasit.
2.
berikanOligochaeta yang berasal dari sistem kultur
terkontrol sehingga bebas dari stadia larva parasit.
3.
Berikan Oligochaeta yang telah dimatikan sehingga
parasitnya telah mati.
PROTOZOA SISTEM VASKULER
Protozoa
darah yang sering ditemukan pada ikan adalah Trypanosoma (mempunyai satu flagella) dan Cryptobia (mempunyai dua flagella). Keduanya dari lintah penghisap
darah, Tryanosoma ditularkan oleh
lintah Hemiclepsis marginata dan Cryptobia ditularkan oleh Piscicola geometra. Sekali ikan
terinfeksi parasit ini mungkin untuk selamanya akan menderita. Cryptobia cyprini ditemukan pada ikan
karper, C. branchialis hidup pada
insang ikan.
PROTOZOA PADA MATA
Myxosoma hoffmani menginfeksi sklera
mata ikan Pimicephalus promelas. M.
scleroperca menginfeksi sklera mata ikan Perch air tawar di Amerika. Myxobolus couesius dilaporkan menyerang
rongga depan dan iris mata ikan Coesius
plumbeus di Kanada.
PROTOZOA PADA SISTEM SYARAF PUSAT
Myxosporidia
yang menyerang sistem syaraf pusat adalah Myxobolus
neurobius (pada ikan salmon). Myxobolus
enchephalica menginfeksi otak ikan karper.
PROTOZOA PADA TULANG IKAN
Sejumlah
spesies Myxosporidia menyerang kartilage branchial ikan, misalanya Myxosoma cartilaginis yang terdapat pada
kartilage di pangkal sirip dan busur insang ikan centrarchid (Hoffman et al. 1965). Myxobolud aeglefini menyebabkan erosi dan bahkan hipertropi
kartilage otak ikan plaice, ikan hache, dan ikan hake serta ikan haddock dari
Laut Utara dan Baltic (Sindermann 1970).
Myxobolus cerebralis menginvasi
kartilage kepala ikan salmonid dan menyebabkan penyakit ‘whirling’ dan
menimbulkan kerugian secara ekonomis pada budidaya ikan rainbow trout di Eropa
dan Amerika. Penyebarannya melalui pengapalan ikan trout hidup dan beku yang
menyebabkan meluasnya penyebaran parasit ini. Mikrosporidia yang menginfeksi
rongga tubuh yaitu Pleistophora dapat
membentuk xenoma pada rongga tubuh dan mampu menimbulkan kematian ikan liar
dalam jumlah cukup banyak. Ciccidia Eimeria
hypophthalmichthys pada karper perak Cina menyerang ginjal, sedangkan E. leucisci pada ginjal Cyprinid Eropa. Eimeria sardinae menginfeksi testis ikan
Clupea dan mampu mengakibatkan sterilitas pada ikan sehingga membatasi potensi
reproduksi pada ikan tersebut.
Mikrosporidia yang ditemukan pada ovary ikan adalah Pleistophora ovaridae mampu menimbulkan kerugian ekonomis pada ikan
golden shines karena fekunditas menurun (Summerfelt & Warner 1970). Telur
yang terinfeksi parasit dan menetas maka larva yang dihasilkan kemungkinan
besar terinfeksi. Transmisi juga bisa terjadi melalui konsumsi spora yang
berasal dari ikan yang mati. Protozoa pada daging ikan kebanyakan dari
Myxosporidia dan Mikrosporidia. Umumnya tersebar ke seluruh dunia dan menimbulkan
kerugian ekonomis.
Infeksi
parasit ini menyebabkan nekrosis pada daging ikan hidup sehingga mengalami
deteriorasi dan liquefaction post-morterm yang sangat cepat sehingga mutu ikan
menjadi rendah. Daging ikan halibut dapat terinfeksi oleh dua macam Muxosporidia
yaitu Unicapsula muscularis yang
menyebabkan halibut tampak bercacing dan Chloromyxum
yang menyebabkan ikan tampak berjamur. Chloromyxum
musculoliquefaciens menyerang ikan pedang Jepang, Ikan tuna Yellowfin bisa
menderita daging lembek akibat terinfeksi Hexacapsula
neothunni.
PROTOZOA PADA SALURAN PENCERNAAN
Schizamoeba salmonis menginfeksi
lambung ikan trout tetapi jarang menimbulkan penyakit. Falagellata yang sering
menginfeksi usus ikan adalah Hexamita (octomitus).
Eimeria subepithelialis merupakan
jenis yang berbahaya dan menyebabkan Coccidiasi nodular pada ikan karper. Eimeria carpelli menimbulkan enteritis
koksidial pada ikan karper dan seringkali berakibat fatal.
PENYAKIT
VIRAL PADA IKAN TELEOSTEI
Teleostei: ikan yang bertulang sejati. Virus lebih berkembang di hewan
dan manusia. Virus memiliki partikel inti (DNA/RNA), buka sel tetapi memiliki
inti dan selubung yang mengandung protein (envelop) yang berfungsi sebagai
pelindung dan membantu penetrasi. Virus hanya hidup di dalam sel dan hidup
bebas di udara sehingga bisa menular melalui udara (air born disease). Ketika
virus tidak mendapatkan sel maka akan mati karena tidak bisa replikasi dan jika
di luar sel, serangan virus lebih mudah diatasi daripada bakteri. Virus tidak
memiliki sistem metabolisme sehingga jalur metabolisme tidak bisa dijadikan
jalur pengobatan. Untuk bertahan hidup, virus melakukan sabotase pada
metabolisme sel sehingga sel menjadi tidak sempurna.
Penanganan: sistem imun ditingkatkan dan sistem imun dibiarkan melawan
virus. Interferon adalah sistem imun yang kualitasnya baik. Infeksi yang
bersifat laten adalah keberadaan patogen yang ada di dalam tubuh tapi tidak
menginfeksi saat sistem pertahanan tubuh baik. Virus adalah parasit obligat
(mutlak ada inangnya). Ascites di dalam tubuh dan abses di luar tubuh. Renal
tubule adalah bagian ginjal. Cytophatic
effect adalah lubang pada jaringan dalam kultur sel. Antigen + antibodi :
penetralan. Nama penyakit: koi herpes virus disease (KHVD atau CNGVD (Carp interstitial nephritis and gill
necrosis virus disease) nekrosis insang, merusak ginjal dan gangguan pada
nefron ginjal. Virus KHV pertama masuk ke Indonesia pada tahun 2002 melalui
impor KOI di Blitar lalu menular ke ikan mas di Waduk Cirata dan Jatiluhur. KHV
berawal di Israel lalu menyebar ke seluruh dunia. Daerah Cinjaur Selatan
(Kadupandan) merupakan daerah yang masih terbebas dari virus KHV. KV3 adalah
vaksin dari Israel untuk KHV. Gervikan (Gerakan vaksinasi ikan gratis). Suhu
rendah menyebabkan proses vaksinasi tidak berfungsi karena sistem imun tidak
bisa bekerja. Tegumen adalah material di luar DNA, bagian antara envelopu dan
DNA. Ikosahedral adalah bentuk yang sisinya banyak. Virus menyebabkan kematian
massal, cepat, dan pada spesies tertentu. HEPES = BUFFER. Tripsin adalah enzim
penghancur ikatan antar sel. Fluorescent dapat dilihat di mikroskop
fluorescent. Antibodi primer menggunakan rabbit antiserum (dari kelinci) dan
anti bodi sekunder (flourescin-1isothiocyanate-conjugate
swine anti rabbit antibodies (dari babi)).
Kelincià rabbit antiserumà babi/ kambingà flourescin-1isothiocyanate-conjugate
swine anti rabbit antibodiesà isolasi untuk mendapatkan primer sekunder.
VER=VNN (menyerang syaraf)
Vakuolasi= bolong-bolong (lubang).
CPE=Cytophatic effect.
IFAT (Indirect fluorescent
antibody Test). Warna hijau menandakan adanya virus.
Imunohistokimia hasilnyya lebih akurat. Kromogen= pewarna dalam
imunohistokimia. Dalam imunohistokimia keberadaan virus ditandai dengan adanya
warna merah kecokelatan. Untuk melihat hasilnya dapat menggunakan mikroskop
biasa.
cDNA= complement DNA
RT-PCR = mengubah ssRNA menjadi cDNA, lebih stabil dan tidak mudah
rusak.
PENYAKIT IKAN KERAPU DAN
KAKAP
Larva: VNN (viral nervous necrosis).
Juvenile: Streptococcosis: Streptococcus
iniae, iridovirus, T mar.
Cage: parasit: Benemia,
Streptococcocus iniae.
VNN (Viral Nervous Necrosis)
Tingkat mortalitas kerapu hinga 80-100%.
Industry pembenihan kerapu dan pembesaran di jatim sangat merugi akibat
serangan VNN.
DIAGNOSIS:
Pola renang dan gejala eksternal: ikan berputar.putar/ whirling, berenang horizontal, ikan
berada di dasar seperti mati, gerakan tidak normal/alami.
Pembengkakan pada gelembung renang.
Nekrosis dan vakuolasi pada retina mata, otak apabila dilihat dengan
mikroskop cahaya.
Pemeriksaan EM, partikel virus melimpah pada sitoplasma sel-sel saraf
ikan yang terinfeksi.
Pada larva VNN, terlihat transparan. Pigmen hitam adalah
chromatophores.
Identifikasi virus penyebab VNN ini adalah anggota family Nodaviridae.
Keluarga Nodaviridae terdapat dua kelompok yaitu jenis Aphanoviridae dan Betanoviridae,
kedua jenis ini sangat ganas dalam menginfeksi ikan.
Betanoviridae (family
Nodaviriadae) adalah agen penyebab serangan VNN pada budidaya laut. Betanodaviruses adalah virus kecil,
berbentuk bola, tidak punya kapsid dengan genom yang terdiri atas dua ikan
tunggal (Yukio, 2007).
TRANSMISI/PENULARAN:
Melalui media air (water born-transmitted) dari ikan sakit ke ikan
sehat dalam 4 hari.
Nodavirus juga dapat dideteksi dari ikan yang tanpa gejala.
Induk kerapu bisa jadi sumber virus yang dapat ditularkan ke larvanya.
INANG:
Jenis ikan yang terserang VNN: Japanese parrot fish (Oplegnathus fasciatus), redspotted
grouper (epinephelus akaara), stripfe
jak (Pseudocaranx dentex), Japanese
flounder (Paralichthys olivaeeus),
tiger puffer (Takifugu rubripes),
kelp grouper (Epinephelus moara), barfin
flounder (Verasper moseri),
varramundi (Lates calcarifer), turbot
(Scophthalmus maximus), dan sea bass
(Dicentrarchus labrax).
Organ target: mata, otak, ginjal, urat daging, hati, dan insang.
Infeksi di organ otak menyebabkan ikan lumpuh karena sistem saraf
kehilangan kendali, gerakan melemah dan menyebabkan kematian.
Sel-sel saraf sebagai target dari protein reseptor VNN.
Jantung dna ginjal juga sebagai organ target VNN berfungsi dalam
sirkulasi odan osmoregulasi dari darah.
DETEKSI DINI VNN DENGAN PCR
1. Ekstraksi
DNA.
2. Amplifikasi
cDNA:
Komposisi pereaksi untuk fisrt
PCR (RT-PCR reaction): Premix nested
PCR sebanyak 14 µL
dan IQzyme 2 unit/ µL
sebanyak 1 µL.
Komposisi pereaksi untuk nested PCR: Premix RT-PCR sebanyak 7 µL, IQzyme 2 unit/ µL sebanyak 0.5 µL, dan RT-enzyme mix
sebanyak 0.5 µL.
Kondisi PCR (Reverse transcription)
No.
|
Suhu (0C)
|
Lama
|
Jumlah siklus
|
1
|
42
|
30’
|
1 siklus
|
2
|
94
|
2’
|
|
3
|
94
|
30”
|
15 siklus
|
4
|
62
|
30”
|
|
5
|
72
|
30”
|
|
6
|
72
|
30”
|
1 siklus
|
7
|
20
|
7’
|
Kondisi PCR
(amplifikasi nested PCR)
No.
|
Suhu (0C)
|
Lama
|
Jumlah siklus
|
1
|
94
|
20”
|
30 siklus
|
2
|
62
|
20”
|
|
3
|
72
|
20”
|
|
4
|
72
|
20”
|
1 siklus
|
5
|
20
|
7’
|
PENGENDALIAN:
Induk VNN-carier
sebagai sumber inokulum virus: cegah transmisi vertikal.
-
Screening
pre dan post-spawning induk untuk VNN dengan PCR.
-
Hanya induk VNN negatih diperkenankan untuk
dipijahkan, diikuti dengan desinfeksi telur yang dibuahi dengan menggunakan
ozone atau iodine.
-
Manajemen kepadatan larva dan benih di dalam hatchery phase sangat penting dalam pengendalian infeksi VNN.
-
Betanodaviruses resisten terhadap banyak
parameter-parameter lingkungan sehingga partikel virus sangat mungkin
dipindahkan melalui air media budidaya yang terkontaminasi.
-
Di usaha pembenihan kakap Australia: penggunaan
media budidaya yang non-recycled, dan
ditreatmen kimiawi terlebih dahulu setiap selesai siklus penetasan sengat
efektif mencegah infeksi VNN.
-
Tindakan lain yang berhasil: disinfeksi telur
dengan iodine atau ozone dan desinfeksi peralatan hatchery dengan chlorine; pemeliharaan tiap batch dari larva dan juvenile dalam wadah pemeliharaan yang
terpisah disuplay dengan UV atau air laut yang disterilisasi ozone, serta
pemisahan larva dan juvenile dari induk.
-
Metode vaksinasi sangat menjanjikan dalam
mencegah VNN. Imunisasi dengan recombinant
coat proteins disiapkan dari galur/strain genotip telah menginduksi
pembentukan antibodi penetral virus yang menghasilkan level proteksi melawan
infeksi secara experimental.
-
Meski demikian, caksin poly atau multivalent
mungkin diperlukan untuk proteksi total dari berbagai infeksi untuk berbagai
varian piscine nodavirus.
VAKSINASI
VNN:
-
Efikasi dari vaksin yang berasal dari
betanodavirus yang sudah diinaktivasi diujicobakan dengan sistem perendaman dan
diuji tantang dengan perendaman VNN pada ikan kerapu (Epinephelus coioides) stadia larva.
-
Jenis bahan kimia yang digunakan untuk
inaktivasi adalah BEI dan formalin. Nilai (RPS) dari ikan yang diberi vaksin
hasil inaktivasi dengan 0.4 mM binary ethylenimine (BEI)- (BEI inactivated vaccine) adalah sebesar 79-95% lebih tinggi bila
dibandingkan dengan 0.1-0.2% dengan aplikasi vaksin yang diinaktivasi dengan
formalin (39-43%).
PENYAKIT IRIDOVIRUS
Di
Indonesia dikenal dengan:
1. Fish
lymphocystis disease (FLD)
2. Blister
disease
3. Sleepy
grouper disease
Partikel virus icosahedral yang
khas dari iridovirus dan dikonfirmasi dengan analisis PCR menggunakan primer
penyandi capsid protein.
Virions
polyhedral dengan 185 nm. Capsid berbentuk simteri icosahedral dan mengandung
membrane lipid internal. Virions bisa atau tidak mempunyai amplop (selubung
virion) eksternal, bergantung pada apakah mereka bertunas dari membrane sel
dari inangnya atau ditata dalam sitoplasma sel inang dan dilepaskan secara
lisis sel. Genom iriodivirus: linear (bentuk), genom dsDNA dengan ukuran
140-213 kb.
PENYAKIT LYMPHOCYSTIS (FLD)
Penyakit
lymphocystis merupakan infeksi viral yang bersifat kronis dan terdistribusi
pada perairan dengan suhu yang sangat bervariasi. Dilaporkan menyerang ikan
laut keluarga kerapa: E. bruneus, E.
malabaricus, dan E. chlorostigma yang
dikulturkan di KJA Guangdong, China dan E.
fuscoguttatus di Malaysia.
Penyebab:
iridovirus ukuran 130-330 nm. Menyerang stadia larva, benih, juvenile, dan
dewasa.
GEJALA KLINIS:
Ikan yang
terserang mempunyai nodul di insang berukuran (berdiameter 0.5-2 mm) berbentuk
seperti mutiara dengan jumlah tunggal atau kumpulan pada permukaan tubuh,
sirip-sirip, dan kadang di insang. Nodul tersebut adalah perluasan sel-sel
jaringan yang terinfeksi virus (disebut fibroblast hypertrophy-Lymphocystis giant
cells).
EFEK KE INANG:
Menurunkan nilai
jual. Infeksi bersifat kronis dan jarang mengakibatkan kematian fatal.
TRANSMISI:
Partikel virus
dilepaskan setelah nodul terlepas dari tubuh inang. Virus menyebar ke ikan
sehat melalui air media yang terkontaminasi atau kohabitasi.
DIAGNOSIS: nodul eksternal
yang Nampak akan menjadi ciri khas dari penyakit FLD.
BLISTER DISEASE
Penyebab:
iridovirus ukuran 140-160 nm. Stadia yang terinfeksi berukuran 50-100 gr E. malabaricus di Thailand.
GROSS CLINICAL
SIGN:
Kehilangan nafsu
makan dan terbentuk warna putih pada tubuh dan sirip.
EFEK: inflamasi/
pembengkakan parah pada jaringan kulit lapisan epidermis dan dermis. Dermis
yang mengalami nekrosis menghasilan eksudat dan hemoragi. Virus bisa diperoleh
dari hati, limpa, ginjal, dan luka dari ikan yang terinfeksi. Infeksi alami
mengakibatkan kematian hingga 30-80% dalam sebulan.
Infeksi secara
eksperimental di lab menunjukkan gejala klinis setelah 5 hari pemaparan ke
virus dan tingkat mortalitas hingga 100% dalam 10 hari. Pada tebar yang makin
tinggi semakin memperparah keadaaan.
SLEEPY GROUPER DISEASE
Penyebab:
iridovirus berukuran 130-160 nm.
Spesies yang
terserang berukuran 100 – 200 gr dan 2-4 kg Epinephelus
tauvina dilaporkan dari Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
GEJALA KLINIS:
Ikan yang
terinfeksi menunjukkan gejala inaktif, malas bergerak, nafsu makan tidak ada,
berenang sendirian atau menggantung pada permukaan air, atau malas bergerak di
dasar perairan. Pada infeksi parah, insang memucat, operculum bergerak cepat.
Ikan terkadang suka meloncat ke permukaan air dan ikan mati biasanya pada malam
hari.
EFEK KE INANG:
Ukuran ikan yang
diserang 100-200 gr dan 2-4 kg di Singapura dan Malaysia. Penyakit dengan
gejala akut menyebabkan mortalitas hingga 50%. Kematian terjadi pada umumnya di
malam hari atau awal pagi hari. Mortalitas pelan-pelan terjadi antara 3-5 hari
setelah ikan menempel di jaring KJA atau di dasar KJA dengan sirip yang
bergerak sangat lemah. Kematian massal terjadi secara akut dalam 12-24 jam
setelah infeksi dan setelah pakan yang diberikan tidak termakan.
Patologi internal
menunjukkan gejala pembesaran dari organ limpa atau ginjal depan dan
pembengkakan jantung. Virus dapat dideteksi dari organ limpa, jantung, dan
ginjal dari ikan yang terinfeksi. Injeksi secara eksperimental menunjukkan gejalan
SGD dan ikan mati dalam 3-4 hari.
TRANSMISI
PENYAKIT:
Virus dapat
diintroduksi ke lokasi farm melalui ikan yang baru masuk dan virus dapat
menyebar ke farm yang bersebelahan.
DIAGNOSIS:
Pada kasus ikan
yang parah, pembuatan preparat histologist menunjukkan gejala nekrosis pada
sel-sel limpa dan jantung. Virus dapat dilihat dengan alat electron microscopy dari organ limpa, jantung, ginjal anterior dan
posterior.
Daftar pustaka:
Roongkamnertwingsa
et al 2005.
Yukio 2007.
Yang 2007.
Chi et al 1997.
Kanchanakhan.
PENYAKIT VIRAL PADA UDANG
·
MBV (Monodon
baculovirus)
Penyebab penyakit Monodon
Baculovirus. Menyerang Penaeus monodonà type baculovirus. Merupakan DNA-virus, double stranded. GEJALA:
Adanya satu atau beberapa badan oklusi pada hepatopankreas atau sel-sel epitel
usus. Pada PL P. monodon yang
terinfeksi terlihat garis putih (cairan) pada abdomen) dan pada udang P. monodon dewasa terlihat kumpulan bodi
oklusi (Lightner 1996).
·
WSSV (White
Spot Syndrome Virus)
DNA-virus, Double stranded. Gejala:
adanya bintik putih, bulat pada kutikula dengan diikuti perubahan tubuh yang
memerah. Besar bintik putih dari hanya berupa titik-titik putih sampai diameter
beberapa mm. munculnya gejala klinis bintik putih diikuti oleh kematian yang
cepat dan ganas (Lightner 1996).
·
IHHNV (Infectious
Hypodermal and Hematopoeitic Necrosis)
·
YHV (Yellowhead
Virus)
RNA-VIRUS, single stranded, berbentuk
batang, beramplop, cytoplasmic virus.
Gejala diawali dengan meningkatnya nafsu makan yang tinggi selama beberapa hari
kemudian berhenti diikuti munculnya udang yang berenang di permukaan ke pinggi
kolam. Cephalothorax menjadi kuning. Hari ke-2 udang yang mengalami gejala yang
sama meningkat tajam jumlahnya dan pada hari ke-3 terjadi kematian massa. Udang
P. monodon yang terinfeksi YHV
memiliki cephalothorax yang berwarna kuning atau kuning kecokelatan (Lightner
1996).
·
BMN (Baculovirus
Midgut Gland Necrosis)
Ditemukan
pada P. japonicas baik budidaya atau
di alam, sebaran geografis di Jepang dan Korea. Ditemukan juga pada P. monodon di Asia Tenggara dan
Australia. Organ target utama adalah hepatopankreas. GEJALA: Hepatopankreas
berwarna putih keruh adalah ciri pertama adanya infeksi BMN. Inti sel
hepatopankreas membesar dan nekrosis. (Lightner 1996).
·
BP (Baculovirus
Penaei)
Polyhedral
inclusion body virus. Tanda klinis yang utama adalah adanya badan
oklusi tetrahedral pada sel-sel hepatopankreas dan epitel usus (Lightner 1996).
·
TSV (Taura
Syndrome Virus)
Dikenal
sebagai Taura Syndrome Virus, Taura
Syndrome, Red Tail Disease.
RNA-VIRUS, single stranded. Ditemukan sejak 1992 di Sungai
Taura, Ekuador. GEJALA: perubahan warna ekor menjadi merah pucat, karapas
lunak, usus kosong, luka pada kutikula mengalami melanisasi seperti penyakit
bakterial, kematian kumulatif sampai 100%. Nekrosis pada kutikula epitel uropod
P. vannamei (Lightner 1996). Dominan
pada P. vannamei, P. stylirostris, dan
P. setiferus.
·
IMNV (Infectious
Myonecrosis Virus)
Penyebab:
RNA-VIRUS, double stranded. GEJALA:
daging udang warna putih susu (myonecrosis). Nekrosis di urat daging lutik terutama
bagian distal dan ekor (warna kemerahan seperti udang rebus). Menyerang udang
besar umur 60-80 hari kematian 70%. Udang biasanya di panen dini (ukuran 80-86)
(Lightner 1996).
PENYAKIT INFEKSIUS (MENULAR)
PADA IKAN
Jenis bakteri dan penyakitnya:
Bakteri gram
negatif:
Vibrio anguilarum à
Vibriosis.
V. harveyià udang menyala.
Aeromonas salmonicidaàfurunkulosis.
A. Hydrophilaà
Motile Aeromonad Septicemia (MAS).
Edwardsiella tardaàEdwardsielosis.
Yersenia ruckeriàEnteric
Redmouth.
Pseudomonas fluorescensàPseudomonas
septikemia.
Cytophaga sp. à
fin root.
Flexibacter columnarisàcolumnaris.
Flavobacterium sp. à
penyakit insang.
Bakteri gram positif:
Renibacterium salmoninarumà
ginjal ikan.
Staphylococcus epidermidisàstaphylococcosis.
Streptococcus spp. à
streptococcosis.
Bakteri gram positif tahan asam:
Mycobacterium marinumà
mycobacteriosis.
Nocardia kompachiànocardiasis.
PENYAKIT PERDARAHAN SEPTIKEMIA BAKTERI (BACTERIAL HAEMORRHAGIC SEPTICEMIA)
Di Indonesia,
wabah A. hydrophila. Bakteri ini
mempunyai kotribusi yang besar pada kasus penyakit ikan:
-
Tahun 1980-an pada kasus wabah penyakit bercak
merah.
-
Tahun 2002 bakteri ini pun dapat diisolasi dari
wabah penyakit lepuh pada ikan mas dan ikan koi.
-
Organisme penyebab: A. hydrophila.
-
Berbentuk batang, sel berukuran 0.8-1.0x1.0-3.5
mikron dan bersifat motil.
-
Bersifat oportunistik.
-
Nama penyakit: MAS, EUS, red pest, red sore, dan infectious
dropsy.
-
EUS juga dapat disebabkan oleh Aphanomyches invadans (koinfeksi).
GEJALA KLINIS:
-
Ikan yang terinfeksi terlihat tidak mau makan,
letargik, pergerakan renang lambat, dan bergerak ke tempat dangkal, hilang
keseimbangan, hiperemi, pendarahan, sirip terkoyak, dan lesi epidermal akan
menjadi nekrosis dan berkembang menjadi luka terbuka dan dalam.
-
Secara klinis, penyakit ini dapat dibedakan atas
tiga tipe: ulser, perdarahan, dan dropsy.
-
Oenyakit BHS ini dapat terjadi dalam 4 tipe
infeksi, yakni akut, sub akut, kronik, dan laten.
a.
Tipe infeksi akut: penyakit terjadi secara
mendadak dengan kematian tinggi tanpa memperlihatkan gejala klinis.
b.
Tipe infeksi sub akut: gejala klinis yang
terlihat adalah dropsi, lepuh, abses, dan sisik terkuak. Dropsi pada abdomen
disebabkan adanya cairan jernih kekuningan dan bersifat purulenta. Selain pada
abdomen, penimbunan cairan juga dapat terjadi pada rongga mata dan di bawah
kulit, sehingga terjadi exophthalmus dan terkuaknya sisik.
c.
Tipe infeksi kronik:bentuk kronik dicirikan oleh
adanya lepuh dengan eksudat purulenta/ bernanah. Lepuh ini selanjutnya akan
berkembang menjadi ulser pada otot tersebut. Ulcer ini bila terbuka bersifat
dalam.
d.
Infeksi tipe laten: tidak terlihat gejala
klinis, tapi bakteri dapat diisolasi dari organ dalam, saluran usus, darah, dan
peritoneum, selain itu dapat dideteksi antibodi terhadap A. hydrophila.
FURUNCULOSIS
Organisme
penyebab: Aeromonas salmonicida.
Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, berukuran 1.0-1.7-2.0 mikron, non
motil, dan bersifat obligat.
GEJALA KLINIS:
Umumnya ikan yang
terinfeksi menjadi lemas, terapung atau terbaring di dasar kolam, laju respirasi
rendah. Tipe infeksi:
a. Akut:
kematian terjadi dan meningkat secara tiba-tiba, tanpa atau dengan
memperlihatkan sedikit gejala sakit. Ikan dewasa terinfeksi terkadang terlihat
letargik, nafsu makan hilang, perdarahan pada pangkal sirip, dan warna tubuh
lebih gelap.
b. Sub
akut: furunkel dan pendarahan pada pangkal sirip. Manifestasi lainnya adalah
ikan terlihat letargik, sirip robek, exophthalmus, penonjolan anus, hemoragi
pada otot dan hati, limpa membengkak dan nekrosis ginjal.
c. Kronik:
rendahnya tingkat kematian dan ikan mengalami peradangan usus dan lesion yang
beragam. Manifestasi serupa dengan bentuk sub akut juga dapat terjadi pada ikan
penderita kronik.
d. Laten:
tidak terlihat menifestasi klinis eksternal dan perubahan patologis organ
internal, tidak ada kematian dalam populasi, namun patogen dapat diisolasi dari
darah.
INANG DAN
PENYEBARAN:
Penyebaran:
-
Vertical (melalui transovarium).
-
Horizontal (melalui rantai makanan dan predasi).
Penularan horizontal lainnya melalui kontak persinggungan luka secara mekanik,
insang, dan anus.
Penyakit ini
tersebar luas di seluruh dunia, terutama di daerah yang mengusahakan budidaya
ikan salmon, selain itu diketahui menginfeksi ikan mas. Epideminya sangat
sering terjadi. Di Indonesia, furunkulosis termasuk penyakit ikan karantina
golongan 1 dan diwaspadai dalam lalu lintas perdagangan ikan.
COLUMNARIS DISEASES
Dicirikan dengan adanya pengikisan pada kulit
dan insang. Disebabkan oleh flexibacter
columnaris, biasa disebut juga dengan “Black
patch Necrosis”, “peduncle disease”, cotton wal disease”,dan “fin root”.
F. columnaris; bakteri gram negatif,
khromogenik, menghasilkan pigmen kuning-hijau pucat pada media isolasi dan agen
etiologik/ penyebab kasus infeksi pada ikan air tawar. Bakteri ini berbentuk
batang panjang halus berukuran 0.5-10.0x1.0-4.0 mikron, bergerak dengan
menggulir atau menggelinding.
Panjang, tipis, Gram negatif, membentuk agregat seperti gumpalan dalam slide
glass.
Pada ikan laut, F. maritimus merupakan agen penyebabnya.
Bakteri ini juga menghasilkan pigmen kuning, berukuran 0.5x2.0-3.0 mikron.
GEJALA KLINIS:
Gambaran
infeksi yang terjadi pada ikan air tawar dan laut mirip satu sama lainnya.
Gejala klinis yang terlihat pada awal infeksi adalah terbentuknya bintik putih
keabuan di kepada, insang, sirip, dan tubuh dikelilingi zone hemoragik.
Lesi ini akan
berkembang menjadi ulser yang berwarna kuning atau orange, membentuk luka dalam
(seperti tapal kuda) dan bakterimia, sedangkan pada sirip terutama sirip ekor
terliaht sobek dan terurai, nekrosis insang sehingga ikan mengalami kesukaran
bernafas.
Kultur: cytophaga agar atau broth.
Epizootiologi: menyerang 36 spesies
berbeda, salmonoid, dan catfish paling utama, virulensi meningkat dengan
meningkatnya suhu dan padat tebar yang tinggi.
Reservoir: wild fish, carrier fish,
dan natural host.
Transmisi: horizontal, water born exposure.
Pathogenesis: akut, kronis, carier,
masa inkubasi 5-10 hari pada suhu 13-150C.
Faktor lingkungan: stressor, DO
rendah, lingkungan buruk suhu < 140C.
Patologi: ikan yang terinfeksi
berwarna gelap, hemoragi pada jaringan kepala dan mulut,lesi dibagian kepala
atau insang, muncul bintik-bintik putih pada sirip atau insang, secara gradual
lesi membesar menjadi ulser, dan bakteri dapat diisolasi dari luka tersebut.
Sisik terlepas/ copot sehingga otot terlihatm pada beberapa strain virulen
menyebabkan kematian tanpa lesi.
INANG DAN
PENYEBARAN:
Inang: ikan mas (C. carpio), Ctenopharingodon idella, Sidat (A.
Anguilla, A. japonica), Carasius
auratus, Oreochromis mosambicus, Oncorhynchus mykiss, Salvelinus fontinalis,
Siluris glanis, Tinca tinca, Plecoglossus altivelis, Ictalurus melas, I.
punctatus, Chrysophrys major, Mylio macrocephalus, Paralichthys olivaceus,
Salmo salar.
Penyebaran
infeksi pada populasi ikan terjadi melalui “water
born infection”. Penyakit ini termasuk penyakit musiman dengan banyak kasus
pada musim panas. Luka, rendahnya oksigen, kandungan organik dan nitrit yang
tinggi merupakan faktor yang menstimulasi perjangkitan infeksi. Pada waktu wabah
dengan suhu air mencapai 250C , mortalitas dapat mencapai 100%.
EDWARDSIELLOSI
Penyebab: bakteri Edwardsiella. E. tarda (nama lain: E. anguillimortiferum, Paracolobactrum anguillimortiferum) dan E. ictaluri merupakan 2 spesies yang
menyebabkan infeksi tersebut. Secara umum infeksi dengan edwardsiella disebut
edwardsiellosis. Infeksi dengan E.
tarda disebut hepatonephritis (hati dan ginjal) dan infeksi dengan E. ictaluri disebut catfish enteric septicaemia.
PENYEBAB:
Disebut juga sebagai septitikemi Edwardsiella, “fish gangrene”. Penyebab termasuk Enterobacteriaceae, berbentuk batang Gram negatif, berukuran 1.0x2.0-3.0 mikron, motil, dan bersifat anaerobic fakultatif. Hingga kini diketahui ada 4 serotipe yakin A, B, C, dan D. Serotipe A merupakan serotipe yang paling sering ditemukan dalam kasus-kasus edwardsiellosis.
Disebut juga sebagai septitikemi Edwardsiella, “fish gangrene”. Penyebab termasuk Enterobacteriaceae, berbentuk batang Gram negatif, berukuran 1.0x2.0-3.0 mikron, motil, dan bersifat anaerobic fakultatif. Hingga kini diketahui ada 4 serotipe yakin A, B, C, dan D. Serotipe A merupakan serotipe yang paling sering ditemukan dalam kasus-kasus edwardsiellosis.
GEJALA KLINIS:
Gejala umum:
letargik, terapung di perukaan air, depigmentasi kulit, exophthalmus, nekrosis
kulit, hiperemi dan perdarahan bintik pada sirip daerah anal membengkak dan
penonjolan rectum. Bentuk infeksi E.
tarda terdiri dari: a) bentuk nephritik (suppurative interstitial
nephritis) dan b) bentuk hepatik (suppurative hepatitis). Pada bentuk
nephritik, ginjal membesar, abses timbul di jaringan sinusoid dan
hematopoietik. Jaringan hematopoietic menjadi bengkak dan abses berisikan
material berwarna merah gelap bersifat purulen, selanjutnya lesi metastatik
terjadi di berbagai organ lain seperti hati, limpa, insang, lambung, dan
epikardium. Pada bentuk hepatik, mikroabses terjadi di sinus hati, kemudian
membesar, cairan abses ini masuk ke rongga tubuh, abses yang membesar
mengandung hepatosit, sel darah membentuk serupa nanah dan mengakibatkan emboli
dan piemia di pembuluh darah.
INANG DAN
PENYEBARAN PENYAKIT
Infeksi E. tarda terutama terjadi pada patin (Pangasius sp.), sidat (A. anguila, A. japonica), mas (C. carpio), grass carp (Ctenopharingodon idella), tilapia (Tilapia sp.), gurame (Osphronemus gouramy), nila (Oreochromis niloticus). Hewan lain:
kerang, penyu, reptil, buaya, dan burung pemakan ikan. Penyebaran penyakit
melalui air sebagai “water born infection”
dan melalui rantai makanan. Ikan karier seperti ikan sidat dan catfish
merupakan sumber penyebaran yang potensial. Penyakit ini ditemukan terjadi di
Amerika, Jepang, dan Taiwan. Di Indonesia juga telah dilaporkan adanya kejadian
Edwarsiellosis ini (Sumatera dan Kalimantan). Termasuk penyakit ikan karantina
golongan 1 dan diwaspadai dalam lalu lintas perdagangan ikan.
TUBERCULLOSIS IKAN
Penyebab: Mycobacterium yang merupakan bakteri
Gram positif dan bersifat tahan asam. Mycobacterium
merupakan bakteri berbentuk batang berukuran 0.40x1-4 mikron, seringkali
terwarnai secara tidak merata dengan pewarnaan Gram. Bakteri tahan asam dan
berbentuk batang yang lain yaitu Nocardia
(penyebab Nocardiasis) lebih panjang dan bercabang. Bakteri Mycobacterium bersifat fastidious yang
seringkali tidak bisa dikultur dengan mudah, meskipun pada luka terdapat
sel-selnya dalam jumlah banyak sekali. Isolasi seringkali memakan waktu lebih
dari 30 hari. Penyakit ini disebut juga “Tuberculosis”. Isolasi dapat dilakukan
dengan agar darah, TSA, Lowestein Jensen atau agar Middlebrook LH10.
GEJALA KLINIS:
Ikan terinfeksi
terlihat warna tubuhnya memudar kehilangan sisik, luka kulit, kehilangan nafsu
makan, pertumbuhannya terhambat dan/ kematangan seksual terhambat (retarded). Apabila penyakit terus
berkembang, kelainan lain dapat berupa kelainan pada tulang (skeletal deformities), kronis, non healing, ulcer dangkal atau dalam,
atau sirip geripis. Pemeriksaan post
mortem pada organ dalam: terlihat nodul-nodul berukuran 1-4 mm dalam
sel-sel ginjal atau organ dalam lainnya, limpa juga mengalami hipertrofi.
CARA DIAGNOSIS:
Diagnosis
tentative: melalui pemeriksaan preparat basah terhadap organ limpa dan ginjal
yang memperlihatkan adanya sejumlah besar granuloma. Granuloma ini juga bisa
disebabkan oleh banyak patogen yang lain, untuk memastika, maka pemeriksaan
histologist organ disertai pewarnaan bakteri tahan asam (acid fast staining) harus dilakukan. Identitas patogen dikonfirmasi
melalui uji molekuler dengan menggunakan PCR dengan primer spesifik untuk Mycobacterium.
INANG DAN
PENYEBARAN:
Penyakit ini
umumnya menyerang berbagai spesies ikan family Anabantidae, Characidae, dan
Cyprinidae. Penyakit ini sangat umum dijumpai pada ikan air tawar di daerah
beriklim dingin dan sering juga pada ikan laut baik pada daerah iklim panas
maupun dingin. Mycobacteriosis pada
ikan-ikan akuarium banyak disebabkan oleh jenis Mycobacterium piscium, M. marinum, dan M. fortuitum.
MYCOSIS
Pada ikan dan udang
Pendahuluan
Penyakit mikotik
ikan dan udang
Ikanà
terinfeksi cendawan tampak seperti tidak berbahaya
Ikan mengalami:
patologi (infeksi bakteri/ mikroorganisme) à disfungsi (fungsi
organ-organ yang terganggu)
Informasi belum
banyak diketahui mengenai taksonomi, morfologi, dan pathogenesis
Penyakit mikotik
bersifak akut, sub akut, kronis, dan laten
Cendawan/ fungi:
Merupakan
organisme saprofit dan adapula yang bersifat sebagai parasit (parasit obligat).
Bersifat sebagai
saptofit saat cendawan tumbuh pada substrat sisa makhluk hidup dan sebagai
parasit ketika hidup dengan menempel pada makhluk hidup.
Cendawan memiliki
benang pendek (hifa), panjang (misellium), dan spora.
Hifa/ miselium
terdiri dari hifa/miselium vegetatif (somatik) untuk mencari makanan, dan
hifa/miselium reproduktif untuk berkembang biak.
Cendawan
bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual terjadi dengan
cara pertunasan dan pembentukan spora. Reproduksi seksual terjadi dengan cara peleburan
sel gamet jantan dan betina.
Siklus hidup:
Miseliumà
zoospora (hasil reproduksi aseksual melalui mekanisme zoosporagenesis) à
kista à
diferensiasi flagel à tunas à miselium
Oospora: hasil
reproduksi seksual melalui mekanisme oosporagenesis.
a.
Saprolegnia sp.
Klasifikasi:
Filum:
Phycomycetes,
Kelas: Oomycetes,
Ordo:
Saprolegniales,
Famili:
Saprolegniaceae
Ciri-ciri: Ø hifa < 100 µm ± 20 µm, Ø sporangium < 100 µm, spora tidak membentuk
kista (encyst), merupakan cendawan
eksternal, ukuran spora 5 µm,
motil. Suhu optimum 15-300C. kosmopolit di Indonesia, Thailang,
Malaysia, Philipina, Jepang, Eropa, dan Amerika. Media kultur berupa SDA,
Cornmeal Agar Gluk-Glut, Potato Carrot Broth, ditambah Penstrep 10-100 IU.
Dikenal juga
sebagai “water mould”, dengan hifa yang mengandung selulosa, tidak
bersekat, bercabang-cabang, dan diameter 20 µm.
Reproduksi
secara aseksual dengan cara sporangia berisi spora aseksual lalu melepas
zoospora primer (berbentuk pipe shape)
yang berenang bebas, aktif beberapa menit, dan mencari inang. Setelah menemukan
inang, zoospora akan beristirahat dan melepas zoospora sekunder yang memiliki
alat bertaut, lebih aktif, dan ganas. Reproduksi secara seksual terjadi dengan
peleburan gamet jantan dan betina pada tabung fertilisasi lalu menghasilkan
oogoniumà
oosferà
zoospora sekunder.
Gejala klinis:
- Bercak
keputihan menyerupai kapas.
- Ikan
kehilangan daya tanggap.
- Infeksi
dalam waktu lama, cendawan akan berubah warna menjadi cokelat.
-
Ikan kehilangan keseimbangan dan akhirnya akan
mati.
b.
Aphanomyces sp.
Menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai Epizootic
Ulcerative Syndrome (EUS) yang menyebabkan borok/ ulcer pada ikan. Cendawan
ini menghasilkan enzim protease yang digunakan untuk mengambil protein dari
dalam tubuh inang. Klasifikasi:
Filum:
Phycomycetes,
Kelas: Oomycetes,
Ordo:
Saprolegniales,
Famili:
Saprolegniaceae
Ciri-ciri: Ø hifa 5-15µm, Ø sporangium < 5-15 µm, spora membentuk kista
(encyst), merupakan cendawan
internal, ukuran spora 6-15 µm,
motil. Suhu optimum 300C (Thailang), 280C (Indonesia).
Tidak tumbuh pada salinitas > 12 ppt. sporulasi pada Aphanomyces sp. terjadi dengan cara pelepasan spora dari kantung
spora (zoosporangia) yang encyst di mulut zoosporangium.
‘histiocyt adalah makrofaga yang ada di
dalam jaringan untuk memblokir daerah yang terinfeksi agar cendawan mati/
hilang/ dieliminasi. Granuloma pada jaringan menunjukkan cendawan yang sedang
dikelilingi oleh histiocyt.’
Cara isolasi
cendawan ini dari ikan adalah:
Daging yang
terinfeksi diambil lalu dipotong-potong kecil. Kemudian disimpan dalam media ± 10 hari. Setelah itu,
hifa yang tumbuh diotong dan dikultur kembali dalam media GYA. Selanjutnya hifa
yang tumbuh dipotong kembali dan dikultur dalam media GYB. Kemudian hifa
diambil dan dicuci lalu dipindahkan ke media baru.
c. Achlya
sp.
Cendawan ini
memiliki sporangia yang lebar dengan zoospora primer yang encyst berupa bola di
mulut sporangia. Hidup di Negara tropis pada suhu lebih dari 240 C/
produksi sporangia dan zoospora setelah 48-72 jam dan menyebabkan kematian sebesar
100% pada ikan yang terinfeksi.
Gejala klinis:
- Ulcer/tukak/borok
- Sisik
terlepas
- Hemoragik
- Oedema
(adanya cairan di sekitar ulcer)
- Sirip
patah
- Nafsu
makan berkurang, menggantung di bawah permukaan air.
Metode
pemeriksaan di laboratorium dengan cara mikroskopik (preparat segar/ kultur
cendawan), histopatologi, dan molekuler. Inang cendawan ini adalah ikan lele,
gurame, gabus, lobster, crayfish.
d.
Dictyuchus sp.
Cendawan
ini memiliki zoospora yang encyst di dalam sporangium. Hidup di perairan tawar
dan menginfeksi ikan yang sakit. Dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang
lama (laten). Kematian ikan akibat cendawan seringkali disebabkan oleh Achlya sp. dan Dictyuchus sp. bukan oleh Saprolegnia
sp.. infeksi Saprolegnia sp., Achlya sp. dan Dictyuchus sp dari family Saprolegniaceae disebaut dengan Saprolegniasis.
Ikan
yang sering terinfeksi Saprolegniasis adalah Cyprinuus carpio, Ospronemus gouramy, A. japonica, C. batrachus, C.
auratus, Oreochromis niloticus.
Infeksi
terjadi pada bagian eksternal seperti di kulit, insang, daerah mulut, bagian
atas kepala, dapat masuk ke dalam urat daging atau organ internal, dapat
menginfeksi telur yang fertile dan infertile.
e.
Penyakit
mikotik pada udang
Menyerang
seluruh stadia pada udang. Pakan yang diberikan pada stadia larva adalah Artemia salina, Skeletonema/ Chaetoceros. Pemberian
imunostimulan berupa marine yeast, contohnya Phaffia yang berupa purified product dan whole cells. Brewer’s yeast yang berupa ragi hasil pabrik bir untuk meningkatkan
daya tahan tubuh dan laju pertumbuhan.
Bagian
mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai imunostimulan adalah dinding sel.
Hal ini disebabkan karena pada dinding sel terdapat peptidoglikan (pada
bakteri) dan β-Glucan
(pada cendawan). Contoh cendawan yang mengandung β-Glucan adalah Lentinus
edodes, Shizophyllum commune, Saccharomyces cerevisiae/ brewer’s.
1. Haliphtoros
sp.
Klasifikasi:
Filum:
Phycomycetes,
Kelas:
Oomycetes,
Ordo:
Halipthorales,
Famili:
Halipthoroceae
Ciri-ciri:
hifa tidak bersepta, Ø
miselium 2-16 100 µm,
Ø spora 6-8 µm. Inang berupa udang
Penaeid (P. monodon, P. setiferus (dari
bagian eksternal-internal). Media kultur SDA + 1-3,5 NaCl.
Gejala klinis:
Nekrosis
jaringan, melanisasi pada insang, kaki jalan (berwarna hitam) dan eksoskeleton,
terdapat hifa tidak bersepta pada body
cavity larva.
Melanisasi
terjadi karena sel hemosit dikelilingi oleh hifa sehingga terjadi nekrosis dan
perlekatan lapisan-lapisan integumen. Infeksi cendawan ini dapat terjadi
bersamaan dengan infeksi Sirolpidium sp.
dan Lagenidium sp.. Kematian pada
larva akibat infeksi Halipthoros sp.
terjadi setelah 1-2 hari pasca infeksi. Untuk memastikan penyebab infeksi
dilakukan kultur dan identifikasi cendawan.
Pencegahan:
Dasar
bak dibersihkan setiap hari, bak
didesinfeksi dengan treflan 5 ppm selama 1 jam, dan control dengan treflan
0.1-0.2 ppm per hari.
2. Lagenidium
sp.
Klasifikasi:
Filum:
Phycomycetes,
Kelas:
Oomycetes,
Ordo:
Lagenidiales,
Famili:
Laginidiceae
Ciri-ciri:
Ø zoospora 100-150 µm, hifa berlekuk-lekuk
dan bercabang tidak beraturan, Ø
hifa 9-12 µm (L.
callinectes) 10-12.5 µm
(L. scyllae), sporogenesis di dalam
tubuh inang (larva/telur), zoospore dilepaskan ke air. media kultur: PYGA.
Gejala klinis:
Telur/larva
ditutupi miselium berwarna keputihan/ hijau kekuningan. Larva lemah, hilang
keseimbangan, dan sudah bernafas.
Siklus
hidup: telur (miselia)à zoospora biflagellaà keluar melalui pipa
pelepasanà
kembali menjadi telur.
Pencegahan:
Pencegahan
dilakukan dengan control larva secara harian dengan pemeriksaan mikroskop.
Monitor telur yang sedang diinkubasi. Perendaman betina yang akan dipijahkan
dalam larutan formalin 25 ppm (alternatif lain yang lebih ramah lingkungan dan
menunkang food savety perlu dilakukan). Zoospora motil dapat inaktif bila direndam
dalam salinitas 7-15 ppt selama 10-15 menit.
3. Fusarium
sp.
Infeksi
Fusarium sp. sering dikenal dengan Black gill disease (BGD). Klasifikasi:
Filum:
Imperfect,
Kelas:
Deuteromycetes,
Famili:
Hyphomycetes
Ciri-ciri:
menembus jaringan sehat/ rusak, koniofor di atas hifa (bercabang/ tidak
bercabang), hifa tipis Ø
2,5-5 µm.
Makrokonidia: 3-5 sel dengan ukuran 31-49 µm x 38-45 µm.
Mikrokonidia: 1 sel dengan ukuran 6-10 µm.
Cendawan
ini kosmopolit di Indonesia, Taiwan, Philipina, Jepang, dan Amerika Serikat.
Inangnya adalah P. monodon, P. japanicus,
P. duoraru, P. arcecus, P. stylirostis, P. setiferus, Macrobracium rosenbergi.
Gejala klinis:
Bercak
hitam di insang udang Penaeidae. Dapat juga di eksoskeleton yang disebabkan
oleh hematosit yang memproduksi enzim phenol
oxidase yang melakukan enkapsulasi hifa invasif. Penumpukan melanin pada
udang galah.
Pencegahan:
Suhu
dipertahankan agar tidak turun drastis, akuarium/kolam dihindarkan dari dari
penumpukan bahan organik, ikan dihindarkan dari stress dan luka. Jika ikan
mengalami luka, rendam dalam larutan garam > 3 ppt, dan untuk pencegahan
infeksi pada telur menggunakan MB 3 ppm dengan metode perendaman. Pemberian
ekstrak paci-paci 0.5 g/l.
Pengobatan:
Paci-paci
1,5 g/l, penggunaan bahan kimia tidak efektif dan merusak lingkungan. Langkah
yang paling baik adalah pencegahan.
PENYAKIT NON- INFEKSIUS
Penyakit
non-onfeksi tidak disebabkan oleh mikroorganisme tetapi bisa disebabkan oleh
faktor lingkungan, nutrisi, atau genetik. Penyakit ini tidak menyebabkan
infeksi dan tidak menular, namun tetap penting untuk diperhatikan. Hal ini
disebabkan karena penyakit non-infeksius bisa menjadi awal bagi terjangkitnya
penyakit infeksius. Berdasarkan penyebabnya, penyakit non-infeksius dibedakan
menjadikan 2 golongan yaitu penyakit yang disebabkan oleh faktor biotik dan
abiotik.
Penyakit
non-infeksius yang disebabkan oleh faktor abiotik terdiri penyakit yang
disebabkan oleh oksigen, suhu, pH, kesadahan, ammonia, dan bahan pencemar
lainnya. Penyakit non-infeksius yang disebabkan oleh faktor biotik terdiri
penyakit yang disebabkan oleh alga.
1. Hypoxia
Hypoxia
adalah kondisi lingkungan yang kekurangan oksigen terlarut (dissolved oxygen=DO). Oksigen adalah
faktor kualitas air yang paling penting untuk kelayakan kesehatan ikan, namun
sangat sedikit yang larut di dalam air. Pada air tawar kandungan oksigen
maksimum adalah 7.89 mg/L (pada suhu 280C) dan pada air laut 150
mg/L. Oksigen bersumber dari fotosintesis yang kemudian menembus ke air dan
oksigen yang berasal dari atmosfer yang terdifusi.
Di
kolam yang tidak ada aerator maka sumber oksigen dari fotosintesis sangat
penting. Fotosintesis terjadi pada siang hari sehingga oksigen yang dihasilkan
pada siang hari optimal. Namun, oksigen akan mengalami penurunan pada malam
hari karena tidak terjadi fotosintesis sementara proses respirasi tumbuhan
maupun hewan berlangsung secara terus-menerus baik siang maupun malam hari.
Rumus
forosintesis:
6CO2
+ 6H2OàC6H12O6 + 6O2
Gejala klinis hypoxia:
Hypoxia
akut adalah hypoxia yang disebabkan oleh penurunan oksigen dengan cepat
mencapai tingkat letal (mematikan) maupun mendekati letal dalam hitungan menit
sampai beberapa jam. Gejala yang muncul berupa letargi (lemas), berenang dekat
permukaan air, anorexia (tidak mau makan), kesulitan bernafas (megap-megap),
dan mulut menganga serta operkulum terbuka. Namun, gejala tersebut bersifat
umum dan tidak spesifik untuk ikan yang terkena hypoxia saja.
Pada
hypoxia kronis disebabkan oleh penurunan oksigen dalam waktu yang lama (harian
sampai beberapa hari) tetapi tidak mematikan ikan. Do sebesar 5 mg/L sangat
diperlukan untuk pertumbuhan optimal dan reproduksi. DO yang lebih rendah (<
5 mg/L) akan mengakibatkan nafsu makan ikan menurun, pertumbuhan lambat, dan
kurang efisien. DO < 2 mg/L akan mengakibatkan ikan stress dan mudah
terinfeksi penyakit. DO < 1 mg/L menyebabkan ikan mati.
Beberapa
ikan warm water dapat bertahan dalam
waktu yang lama pada kondisi DO 2-3 mg/L. ikan Cold water dapat bertahan dalam waktu yang lama pada kondisi DO 4-5
mg/L.
Diagnosis hypoxia:
Hanya
dapat dilakukan dengan mengukur kandungan DO di air sesegera mungkin. Sampel
air yang akan diukur harus dijaga agar tidak terpapar dengan udara. Diagnosis
perlu dilakukan dengan melihat riwayat DO harian (baik pengukuran dilakukan
dengan DO meter maupun kit uji).
Pada
kilam air deras, DO tinggi di inflow dan
lebih rendah di outflow. Di kolam air
tenang, gejala klinis dan kejadian hypoxia dapat diamati pada pagi hari,
selanjutnya menghilang setelah matahari terbit. Ikan berukuran besar lebih
tahan terhadap kondisi hypoxia daripada ikan kecil.
Penanganan hypoxia:
Hypoxia
dapat ditangani dengan pemberian aerasi. Aerasi memungkinkan oksigen dari udara
untuk larut ke dalam air. aerasi perlu dilakukan bila DO berada pada 3-4 mg/L
(ikan channel catfish) dan 4-5 mg/L (pada ikan salmon).
2. Suhu
Perubahan
suhu bisa mengakibatkan ikan mengalami stress. Hypothermia adalah suhu yang
mendekati limit lethal terendah. Pada kondisi hypothermia, heater harus dimatikan karena bisa merusak alat, thermometer tidak
berfungsi secara normal, daya listrik yang diperlukan menjadi lebih rendah.
Karena ikan berdarah dingin (poikilothermal) maka aktivitas metabolisme ikan
(termasuk imunitasnya) tergantungan pada suhu. Pada suhu rendah, ikan menjadi
kurang/tidak aktif dan mengalami depresi sehingga mudah mengalami infeksi oleh
cendawan maupun virus.
Hyperthermia
adalah suhu yang mendekati limit lethal tertinggi. Pada suhu tinggi, kelarutan
oksigen menurun sehingga kondisi hyperthermia biasanya berafiliasi dengan
kondisi hypoxia. Kondisi hyperthermia bisa menjadi problem serius pada ikan
trout karena dapat meningkatkan resiko infeksi terhadapa ikan.
Suhu
optimal untuk ikan:
Ikan
|
optimum
|
hyper
|
hypo
|
Freshwater tropical
|
22-27
|
30-40
|
8-18
|
Marine tropiclas
|
22-27
|
30-40
|
8-18
|
Goldfish, koi
|
22-25
|
30
|
2-4
|
Sunfishes
|
26-30
|
||
American eel
|
30
|
||
Striped bass juvenile
|
18-28
|
||
Striped bass adult
|
18-25
|
||
Channel catfish
|
28-30
|
35
|
0-2
|
Red drum
|
22-25
|
||
Atlantic salmon
|
17
|
19
|
|
Rainbow trout
|
15
|
19
|
|
Brook trout
|
15
|
19
|
|
Pacific salmon
|
12
|
18
|
Diagnosis:
Pemeriksaan
rutin harian terhadap suhu karena kondisi hypothermia dan hyperthermia
tergantung pada ruwayat (history). Yang perlu diperhatikan pada kolam,
fluktuasi suhu harian tidak boleh lebih dari 100C karena dapat
mengakibatkan kematian.
Contoh
kasus:
Ikan
mas dan koi mengalami stress apabila suhu turun mencapai 18-240C.
Kondisi ini menekan sistem imunitas sehingga ikan mudah terinfeksi KHV.
Akibatnya adalah kematian massal.
Penanganan:
Pengontrolan
terhadap fluktuasi suhu hanya mudah dilakukan pada sistem terbatas misalnya
akuarium. Pengontrolan terhadap kolam sulit dilakukan serta tidak feasible (tidak ekonomis). Ikan yang
toleran pada perubahan kondisi air termasuk terhadap perubahan suhu yang
sebaiknya dibudidayakan di kawasan tersebut.
Stratifikasi
suhu pada kolam berpengaruh terhadap kualitas air dan bisa bersifat lethal.
Stratifikasi suhu terjadi karena adanya perbedaan suhu di permukaan dan di zona
bagian dalam (biasanya kedalaman kolam >1,5 m). suhu di permukaan tergolong
tinggi (warm water) dan di zona
bagian dalam tergolong rendah. Kondisi saat hujan mengakibatkan suhu permukaan
turun dan berat jenis meningkat sehingga memungkinkan terjadinya proses
pembalikan (turn over/upwelling).
Zona
hypolomnion mengandung bahan organik tinggi dan DO rendah akibat metabolisme,
kadar amoniak tinggi, serta H2S dan metana (racun) tinggi. Turn over/upwelling membuat bahan-bahan
beracun tersebut naik ke permukaan.
Proses
pembalikan terjadi karena massa jenis suatu beenda akan bertambah ketika benda
tersebut menyusut (volume benda berkurang). Sebaliknya, massa jenis benda akan
berkurang ketika benda memuai (volume benda bertambah) (massa jenis =
massa/volume). Massa benda selalu tetap sedangkan volumenya bisa berubah-ubah
tergantung dari suhu. Pembalikan bisa mengakibatkan ikan keracunan sehingga
menimbulkan kematian massal pada semua jenis ikan. Kematian massal ikan di Danau
Maninjau terjadi akibat upwelling yang terjadi setiap 2 tahun sekali.
Penanganan:
Sebagai
contoh: pembalikan sering terjadi di masa pancaroba (peralihan musim kemarau ke
hujan) yaitu bulan Oktober-Desember. Pada masa ini sebaiknya tidak menebar ikan
sehingga terhindar dari resiko kematian massal akibat pembalikan.
3. Gas bubble disease
GBD
adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya gas di dalam pembuluh darah yang
juga disebut sebagai emboli. Hal ini bisa terjadi jika iar kolam menjadi jenuh
terhadap gas (supersaturated). Perairan yang supersaturated oleh gas akan
menjadi GBD ketikan terjadi perubahan temperatur maupun tekanan secara
tiba-tiba. GBD dapat terjadi akibat gas N yang kadarnya dalam air mencapai
sangat jenuh. Akan tetapi dalam prakteknya masalah ini selalu dikarenakan
kandungan nitrogen air yang berlebihan. Ketika air supersaturated oleh gas,
darah ikan cenderung supersaturated juga. Karena O2 digunakan untuk
respirasi dan CO2 masuk ke dalam fisiologis darah dan sel-sel,
jumlah O2 dan CO2 dalam air yang berlebihan ini diambil
oleh cairan tubuh ikan. Sedangkan nitrogen yang berupa has yang bersifat lembam
atau tidak aktif dalam proses metabolik tubuh, tetap supersaturated di dalam
darah. Penurunan tekanan terhadap gas atau peningkatan lokal temperatur tubuh
dapat membawa nitrogen keluar dari cairan tubuh untuk membentuk
gelembung-gelembung.
Prosesnya
mirip dengan ‘bends’ (kejang otot yang disebabkan perubahan tekanan udara yang
tiba-tiba) pada para penyelam laut dalam.
Mekanisme:
Gelembung-gelembung
(emboli) dapat tersangkut pada pembukuh darah dan mengganggu sirkulasi
pernafasan sehingga mengarah ke kematian akibat asfiksia (asphyxiation, sesak nafas karenan kekurangan oksigen dalam darah).
Pada beberapa kasus, ikan dapat mengembangkan gelembung-gelembung yang terlihat
jelas pada insang, antara sirip atau di bawah kulit dan tekanan dari gelembung
nitrogen dapat mengakibatkan mata menonjol keluar dari rongganya.
Tanda-tanda GBD:
Tanda-tanda
adanya penyakit ini antara lain timbul bercak merah di tubuh, emboli (gelembung
gas di mata dan berbagai bagian tubuh lain yang sukar dilihat dengan mata
telanjang), ikan tiba-tiba mati, serta kulit ikan jelek, bersisik kasar, dan
berwarna suram. Emboli yang terjadi di bawah kulit menyebabkan rusaknya
kekompakan kulit, emboli di pembuluh darah dapat menyebabkan terjadinya
pembendungan pembuluh darah, biasanya di insang.
Pencegahan:
Untuk
pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara mengurangi penyebabnya,
misalnya dengan melakukan penggantian air secara hati-hati. Umumnya penyakit
ini sukar diobati.
4. Keracunan Nitrit
Disebabkan
oleh konsentrasi nitrit yang tinggi dalam darah. Disebut juga
‘methemoglobinemia’ atau penyakit darah cokelat yang disebabkan oleh tingginya
kadar nitrit dalam air. Sisa pakan akan menghasilkan ammonia, ammonia diubah
oleh Nitrosomonas menjadi nitrit, nitrit diubah menjadi nitrat yang tidak
toksik oleh Nitrobacter. Bila pengubahan ke nitrit tidak efisien dapat
menyebabkan keracunan. Nitrit bersifat toksis pada konsentrasi 0.5 ppm.
Gejala klinis:
Ikan
lemas, meloncat ke permukaan, ikan berkumpul di saluran inlet.
5. Keracunan Amonia
Gejala
yang sama dengan keracunan nitrit. NH4+ ßà
NH3 + H+
pH
mendorong persamaan rekasi ke kanan dan suhu tinggi akan mendorong persamaan
reaksi ke kiri. Semakin tinggi pH dan semakin tinggi suhu menyebabkan ammonia
semakin toksik.
INFEKSI DAN PENYAKIT
Infeksi
adalah keberadaan patogen pada inang yang bisa atau tidak menimbulkan penyakit.
Sakit atau penyakit adalah penyimpangan dari kondisi normal atau kondisi sehat.
Penyimpangan kondisi tersebut sebagai akibat infeksi patogen, defisiensi
nutrisi, toksikan, lingkungan, atau genetik. Communicable disease adalah penyakit hasil multiplikasi, replikasi,
atau reproduksi dari agen penyebab penyakit dalam tubuh inang dan organisme
dapat ditransmisikan (communicated)
ke inang lainnya.
Suatu
mikroorganisme dapat disebut sebagai patogen jika mampu menempel (attach to), mampu memasuki (penetrate to), mampu hidup dalam
jaringan tubuh (survive in), mampu
berkembang biak (multiply within),
dan mampu mengembangkan virulensinya. Beberapa bakteri patogen utama ikan
adalah: Aeromonas hydrophila (penyebab
Motile Aeromonads Septicemia), Aeromonas salmonicida (penyebab
Furunculosis), iYersinia ruckerii (Penyeybab
Enteric Redmouth Disease/ ERD), Flexibacter
columnaris (penyebab Columnaris), Edwarsiella
tarda (penyebab Edwarsiella Tarda
Septicemia), Edwarsiella ictaluri (penyebab
Enteric Septicemia of Catfish), Vibrio anguillarum (penyebab
Vibriosis, terutama pada Marine Fish).
Tahap
infeksi penyakit:
1. Kolonisasi dan masuk ke dalam tubuh inang.
Kemampuan
untuk menempel pada inang merupakan prasyarat utama bagi suksesnya perkembangan
suatu infeksi. Bila tidak, patogen akan terlepas dari inang karena pencucian.
Patogen masuk ke dalam tubuh melalui:
a.
Penetrasi lewat insang.
Insang
secara konstan terbilas dengan air yang mungkin mengandung patogen dan insang
dilapisi oleh mukus yang tipis. Selain itu, insang tersusun atas lapisan sel
yang lembut dan hanya satu lapis yang memisahkan sistem peredaran darah dan
lingkungan sehingga menjadi tempat penting bagi masuknya patogen.
Patogen
masuk dengan cara penempelan partikel ke permukaan se insang dan diikuti
penelanan (engulfment) oleh sel
epitel dan ditransferkan ke fagosit mononuklear.
b.
Penetrasi lewat gastrointestisial (GI)
Rute
ini digunakan sebagai rute masuk ke dalam inang oleh banyak patogen ikan. Akan
tetapi, bagi Vibrio anguillarum dan Aeromonas salmonicida, GI bukanlah rute
yang biasa karena kedua bakteri tersebut tidak mampu menghadapi sekresi stomach
dan melewati epitel usus. Infeksi patogen yang melewati GI adalah E. tarda,
Y. ruckeri, dan A. hydrophila.
c.
Penetrasi lewat kulit
Kulit
merupakan pintu masuk bagi V.
anguillarum.
d.
Penetrasi lewat jalan lain
Olfactory sac pada channel catfish merupakan jalan bagi E. ichtaluri. Mata dan telur merupakan jalan bagi R. salmoninarum.
2. Post Entry (Penyebaran)
Systemic
infection merupakan infeksi patogen yang disebarkan ke berbagai organ dan
jaringan lewat darah sebagai sel bebas atau via sel fagosit terinfeksi.
Kecepatan organ-organ dikolonisasi patogen tergantung pada dosis infeksi yang masuk ke tubuh ikan dan laju patogen bermultipikasi dalam jaringan. Sebagai
contohnya, V. anguillarum, pada 72
hpi (hours post infection) terdapat
pada organ ginjal, hati, dan limpa dengan jumlah bakteri sebanyak 106-109
sel/gram. Pada P. piscisida ditemukan
di indang, perut, empedu, dan ginjal setelah 72 hpi.
Tabel
jumlah V. anguillarum dalam jaringan
Ayu (Plecoglossus altivelis) yang
dinfeksi melalui water-borne method.
Jaringan
|
Log jumlah V. anguillarum/
1 gr jaringan
|
|||||
Hpi
|
||||||
6
|
12
|
24
|
36
|
8-45 (sekarat)
|
48 (mati)
|
|
Kulit
|
-*
|
2.4
|
4.7
|
7.4
|
7.4
|
8.4
|
Lendir
|
-
|
-
|
2.5
|
5.6
|
6.8
|
7.5
|
Limpa
|
-
|
-
|
3.5
|
6.4
|
8.6
|
9.0
|
Hati
|
-
|
-
|
2.7
|
5.8
|
7.5
|
8.7
|
Insang
|
-
|
-
|
-
|
4.5
|
7.0
|
7.6
|
Usus
|
-
|
-
|
-
|
-
|
7.4
|
6.9
|
Tabel
V. anguillarum dalam jaringan ikan
Ayu yang diinfeksi melalui water-borne
method.
Jaringan
|
Sel V. anguillarum/ jaringan ikan
|
||||
Hpi
|
|||||
6
|
12
|
24
|
36
|
8-45 (sekarat)
|
|
Kulit
|
-
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Lendir
|
-
|
-
|
+
|
+
|
+
|
Limpa
|
NE*
|
-
|
+
|
+
|
+
|
Hati
|
NE*
|
-
|
+
|
+
|
+
|
Insang
|
NE*
|
-
|
-
|
+
|
+
|
Usus
|
NE*
|
-
|
-
|
+
|
+
|
Tabel
keberadaan A. salminicida dalam darah
Ikan Atlantik Salmon yang dinfeksi melalui rute oral, insang, lateral line, flank, anus, dan permukaan ventral.
Hpi
|
Jalur infeksi
Hpi
|
|||||
Pakan
|
insang
|
LL
|
Flank
|
Anus
|
Ventral
|
|
2’
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5’
|
-
|
-
|
-
|
+
|
+
|
-
|
10’-1h
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2h
|
-
|
+
|
+
|
+
|
+
|
-
|
3h
|
-
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
4h
|
-
|
+
|
-
|
+
|
+
|
+
|
5-9h
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Tabel mortalitas (%) pada Ikan Atlantik Salmon yang diinfeksi A.
salmonicida melalui oral, insang, LL, flank,
anus, dan ventral surfaces.
Dpi
|
Jalur infeksi
Hpi
|
|||||
Pakan
|
insang
|
LL
|
Flank
|
Anus
|
Ventral
|
|
1-4
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
5
|
0
|
25
|
0
|
0
|
0
|
0
|
6
|
0
|
75
|
50
|
0
|
50
|
25
|
7
|
0
|
-
|
0
|
25
|
25
|
25
|
Total
|
0
|
100
|
50
|
25
|
75
|
50
|
3. Mekanisme Survival pada tubuh ikan
a.
Survive
menghadapi faktor-faktor humoral.
Sebagai
contoh, A. salmonicida, serum
resistensi berkaitan dengan adanya lapisan protein A (A layer) yang emlindungi sel dan LPS yang melewati A layer.
Struktur tersebut mencegah akses komplemen ke lokasi target yang cocok pada A. salmonicida. Kemungkinan lain yang
menyebabkan bakteri mampu bertahan adalah sialic
acid yang memiliki kuantitas yang berlebih pada A. salmonicida sehingga mampu melindunginya dari ektivitas
komplemen.
b.
Survival dalam sel-sel fagositik
Pada
ikan, sel-sel fagositik terdiri dari granulosit (terutama neutrofil) dan mononuclear phagosite (jaringan makrophage). Netrofil melakukan penelanan
bakteri lalu terjadi opsonisasi dengan komplemen atau antibodi dan terjadi respiratory burst. Sebagai akibatnya
terjadi pembengkakan dan pada akhirnya akan lisis (pecah). Macrophage menyebar
pada jaringan-jaringan usus, insang, ginjal, limpa, dan jantung.
E. ictaluri yang berupa virulent strain lebih siap dan cepat
menempel pada phagositik sel dibandingkan yang avirulent strain. LPS dan lapisan protein A yang memfasilitasi
penempelan dan melindunginya melawan kondisi lingkungan tidak menguntungkan
(asam) dan aktivitas enzim hidrolitik dalam phagolysosome. LPS juga menekan
respon respiratory burst dalam
neutrofil ikan.
Avirulent strain lebih rentan terhadap
penelanan dan penghancuran oleh makrophage dibandingkan dengan yang virulent strain. Peran lapisan protein A
pada virulent strain, sedangkan avirulent strain tidak punya lapisan
protein A. Virulent strain lebih
resisten terhadap penghancuran oleh superoksida anion (produk respon respiratory burst). Toksin 25 kDa
phospholipase memperlihatkan aktivitas leucocytolyitic
khususnya bila bisa bergabung dengan LPS.
4. Faktor-faktor birulensi yang berperan pada
pertumbuhan sel bakteri pada inang
Ketika
patogen mampu memperoleh kebutuhan-kebutuhan untuk pertumbuhannya dari inang
maka patogen tersebut mampu menginfeksi (sukses). Faktor yang mempengaruhi
virulensi adalah:
1.
Kebutuhan zat besi (iron)
Iron
dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri tetapi supply
di dalam jaringan inang terbatas karena adanya glikoprotein pada inang
(transferin dan laktoferin) yang mengikat iron sangat kuat siderophorenya.
Untuk itu bakteri harus memproduksi iron-gathering
substances yang bisa berkompetensi
dengan transferin.
Gen
pengkode iron scavenging pada V. anguillarum terletak pada plasmid dan
beberapa pada kromosom. Sistem pemenuhan kebutuhan iron difasilitasi oleh
molekul siderophore dan iron regulated outer membrane protein (IROMP)
yang berperan sebagai receptor untuk
siderophore. Bila bakteri kehilangan plasmid pembawa virulensi maka virulensi
akan menurun.
2.
ECP (Extracellular product)
Sebagai
contohnya V. anguillarum menghasilkan
protease, hemolisin, cytosin, dan dermatosin. A. salmonicida menghasilkan protease, hemolisin, cytosin,
dermatosin, dan phospholipase. Y. ruckeri
menghasilkan protease, hemolisin, dan dermatosin.
ECP
menyebabkan gangguan mekanisme pertahanan, lisis sel, dan hidrolisis jaringan
tubuh sehingga memfasilitasi penyebaran patogen dalam tubuh inang dan
melepaskan nutrien yang dibutuhkan oleh patogen.
Beberapa
contoh ECP yang telah dimurnikan adalah 70
kDa protease (caseinase) pada A.
salmonicida sehingga resisten terhadap semua serum protease inhibitor
kecuali α
2-makroglobulin, mencairkan jaringan tubuh inang, menggumpalkan darah, lethal
pada ikan pada 2-4 µg/g
ikan, 20 kDa phospholipase pada A. salmonicida sehingga memiliki
hemolitik untuk eritrosit dan lethal 45 µg/g
ikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar