Kamis, 06 Maret 2014

materi kuliah POA (Penyakit Organisme Akuatik) IPB versi catatan kuliah

DILARANG KERAS MELAKUKAN COPY PASTE... JANGAN RUGIKAN DIRI ANDA SENDIRI!!! POSTINGAN INI HANYA SALAH SATU JALAN UNTUK MEMPERMUDAH KALIAN MENCARI LITERATUR. UNTUK LEBIH LENGKAPNYA SILAHKAN LIHAT DAFTAR PUSTAKA N SEARCHING SENDIRI... SEMUA SUMBERNYA TERSEDIA DI GOOGLE... HEHEHEHEH,,, :)



PENDAHULUAN
(OLEH DR. MUNTI YUHANA)
Penyakit ikan adalah suatu proses yang menunjukkan adanya suatu kelainan atau penyimpangan dari ciri ikan yang normal disertai dengan penurunan fungsi-fungsi fisiologis. Penyakit menyebabkan kerugian pada populasi budidaya dan materi bagi petani. Penyakit disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik, sifatnya menular dan tidak menular. Beberapa jenis penyakit bersifat endemik dan lainnya bersifat epidemik.
Tabel estimated economic losses since the emergence of certain disease in penaeid shrimp aquaculture.
Virus
Year emergence to 2001
Product loss (US dollars)
WSSV-Asia
1992
4-6 billion
WSSV-Americas
1999
> 1 billion
TSV
1991-1992
1-2 billion
YHD
1991
0.1-0.5 billion
IHHNV
1981
0.5-1 billion (includes Gulf of California fisheries losses for 1989-1994)
GEJALA IKAN SAKIT
1.      ABNORMALITAS RESPON REFLEKS
-          Refleksi lari terutama ketika tersorot cahaya, hendak ditangkap, gangguan pada kolom air, dll.
-          Refleksi mata, ketika posisi perut (ventral) di atas dan dorsal (punggun) di bawah, pupil ikan sehat akan mengarah ke atas (ventral).
-          Refleksi ekor, ketika ikan direbahkan pada salah satu sisi, ikan sehat ekornya akan tegak dan mengembang seperti kipas.
-          Refleksi bertahan, lebih kepada usaha ikan untuk berontak dan melepaskan diri pada saat tertangkap.
2. ABNORMALITAS BERDASARKAN WARNA DAN PERFORMANCE
-          Melanisasi: pada insang, sirip, dan sisik.
-          Munculnya spo t (white, black, reddish, dll).
-          Warna tubuh memucat.
-          Adanya inflamasi (peradangan), pendarahan, luka, borok, dropsy (perut membengkak).
-          Pertumbuhan lambat/ abnormalitas formasi tulang dan rangka.
-          Laju mortalitas yang tinggi.
3. ABNORMALITAS PADA TINGKAH LAKU
-          Kejang otot.
-          Whirling (berputar-putar mengejar ekor).
-          Lost orientasi (berenang kacau).
-          Tidak responsif pada pakan dan gangguan.
-          Selalu mengambang, dan
-          Selalu diam di dasar.
4. ABNORMALITAS PADA ORGAN DALAM
-          Hiperemia: jumlah darah bertambah banyak pada sebagian organ tubuh,
-          Nekrosis organ dalam,
-          Abses (bisul) pada organ dalam,
-          Perubahan warna organ dalam,
-          Ascites, mucus dalam rongga perut,
-          Hipertropi (bertambah besar sel)/ atropi (menyusutnya sel) jaringan,
-          Neoplasia, pertumbuhan jaringan yang abnormal dan berlangsung secara kronis,
-          Nekropsi insang. Pelekatan antara lamela insang.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERENTANAN IKAN TERHADAP PENYAKIT:
-          Spesies ikan, beberapa agen patogen bersifat spesifik pada ikan jenis tertentu.
-          Umur ikan, larva dan juvenile lebih rentan terserang penyakit dibandingkan adult stage,
-          Genetic, beberapa spesies ikan memiliki galur/ strain yang sensitivitasnya terhadap infeksi suatu patogen berbeda-beda,
-          Stress, ikan dalam tingkat stress yang lebih tinggi lebih rentan terhadap serangan penyakit,
-          Sistem kultur, transmisi penyakit sistem monokultur lebih cepat terjadi dibandingkan dengan sistem polikultur.
PENYEBAB PENYAKIT:
-          Penyakit non infeksi: malnutrisi, kualitas lingkungan yang buruk, keracunan, keturunan.
-          Penyakit infeksi: virus, bakteri, cendawan, organisme metazoan, dan organisme protozoa.
Hubungan inang-patogen-lingkungan

penyakit
DINAMIKA PENYAKIT
Interaksi inang-patogen-lingkungan

Patogen:
Infectivity
Virulensi
Pathogenity
Viability
Strain

Host:
Species
Age
Strain
Nutritional status
Population density
 








DISEASE POTENTIAL


Environmental:
Temperature
Oxygen concentration
Water alkalinity
Toxicants
Seasin
 







D = H(A+S2)
H = Spesies or strain of host
A = Etiological agent
S = Environmental stressor
D = Disease

Hubungan antar mortalitas kumulatif dengan waktu

A
Oxygen depletion or lethal toxicant

C
External parasites, low-virulence bacteria, porr environmental conditions, or chronic exposure to pollution

B
Highly virulent bacteria or virus infection
 





Cumulative mortality (%)

Time (days)

Tabel range of temperature, tolerance, optimum temperature for growth and spawning temperature of selected culture fish.

Temperature (0C)
Range
Optimum
Spawning
Atlantik salmon
1-24
10-17
7-10
Channel catfish
4-35
28-30
25-27
Common carp
4-35
23-30
13-27
Eel
4-35
25-28
16-27
Milk fish
10-35
25-35
23-32
Tilapia
15-35
23-32
23-32
Walking fish
13-38
20-30
20-30
Tabel water quality criteria for optimum fish health management of fish (mg/L, exept for pH)
Characteristic
Unit
Oxygen
5-saturation
pH
6.5-9
Ammonia (in-ionized)
0-0.02
Calcium
10-160
Carbondioxyde
0-15
Iron (total)
0-0.5
Manganese
0-0.01
Nitrate
0-3.0
Phosphorus
0.01-3.0
Zinc
0-0.05
Total hardness (CaCO3)
10-200
Total alkalinity (CaCO3)
10-400
Nitrogen (gas saturation)
< 100%
Total solid
50-500
FAKTOR PEMICU PENYAKIT
-          Stress, perubahan lingkungan yang tiba-tiba, handling yang salah, adaptasi yang tidak sempurna.
-          Padat tebar yang terlalu tinggi, transmisi penyakit dari satu individu ke individu lainnya lebih mudah terjadi dalam wilayah budidaya yang padat dan rapat.
-          Sanitasi yang buruk
-          Biosecurity yang lemah.
Bagaimana penyakit dapat didiagnosa?
-          Dari gejala klinis yang muncul.
-          Laboratorium analisis.
HEALTH ASSESSMENT
Penilaian/ pengecekan kesehatan ikan secara rutin adalah komponen manajemen hatchery yang baik.
Tabel diagnostic level descriptions adapted for use in shrimp hatchery systems.
Level 1
Observation of animal and environment. Examination based on gross features.
Level 2
More detailed examination using light microscopy and squash mounts, with and without staining, and basic bacteriology.
Level 3
Use more complex methods such as molecular techniques and immunodiagnostics (PCR, dot blots etc.)

FAKTOR KUALITAS LINGKUNGAN
-          Suhu dan temperatur
-          Kelarutan oksigen
-          Padatan tersuspensi
-          Kelarutan gas jenuh
-          Kelarutan zat-zat beracun (ammonia, H2S, nitrit)
-          Logam berat
-          Polusi dan limbah
-          pH perairan
-          kelimpahan plankton
-          intensitas cahaya
THE NUTRITIONAL BASIC OF HEALTH MAINTENANCE
Nutrisi: survival, growth, reproduction.
Traditional aquaculture: pakan alamià organis or anorganic fertilizer
Advanced aquaculture: manufactured feed (protein, lemak, karbohidrat, fiber, vitamin, mineral)
Deficiency: nutritionally related disease, lowered disease resistence
Ex. Broken back syndrome pada channel catfish akibat kekurangan vitamin C. katarak akibat kekurangan riboflavin.
FAKTOR NUTRISI
-          Kekurangan asam amino essensial (hypoproteinemia) yaitu lysine, tryptophan, methionine, histidin, leusin, isoleusine, arginin, valine.
-          Kekurangan mineral essensial
-          Kekurangan asam lemak essensial, yaitu asam lemak linoleat dan asam lemak linolenat.
-          Faktor anti-nutrisi pada bahan pakan
-          Mikotoksin pada bahan pakan, ex: aflatoksin, ochratoksin, versicolorin A, fumonisin.
BEBERAPA GEJALA KEKURANGAN ASAM AMINO ESSENSIAL PADA IKAN
Jenis asam amino
Spesies ikan
Akibat defisiensi
Lysine
Oncirhynchus mykiss
C. carpio
Erosi sirip ekor dan dorsal, mortalitas tinggi, kelainan formasi tulang
Tryptophan
O.mykiss
O. nerka
O. kisutch
Kelainan formasi tulang, katarak, erosi sirip ekor, turunnya kadar lemak daging
Methionin
O.mykiss
Salmo salar
Katarak
Histidine
C. carpio
Lordosis dan mortalitas tinggi
Leucine
C. carpio
-sda-
Isoleucine
C. carpio
-sda-
Arginine
C. carpio
-sda-
GEJALA DEFESIENSI ASAM LEMAK ESSENSIAL PADA IKAN
Spesies ikan
Gejala defisiensi
O. mykiss

Mortalitas tinggi, kadar air pada otot meningkat, erosi pada sirip, haemoglobin turun, hatching rate rendah
O. kisutch
Kadar lemak paa hati tinggi (hepatosomatic index), hati membengkak, mortalitas tinggi
C. carpio
Mortalitas tinggi, hepatosomatic index, hati membengkak
A. japonica
Mortalitas tinggi
O. niloticus
hepatosomatic index, hati membengkak
Pagrus major
hepatosomatic index, Mortalitas tinggi, hatching rate rendah, pertumbuhan menurun
Lates calcalifer
Pertumbuhan menurun, FCR meningkat, sirip merah
S. maximus
Degradasi epitel insang, pertumbuhan menurun, mortalitas tinggi
C. idella
Pertumbuhan menurun, efisiensi pakan rendah (FCR tinggi)
GEJALA TOKSISITAS MINERAL PADA IKAN
Jenis mineral
Spesies ikan
Gejala toksisitas
Zn
C. carpio
Pertumbuhan terhambat konsetrasi > 300 mg/kg
Cu
I. punctatus
Pertumbuhan terhambat konsetrasi > 15 mg/kg
Se
O.mykiss
FCR rendah, mortalitas tinggi konsentrasi > 13 mg/kg
Cd
C. carpio
Skoliosis, hiperaktif, kalsium pada tulang rendah
Pb
O.mykiss
Kelainan formasi tulang, black tail, anemia, degenerasi sirip ekor
Cr
O.mykiss
FCR tinggi, pertumbuhan lambat
JENIS MIKOTOKSIN DAN GEJALANYA PADA IKAN
Mikotoksin
Penghasil
Gejala primer pada ikan
Aflatoksin
A. Flavus
Karsinoma hati
Asam siklopiazonat
A. Flavus, A. versicolor
Kerusakan ginjal dan lambung
Ochratoksin
A. ochraceus
Nekrosis ginjal dan hati
Versicolorin A
A. versicolor
Merusak hepar, kanker
Fumonisin
Fusarium monoliforme
Mengganggu metabolisme
deoxynovalenol
F. graminearum
Kehilangan nafsu makan

Jenis vitamin
Gejala defisiensi pada ikan
Vit A/ retinol
Kebutaan, atropi lamela insang
Vit E/ tocopherol
Eritrosit rapuh, anemia, lemas
Vit K
Pembekuan darah lambat
Vit D/ cholecalsiferol
Demineralisasi tulang dan jaringan, nafsu makan rendah
Vit B1/ thiamin
Pertumbuhan ikan terganggu
Vit B2/ riboflavin
Struktur tulang berubah, kerusakan mata, nafsu makan rendah
Vit B3/ niacin
Kelainan kulit dan integument
Vit B5
Nekrosi insang, opercula bengkak
Vit b6/ pyridoxine
Kejang, mortalitas tinggi
Vit B12
Anemia
Vit C
Haemoragi, kelainan formasi tulang

FAKTOR LINGKUNGAN DAN GEJALANYA
FAKTOR
Gejala
Suhu
Hipotermia, metabolisme rendah
Oksigen
Hipoksia, kematian massal
Gas jenuh
Emboli, keracunan gas
TSS
Mengganggu respirasi dan pergerakan
H2S
Iritasi, keracunan darah
Ammonia
Hiperplasia, gangguan osmoregulasi
Nitrit
Hipoksia dan brow blood syndrome
Nitrat
Gangguan pertumbuhan
CO2
Hipoksia, keracunan
Logam berat
Kerusakan pada vertebral dan lamella
Alga
Keracunan dan gangguan syaraf

Yulin 2003.
Crane et al 2004.

PENYAKIT BEKTERIAL
(OLEH DR. MUNTI YUHANA)
Where do bacterial infection come from?
Ada dua tipe bakteri patogen (bakteri penyebab penyakit pada ikan):
-            Primary or obligate pathogens: patogen yang bukan merupakan bagian dari flora normal akuatik dan dapat menyebabkan penyakit pada individu ikan yang sehat, misalnya Renibacterium salmoninarum.
-            Opportunistic pathogens: normally free living di ikan atau di air, tetapi dapat menjadi patogen pada kondisi tertentu. Banyak diantaranya saprofitik, hidup di bahan-bahan organic (ikan mati), feces. Typically, Aeromonas hydrophilla, Pseudomonas and Vibrio.

ENTERIC SEPTICEMIA
Nama penyakit: enteric septicemia, enteric septicemia of catfish, ESC.
Agen penyebab: Edwarsiella ictaluri.
Sebaran geografis: USA, Thailang (Asia Tenggara).
Spesies inang: American catfish (Ictalurus sp.), lele (Clarias sp.), dan blue tilapia (Tilapia aurea).
Epizootiology: pada infeksi akut, penyakit ESC menunjukkan tanda seperti pada penyakit bacterial septicemia lainnya dan menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi akibat kematian yang cepat. Pada infeksi kronik, perkembangan penyakit lambat dan menyebabkan penyakit “hole-in-the-head” sebagai akibat masuknya bakteri dari air atau lumpur dan berkembang pada olfactory otak. Suhu optimal berkembangnya penyakit ini adalah 25-300C.
Tanda-tanda penyakit: nafsu makan berkurang dan berenag di permukaan dengan gerakan berputar. Luka bagian eksternal meliputi hemoragi sekitar mulut, pada bagian lateral dan ventral tubuh dan sekitar sirip. Insang pucat, exopthalmia. Pada bagian internal, terdapat pengumpulan cairan darah pada rongga perut dan otot. Terjadi pembesaran hati, ginjal, dan limfa.
Prosedur diagnosa penyakit:
Diagnosa didasarkan pada pengamatan ciri-ciri gejala klinis, isolasi dan identifikasi patogen. Isolasi diawali dari ginjal atau luka di kepala (otak) pada media agar TSA, agar McConkey, agar darah, atau EIM (Edwardsiella isolation medium), suhu 300C, selama 48-94 jam. Bakteri berbentuk batang pendek, Gram Negatif, cytochtome oksidase negatif, indole negatif, nonmotil atau motil sangat lemah, tidak membentuk H2S. Aglutinasi test (slide glass atau microtiter) dengan antiserum Edwardsiella ictalurii.

EDWARDSIELLA TARDA SEPTICEMIA
Nama penyakit: Edwardsiella septicemia.
Agen penyebab: Edwardsiella tarda.
Distribusi geografis: USA dan Asia.
Spesies inang: channel catfish (Ictalurus punctatus), ikan mas (C. carpio), mas koki (C. auratus), Chinook salmon (Oncorhynchus tshawyscha), eel air tawar (Anguilla japonica), dan tilapia (Sarotherodon niloticus).
Epizootiology: infeksi banyak terjadi ketika suhu air tinggi (300C atau lebih) dan kandungan bahan organic tinggi. Bakteri berasosiasi dengan berbagai invertebrata akuatik dan vertebrata akuatik. Diduga bahwa E. tarda adalah bagian dari flora normal yang hidup pada permukaan tubuh ikan tertentu.
Tanda-tanda penyakit: pada channel catfish, penyakit diawali luka kecil pada kulit yang berkembang menjadi abscess (bengkak) besar pada otot. Abses tersebut berisi gas berbau busuk dan jaringan nekrosis. Umumnya bentuk infeksi septisemia muncul pada catfish atau ikan lainnya. Pada tilapia, ditandai dengan pudarnya warna, cairan darah pada rongga perut, hemoragi pada anus dan mata menjadi gelap. Bintik-bintik putih pada ginjal, hati, limfa, dan insang.
Prosedur diagnosa penyakit: diagnosa didasarkan pada pengamatan ciri-ciri gejala klinis, isolasi dan identifikasi patogen. Isolasi awal dari ginjal pada media agar darah (blood agar) atau TSA, suhu 30-350C selama 24-48 jam. bakteri berbentuk batang pendek, Gram Negatif, motil cytochrome oxydase negatif, memfermentasi glukosa, koloni bulat, katalase positif, dan memproduksi H­2S. imunologi test: aglutinasi test (slide atau microtiter) dengan antiserum E. tarda dan fluorescenst antibody technique (FAT).
Reservoir: vertebrata, invertebrate (large reservoir), air, dan lumpur.
Transmisi: horizontal.
Pathogenesis: pertumbuhan lambat, mortalitas (5-50%) kecuali ada stressor.
SNI 7663:2011. JUDUL: Identifikasi Edwardsiella tarda secaraa morfologis, fisiologis, dan biokimia.

BACTERIAL GILL DISEASE
Nama penyakit: Bacterial gill disease.
Agen penyakit: flavobacterium branchiophila.
A number of bacteriae can be associated with bacterial gill disease, but the ones encountered most frequently belong to the genera Flavobacterium, Flexibacter, and Cytophaga.
Sebaran geografis: seluruh dunia, terutama pada fisilitas akuakultur.
Spesies inang: semua jenis salmon dan ikan air tawar lainnya.
Epizootiology: infeksi bacterial giil disease dikaitkan dengan stressor seperti kepadatan tinggi, oksigen rendah, dan konsentrasi amoniak tinggi. Bacterial gill disease menyerang pada semua stadia ikan. Bakteri diduga ada di dalam air atau sedimen. Masa inkubasi BGD bervariasi bergantung pada stressor. Infeksi yang berat dapat menyebabkan kematian lebih dari 50%.
Tanda-tanda penyakit: tanda-tanda klinis meliputi ikan lemah, nafsu makan kurang, aktifitas insang meningkat, operculum insang mengembang, filamen-filamen insang menyatu. Secara histology, hiperplasia epitel lamella insang yang menyebabkan penyatuan lamella-lamella insang.
Prosedur diagnosa penyakit: istolog didasarkan tanda-tanda klinis bersamaan dengan pengamatan dari preparat basah lamella insang untuk hiperplasia insang dan keberadaan bakteri. Pengamatan imunologis dengan FAT dan istology dengan melihat proliferasi epitel lamella insang, pengumpulan dan penyatuan lamella insang.

ENTERIC REDMOUTH DISEASE
Agen: Yersinia ruckerii
Diisolasi dari rainbow trout pada 1950’an.
Gram 9-0, motile, temperatur 13-270C.
Kultivasi: standar media 22-250C, cytochrome ox(-), no gas H2S, fermentasi glukosa.
Epizootiology: asal dari USA (Idaho), menyebar ke seluruh dunia terutama rainbow trout dan cyprinids.
Reservoir: carrier fish dan natural host.
Transmission: horizontal.
Pathogenesis: akut, kronis, carier, masa inkubasi 5-10 hari pada suhu 13-150C.
Faktor lingkungan: stressor, DO rendah, lingkungan buruk, suhu < 140C.
Patologi: ikan yang terinfeksi berwarna gelap, hemorragi pada jaringan kepala dan mulut.
Histology: akut bakterimia, inflamasi pada seluruh organ.
Deteksi/ diagnosa: isolasi ke TSA atau BHS pada suhu 20-250C selama 24-48 jam.
Diagnosa: presumptive: gram (-), rod, cytox (-), H2S (-). confirmativeL serology.
Control: preventif: hygiene ditingkatkan, deteksi carier, dan imunisasi. Pencucian telur 25 ppm iodophores, sulfa merazine, OTC 20 g/100 kg pakan, 5 g/100 kg pakan/ hari, 5 hari.
Diagnosa: media BHiA atai TSA pada suhu 20-250C selama 24-48 jam.
1.  Presumptive diagnosa:
-Tumbuh pada media BHiA atau TSA, batang pendek, non motil, Gram negatif, oksidase positif, glukosa positif, gelatinase positif, membentuk “brown diffusion pigment” yang membuat medianya berwarna kecokelatan.
-ELISA
2. Confirmative diagnosa
FAT dan aglutinasi (micro titer atau slide).

BACTERIAL COLDWATER DISEASE (BCWD)
Peduncle disease
Infeksi septicemia serius di Hatchery salmon.
Agen penyebab: Cytopaga psycrophilla, atau dikenal juga sebagai Flexibacter psychrophilus.
Penyebaran: USA, Eropa, dan Jepang.
Gram (-), bacteria, (1.5-7.5 c 0.3-0.75 µm). kultur: tumbuh baik pada media Cytopaga agar atau broth, koloni kuning, temperatur optimum 150C.
Epizootiologi: menyerang ikan muda dari salmon.
Reservoir: infected dan carrier fish.
Trasmisi: vertikal )adultàeggsàoff spring).
Faktor lingkungan: terjadi pada suhu rendah (7-100C), mortalitas meningkat pada fase awal fry (30-50%), over crowded, dan bahan organik yang tinggi.
Patologi: external lesion pada fin, skin, muscle, ekor rusak putus, dan gelap.
Diagnosis: presumptive: microbiological test, Gram negatif, growth on cytophaga agar. Confirmative: serologi.
Control: pencegahan hanya dengan menghindari terjadinya infeksi, tidak ada vaccine, prophilactik dengan formalin. Terapi OTC 10-15 mg/L, 50-70 mg/ kg ikan /hari.

PSEUDOMONAS SEPTICEMIA
Agen: Pseudomonas fluorescence. Pseudomonas yang lain Pseudomonas anguilliseptica, dan P. chlororaphis.
Umumnya sebagai patogen sekuder dan gejala yang muncul susah dibedakan dengan Aeromonas septicemia.
Bakteri air, tanah, batang (-), motil, 18-250C, cytox (+), catalase (+), aerob.
Kultur: standar media, koloni bulat, mudah dilihat di bawah sinar uv dengan adanya green pigment.
Epizootiologi: semua jenis ikan.
Transmisi: horizontal.
Patologi: hemoragi dan nekrosis pada organ internal, lesi pada organ external, pigmentasi hilang.
Control: oxyt 50-75 mg/kg pakan/ hari, 10 hari tidak ada vaksin.

STREPTOCOCCAL DISEASE
Nama penyakit: streptococcus.
Penyebab: Streptococcus sp.
Sebaran geografi: USA, Asia, dan Afrika.
Spesifik inang: tidak mempunyai spesifik inang, penyakit ini menginfeksi ikan air payau, laut, dan air tawar.
Epizootiologi: menyebar dari ikan ke ikan lain lewat kanibalisme dan air. dapat diisolasi dari bagian otak. Stress menyebabkan peningkatan infeksi.
Tanda-tanda: hemoragi, pendarahan di sekitar mulut, operculum, dasar sirip, abdomen membesar dan rongga mulut berisi cairan darah. Mata menonjol dan pendaraha. Hati pucat dan liver merah kehitaman. Ikan terinfeksi sering berenang berputar-putar.
Diagnosa: Gram (+), coccus, non motil, cytochrome oksidase negatif, dan katalase negatif.

VIBRIOSIS
Nama penyakit: vibriosis.
Agen penyebab: Vibrio sp.
Sebaran geografis: seluruh dunia terutama lingkungan laut.
Spesifik inang: ikan, krustase.
Epizootiologi: infeksi terjaid karena transmis dari ikan ke ikan. “portal of entry”: integument, insang, dan saluran penceranaan.
Tanda-tanda penyakit: gejala penyakit vibriosis sangat tergantung pada spesies Vibrio  yang menginfeksi, inang, dan lingkungan perairan.
Vibrio anguillarum: tanda eksternal menampakkan hemoragi pada dasar dan sirip, sekeliling mulut dan insang. Internal: hemoragi dan nekrosis pada organ dalam.
Vibrio ordalii: tanda eksternal dan internal mirip V. anguillarum. Bakteri terutama menginfeksi jantung, otak, insang, dan saluran penceranaan. Menampakkan koloni-koloni kecil dalam jaringan yang terinfeksi.
Faktor virulensi: strain yang berbeda dari Vibrio mempunyai satu atau lebih mekanisme untuk menekspresikan dalam tubuh inang. Strain-strain dari v. angillarum yang virulensinya tinggi mempunyai plasmid yang memungkinkan bakteri mendapatkan unsur besi (iron) untuk metabolismenya. Strain yang virulensinya tinggi tahan terhadap bakterisidal dari srum dan mengaglutinasi eritrosit. Hemolisin, cytolisin, protease, dan bahan-bahan toksik ekstraseluler lain dimiliki oleh beberapa Vibrio. Produksi colagenase (ex. V. vulnificus dan V. alginolyticus).
Vibrio harvery pada udang: Gram negatif, batang pendek, bengkok atau lurus (1.5-1.4x0.5-1.0 µm), motile, berflagel, anaerobic fakultatif, suhu 30-350C, salinitas 20-30 ppt, oksidase positif, fermentasi terhadap glucose, dan sensitive vibriostatik 0/129, Lumisnescent vibriosis.

PARASIT PADA IKAN
(OLEH SRI NURYATI)
Parasit pada ikan adalah protozoa dan metazoa.
1. Protozoa merupakan anggota terkecil dari dunia hewan dan uniseluler yang artinya anatomi protozoa pada dasarnya terdiri satu sel. Protozoa parasitik adalah Sarcomastigophora, Ciliophora, dan Cnidospora.
2. Metazoan: adalah hewan bersel banyak (multiseluler). Ada 6 phyla yang bersifat parasit, yaitu: Platyhelminthes (Monogenea, Digenea, dan Cestode), Aschelminthes (Nematode), Acanthocephala, Mollusca (Kelas Lamellibranchiata, stadia Glocidia), Annelida (Kelas Hirudinea), dan Arthropoda (kelas Crustacea).
Protozoa parasitik: sebagian besar protozoa memanfaatkan permukaan luar atau jaringan internal pada integument ikan sebagai lingkungan hidupnya. Banyak protozoa ektokomensal yang menggunakan integument ikan sebagai substrat, tetapi dalam jumlah yang banyak dapat mengganggu fungsi kulit. Protozoa lainnya merupakan parasit obligat pada epitel kulit dan insang serta mampu menimbulkan penyakit dan kematian pada ikan.
a.       Flagellata
Protozoa berflagella (Mastigophora) seringkali menjadi ektoparasit yang cukup berbahaya. Contohnya Oodinium (spesifik pada air tawar) dan Amyloodinium (spesifiki air laut) merupakan dinoflagellata yang berbentuk pyriform dengan diameter s/d 150 mikron yang sering menimbulkan wabah (epizootic) yang fatal pada ikan budidaya, baik ikan hias mampun konsumsi. Flagellata tersebut mampu menembus kulit maupun insang dan menyebabkan penyakit velvet (velvet disease). Parasit menempel dan memakan sel epitel. Dalam siklus hidupnya, parasit ini mempunyai stadia hidup bebas, yaitu dinospora yang mampu menyebar dalam air dan menemukan inang secara aktif.
Flagellata yang lain yaitu Ichthyobodo necator (Costia necatric) menimbulkan penyakit Costiasis. Distribusi kosmopolitan pada ikan air tawar. Parasit ini berukuran kecil 10-15 mikron panjangnya. Mempunyai stadia hidup bebas dengan dua flagella yang tidak sama panjang. Stadia dewasa tidak mempunyai flagella. Parasit dalam jumlah banyak dapat menimbulkan nekrosis sel epidermal, iritasi, dan hipersekresi lendir ikan.
I. necator menempel pada sel-sel epitelial dan masuk lebih dalam untuk memakan jaringan epitel. Infeksi I.necator mengakibatkan hiperplasia pada sel-sel mucus dan sel-sel chloride. Kerusakan seluler dapat mengakibatkan degenerasi, nekrosis, dan desquamasi yang menghasilkan degradasi dan disintegrasi pada lapisan epitelial. Infeksi berat I. necator sangat berbahaya bagi budidaya ikan-ikan cichlids dan ikan-ikan lainnya. Mortalitas teradi pada ikan-ikan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi baik pada warm water atau cold water.
2. Ciliata
Ichthyophthirius multifilis (sub kelas Holotrichia) adalah penyebab penyakit bintik putih pada ikan air tawar yang bersifat kosmopolitan. Parasit biasanya menginfeksi epidermis, sirip, dan insang, tetapi pada kasus epizootik ditemukan juga pada kornea mata dan epitel hidung dan esofagus. Parasit berbentuk oval atau bulat dengan diameter 0.5-1 mm dan tampak seperti bintik putih di dalam integumen ikan. Parasit berputar secara perlahan dengan bantuan silia uniform yang terdapat di seluruh permukaan tubuhnya.
Parasit ini bisa berakibat fatal pada semua ukuran ikan. Infeksi kronis dapat mengakibatkan kerusakan pada kulit, insang, sirip, dan kornea mata. Infeksi rendah (Low) sampai sedang (Moderate) dapat mengakibatkan kerusakan sel terutama pada area infeksi. Infeksi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan jaringan epitel akibat aktivitas feeding dan expanding oleh parasit ini.
Infeksi berat ditandai dengan eksodusnya parasit dari lapisan epitelial, pertumbuhan parasit optimal yang berakibat erosi dan terlepasnya basal membran. Pada kasus lain, infeksi dapat mengakibatkan lisis pada lapisan epitelial bagian dalam. Infeksi yang berkepanjangan dapat menginduksi proliferasi epitelial dan respon inflamasi yang ditandai dengan terjadinya pendarahan (haemorrhagic).
Ciri identifikasi parasit dewasa adalah makronukleus yang berbentuk U (tapal kuda) dan parasit muda yang mempunyai makronukleus berbentuk bulat. Ketika matang, parasit akan melepaskan diri ke air dari kulit ikan yang menyebabkan erosi epitel serta penebalan kutikula. Ikan berwarna abu gelap sebelum mati akibat kegagalan osmoregulasi. Parasit yang telah keluar dari ikan akan mengkista pada substrat (bebatuan, tanaman air, dinding wadah) dan membelah diri untuk menghasilkan sekitar 2000 tomit yang berukuran 20 mikron.
Kista akan pecah dan mengeluarkan tomit/theront yang secara aktif mencari inang. Masa infeksi tomit sangat terbatas terhadap waktu, dimana pada suhu tropis harus menemukan inang dalam waktu 24 jam. spesies marin penyebab penyakit bintik putih adalah Cryptocaryon irritans.
Chilodonella (spesifik air tawar) dan Brooklynella (spesifik air laut) merupakan ektoparasit yang ditemukan pada sel epitel ikan. Parasit ini mengeluarkan faringnya agar penetrasi pada sel inang mudah dilakukan. Faring juga berfungsi untuk menghisap sel. Sering ditemukan pada suhu rendah (5-100C). Chillodonella memakan hanya bagian luar dari jaringan epitel. Infeksi Chillodonella mengakibatkan hiperplasia pada sel-sel mucus dan sel-sel chloride (sama dengan I. necator). Kerusakan  seluler dapat mengakibatkan degenerasi, nekrosis dan desquamasi yang menghasilkan degradasi dan disintegrasi pada lapisan epitelial.
Infeksi Cryptocaryon pada ikan terlihat jarang, Amyloodinium terlihat sangat padat, dan Brooklynella terlihat mengkoloni di bagian tubuh ikan.
Ciliata sub kelas Peritrichia yang merupakan ektokomensal adalah Ambiphyra (Scypidia) dan Glossatella (Apiosoma). Keduanya memiliki bentuk seperti lonceng tanpa tangkai dan ukurannya hampir sama (s.d. 100 mikron). Habitat parasit tersebut adalah air tawar dan laut. Sedangkan Peritrichia bertangkai (stalk) adalah Epistylis yang sering ditemukan pada ikan air tawar dan sangat patogen bagi ikan. Carchesium, Vorticella, dan Epistylis dapat menempel pada ikan dan menyebabkan telur mati.
Tripartiella, Trichodinella, dan Trichodina merupakan peritrichia yang keadaannya melimpah pada kolam benih dan menimbulkan gangguan yang berarti. Spesies air tawar berukuran lebih kecil (40 mikron), sedangkan spesies air laut dapat mencapai 100 mikron. Siliata sub kelas Suctoria yaitu Trichophyra piscium ditemukan pada insang ikan. Tetrahymena merupakan ciliata hidup bebas yang sering kali menginvasi ikan sehingga timbul reaksi inflamatory pada jaringan ikan yang terkena.
Infeksi berat oleh Trichodinids (T. pediculus) dan Sessile peritrichs (terutama Scopulata spp.) dapat terjadi pada benih ikan cyprinids di hatchery maupun di kolam pendederan. T. nigra, T. mutabilis, dan Apiosoma sering ditemukan menginfeksi ikan-ikan pembesaran. Stres akibat suhu rendah memudahkan terjadinya indeksi ektoparasit terutama pada ikan cichlid. Infeksi Tricodinids (T. epizootica, Apiosoma, Ambyphyra, dan Scopulata) mengakibatkan terjadinya perubahan parameter patologi yaitu erosi pada epitel insang. Trichophyra  mengakibatkan kerusakan sel pada lamella insang, hiperplasia, dan hemoragi terutama pada area yang mengalami kontak langsunga dengan parasit.
3.      Cnidospora
Contohnya Myxosporidea yang menyerang ikan di Indonesia adalah Myxobolus koi, Myxobolus toyamai, Myxobolus artus (ketiganya ditemukan pada ikan mas). Henneguya ditemukan pada ikan labirintisi (gurame, lele, betok). Thelohanellus pada ikan mas, Myxidium pada ikan sidat. Myxosporidea merupakan endoparasit dan memasuki tubuh inangnya melalui rantai makanan.
Penelitian tentang penularan M. artus yang tumbuh pada daging ikan mas dengan menggunakan Oligochaeta sebagai inang antara telah dilakukan di laboratorium. Kista M. artus diambil dari daging ikan mas yang terinfeksi dan spora dikeluarkan dengan memecah kista dan diencerkan dengan akuades. Sejumlah 9000 spora dimangsakan ke 3 jenis Oligochaeta yaitu Limnodrillus, Branchiurus sowerbyi, dan Lumbriculus.
Setelah pemberian spora pada cacing selama 0, 2, 4, da n 6 hari kemudian Oligochaeta dimangsakan pada ikan mas yang berumur 50 hari. Pemberian cacing berspora tersebut dilakukan selama satu minggu. Ikan dipelihara selama dua bulan dan diperiksa dagingnya. Hasil menunjukkan tidak terdapat M. artus semua ikan percobaan, tetapi pada ikan yang diberi Limnpdrillus ditemukanspora Myxosporidea jenis lain.
Penelitian di atas menunjukkan adanya potensi Oligochaeta menularkan Myxosporidea. Penelitian ini juga menunjukkan adanya spesifitas yang tinggi baik pada inang antara maupun inang akhir. Pada sistem kultur ikan, Oligochaeta merupakan makana alami ikan yang sangat baik dari segi nutrisi ikan tetapi mempunyai resiko membawa penyakit. Bagaimana cara mengantisipasi hal tersebut?
1.      Identifikasi Oligochaeta yang akan dimakan ikan. Adanya sifat inang spesifik, serangan parasit dapat ditekan dengan memeriksa spesies Oligochaeta yang tidak menjadi inang antara parasit.
2.      berikanOligochaeta yang berasal dari sistem kultur terkontrol sehingga bebas dari stadia larva parasit.
3.      Berikan Oligochaeta yang telah dimatikan sehingga parasitnya telah mati.
PROTOZOA SISTEM VASKULER
Protozoa darah yang sering ditemukan pada ikan adalah Trypanosoma (mempunyai satu flagella) dan Cryptobia (mempunyai dua flagella). Keduanya dari lintah penghisap darah, Tryanosoma ditularkan oleh lintah Hemiclepsis marginata dan Cryptobia ditularkan oleh Piscicola geometra. Sekali ikan terinfeksi parasit ini mungkin untuk selamanya akan menderita. Cryptobia cyprini ditemukan pada ikan karper, C. branchialis hidup pada insang ikan.
PROTOZOA PADA MATA
Myxosoma hoffmani menginfeksi sklera mata ikan Pimicephalus promelas. M. scleroperca menginfeksi sklera mata ikan Perch air tawar di Amerika. Myxobolus couesius dilaporkan menyerang rongga depan dan iris mata ikan Coesius plumbeus di Kanada.
PROTOZOA PADA SISTEM SYARAF PUSAT
Myxosporidia yang menyerang sistem syaraf pusat adalah Myxobolus neurobius (pada ikan salmon). Myxobolus enchephalica menginfeksi otak ikan karper.
PROTOZOA PADA TULANG IKAN
Sejumlah spesies Myxosporidia menyerang kartilage branchial ikan, misalanya Myxosoma cartilaginis yang terdapat pada kartilage di pangkal sirip dan busur insang ikan centrarchid (Hoffman et al. 1965). Myxobolud aeglefini menyebabkan erosi dan bahkan hipertropi kartilage otak ikan plaice, ikan hache, dan ikan hake serta ikan haddock dari Laut Utara dan Baltic (Sindermann 1970).
Myxobolus cerebralis menginvasi kartilage kepala ikan salmonid dan menyebabkan penyakit ‘whirling’ dan menimbulkan kerugian secara ekonomis pada budidaya ikan rainbow trout di Eropa dan Amerika. Penyebarannya melalui pengapalan ikan trout hidup dan beku yang menyebabkan meluasnya penyebaran parasit ini. Mikrosporidia yang menginfeksi rongga tubuh yaitu Pleistophora dapat membentuk xenoma pada rongga tubuh dan mampu menimbulkan kematian ikan liar dalam jumlah cukup banyak. Ciccidia Eimeria hypophthalmichthys pada karper perak Cina menyerang ginjal, sedangkan E. leucisci pada ginjal Cyprinid Eropa. Eimeria sardinae menginfeksi testis ikan Clupea dan mampu mengakibatkan sterilitas pada ikan sehingga membatasi potensi reproduksi pada ikan tersebut. Mikrosporidia yang ditemukan pada ovary ikan adalah Pleistophora ovaridae mampu menimbulkan kerugian ekonomis pada ikan golden shines karena fekunditas menurun (Summerfelt & Warner 1970). Telur yang terinfeksi parasit dan menetas maka larva yang dihasilkan kemungkinan besar terinfeksi. Transmisi juga bisa terjadi melalui konsumsi spora yang berasal dari ikan yang mati. Protozoa pada daging ikan kebanyakan dari Myxosporidia dan Mikrosporidia. Umumnya tersebar ke seluruh dunia dan menimbulkan kerugian ekonomis.
Infeksi parasit ini menyebabkan nekrosis pada daging ikan hidup sehingga mengalami deteriorasi dan liquefaction post-morterm yang sangat cepat sehingga mutu ikan menjadi rendah. Daging ikan halibut dapat terinfeksi oleh dua macam Muxosporidia yaitu Unicapsula muscularis yang menyebabkan halibut tampak bercacing dan Chloromyxum yang menyebabkan ikan tampak berjamur. Chloromyxum musculoliquefaciens menyerang ikan pedang Jepang, Ikan tuna Yellowfin bisa menderita daging lembek akibat terinfeksi Hexacapsula neothunni.
PROTOZOA PADA SALURAN PENCERNAAN
Schizamoeba salmonis menginfeksi lambung ikan trout tetapi jarang menimbulkan penyakit. Falagellata yang sering menginfeksi usus ikan adalah Hexamita (octomitus). Eimeria subepithelialis merupakan jenis yang berbahaya dan menyebabkan Coccidiasi nodular pada ikan karper. Eimeria carpelli menimbulkan enteritis koksidial pada ikan karper dan seringkali berakibat fatal.


PENYAKIT VIRAL PADA IKAN TELEOSTEI
Teleostei: ikan yang bertulang sejati. Virus lebih berkembang di hewan dan manusia. Virus memiliki partikel inti (DNA/RNA), buka sel tetapi memiliki inti dan selubung yang mengandung protein (envelop) yang berfungsi sebagai pelindung dan membantu penetrasi. Virus hanya hidup di dalam sel dan hidup bebas di udara sehingga bisa menular melalui udara (air born disease). Ketika virus tidak mendapatkan sel maka akan mati karena tidak bisa replikasi dan jika di luar sel, serangan virus lebih mudah diatasi daripada bakteri. Virus tidak memiliki sistem metabolisme sehingga jalur metabolisme tidak bisa dijadikan jalur pengobatan. Untuk bertahan hidup, virus melakukan sabotase pada metabolisme sel sehingga sel menjadi tidak sempurna.
Penanganan: sistem imun ditingkatkan dan sistem imun dibiarkan melawan virus. Interferon adalah sistem imun yang kualitasnya baik. Infeksi yang bersifat laten adalah keberadaan patogen yang ada di dalam tubuh tapi tidak menginfeksi saat sistem pertahanan tubuh baik. Virus adalah parasit obligat (mutlak ada inangnya). Ascites di dalam tubuh dan abses di luar tubuh. Renal tubule adalah bagian ginjal. Cytophatic effect adalah lubang pada jaringan dalam kultur sel. Antigen + antibodi : penetralan. Nama penyakit: koi herpes virus disease (KHVD atau CNGVD (Carp interstitial nephritis and gill necrosis virus disease) nekrosis insang, merusak ginjal dan gangguan pada nefron ginjal. Virus KHV pertama masuk ke Indonesia pada tahun 2002 melalui impor KOI di Blitar lalu menular ke ikan mas di Waduk Cirata dan Jatiluhur. KHV berawal di Israel lalu menyebar ke seluruh dunia. Daerah Cinjaur Selatan (Kadupandan) merupakan daerah yang masih terbebas dari virus KHV. KV3 adalah vaksin dari Israel untuk KHV. Gervikan (Gerakan vaksinasi ikan gratis). Suhu rendah menyebabkan proses vaksinasi tidak berfungsi karena sistem imun tidak bisa bekerja. Tegumen adalah material di luar DNA, bagian antara envelopu dan DNA. Ikosahedral adalah bentuk yang sisinya banyak. Virus menyebabkan kematian massal, cepat, dan pada spesies tertentu. HEPES = BUFFER. Tripsin adalah enzim penghancur ikatan antar sel. Fluorescent dapat dilihat di mikroskop fluorescent. Antibodi primer menggunakan rabbit antiserum (dari kelinci) dan anti bodi sekunder (flourescin-1isothiocyanate-conjugate swine anti rabbit antibodies (dari babi)).
Kelincià rabbit antiserumà babi/ kambingà flourescin-1isothiocyanate-conjugate swine anti rabbit antibodiesà isolasi untuk mendapatkan primer sekunder.
VER=VNN (menyerang syaraf)
Vakuolasi= bolong-bolong (lubang).
CPE=Cytophatic effect.
IFAT (Indirect fluorescent antibody Test). Warna hijau menandakan adanya virus.
Imunohistokimia hasilnyya lebih akurat. Kromogen= pewarna dalam imunohistokimia. Dalam imunohistokimia keberadaan virus ditandai dengan adanya warna merah kecokelatan. Untuk melihat hasilnya dapat menggunakan mikroskop biasa.
cDNA= complement DNA
RT-PCR = mengubah ssRNA menjadi cDNA, lebih stabil dan tidak mudah rusak.


PENYAKIT IKAN KERAPU DAN KAKAP
Larva: VNN (viral nervous necrosis).
Juvenile: Streptococcosis: Streptococcus iniae, iridovirus, T mar.
Cage: parasit: Benemia, Streptococcocus iniae.
VNN (Viral Nervous Necrosis)
Tingkat mortalitas kerapu hinga 80-100%.
Industry pembenihan kerapu dan pembesaran di jatim sangat merugi akibat serangan VNN.
DIAGNOSIS:
Pola renang dan gejala eksternal: ikan berputar.putar/ whirling, berenang horizontal, ikan berada di dasar seperti mati, gerakan tidak normal/alami.
Pembengkakan pada gelembung renang.
Nekrosis dan vakuolasi pada retina mata, otak apabila dilihat dengan mikroskop cahaya.
Pemeriksaan EM, partikel virus melimpah pada sitoplasma sel-sel saraf ikan yang terinfeksi.
Pada larva VNN, terlihat transparan. Pigmen hitam adalah chromatophores.
Identifikasi virus penyebab VNN ini adalah anggota family Nodaviridae. Keluarga Nodaviridae terdapat dua kelompok yaitu jenis Aphanoviridae dan Betanoviridae, kedua jenis ini sangat ganas dalam menginfeksi ikan.
Betanoviridae (family Nodaviriadae) adalah agen penyebab serangan VNN pada budidaya laut. Betanodaviruses adalah virus kecil, berbentuk bola, tidak punya kapsid dengan genom yang terdiri atas dua ikan tunggal (Yukio, 2007).
TRANSMISI/PENULARAN:
Melalui media air (water born-transmitted) dari ikan sakit ke ikan sehat dalam 4 hari.
Nodavirus juga dapat dideteksi dari ikan yang tanpa gejala.
Induk kerapu bisa jadi sumber virus yang dapat ditularkan ke larvanya.
INANG:
Jenis ikan yang terserang VNN: Japanese parrot fish (Oplegnathus fasciatus), redspotted grouper (epinephelus akaara), stripfe jak (Pseudocaranx dentex), Japanese flounder (Paralichthys olivaeeus), tiger puffer (Takifugu rubripes), kelp grouper (Epinephelus moara), barfin flounder (Verasper moseri), varramundi (Lates calcarifer), turbot (Scophthalmus maximus), dan sea bass (Dicentrarchus labrax).
Organ target: mata, otak, ginjal, urat daging, hati, dan insang.
Infeksi di organ otak menyebabkan ikan lumpuh karena sistem saraf kehilangan kendali, gerakan melemah dan menyebabkan kematian.
Sel-sel saraf sebagai target dari protein reseptor VNN.
Jantung dna ginjal juga sebagai organ target VNN berfungsi dalam sirkulasi odan osmoregulasi dari darah.
DETEKSI DINI VNN DENGAN PCR
1. Ekstraksi DNA.
2. Amplifikasi cDNA:
Komposisi pereaksi untuk fisrt PCR (RT-PCR reaction): Premix nested PCR sebanyak 14 µL dan IQzyme 2 unit/ µL sebanyak 1 µL.
Komposisi pereaksi untuk nested PCR: Premix RT-PCR sebanyak 7 µL, IQzyme 2 unit/ µL sebanyak 0.5 µL, dan RT-enzyme mix sebanyak 0.5 µL.
Kondisi PCR (Reverse transcription)
No.
Suhu (0C)
Lama
Jumlah siklus
1
42
30’
1 siklus
2
94
2’
3
94
30”
15 siklus
4
62
30”
5
72
30”
6
72
30”
1 siklus
7
20
7’
Kondisi PCR (amplifikasi nested PCR)
No.
Suhu (0C)
Lama
Jumlah siklus
1
94
20”
30 siklus
2
62
20”
3
72
20”
4
72
20”
1 siklus
5
20
7’
PENGENDALIAN:
Induk VNN-carier sebagai sumber inokulum virus: cegah transmisi vertikal.
-     Screening pre dan post-spawning induk untuk VNN dengan PCR.
-     Hanya induk VNN negatih diperkenankan untuk dipijahkan, diikuti dengan desinfeksi telur yang dibuahi dengan menggunakan ozone atau iodine.
-     Manajemen kepadatan larva dan benih di dalam hatchery phase sangat penting dalam pengendalian infeksi VNN.
-     Betanodaviruses resisten terhadap banyak parameter-parameter lingkungan sehingga partikel virus sangat mungkin dipindahkan melalui air media budidaya yang terkontaminasi.
-     Di usaha pembenihan kakap Australia: penggunaan media budidaya yang non-recycled, dan ditreatmen kimiawi terlebih dahulu setiap selesai siklus penetasan sengat efektif mencegah infeksi VNN.
-     Tindakan lain yang berhasil: disinfeksi telur dengan iodine atau ozone dan desinfeksi peralatan hatchery dengan chlorine; pemeliharaan tiap batch dari larva dan juvenile dalam wadah pemeliharaan yang terpisah disuplay dengan UV atau air laut yang disterilisasi ozone, serta pemisahan larva dan juvenile dari induk.
-     Metode vaksinasi sangat menjanjikan dalam mencegah VNN. Imunisasi dengan recombinant coat proteins disiapkan dari galur/strain genotip telah menginduksi pembentukan antibodi penetral virus yang menghasilkan level proteksi melawan infeksi secara experimental.
-     Meski demikian, caksin poly atau multivalent mungkin diperlukan untuk proteksi total dari berbagai infeksi untuk berbagai varian piscine nodavirus.
VAKSINASI VNN:
-     Efikasi dari vaksin yang berasal dari betanodavirus yang sudah diinaktivasi diujicobakan dengan sistem perendaman dan diuji tantang dengan perendaman VNN pada ikan kerapu (Epinephelus coioides) stadia larva.
-     Jenis bahan kimia yang digunakan untuk inaktivasi adalah BEI dan formalin. Nilai (RPS) dari ikan yang diberi vaksin hasil inaktivasi dengan 0.4 mM binary ethylenimine (BEI)- (BEI inactivated vaccine) adalah sebesar 79-95% lebih tinggi bila dibandingkan dengan 0.1-0.2% dengan aplikasi vaksin yang diinaktivasi dengan formalin (39-43%).
PENYAKIT IRIDOVIRUS
Di Indonesia dikenal dengan:
1. Fish lymphocystis disease (FLD)
2. Blister disease
3. Sleepy grouper disease
Partikel virus icosahedral yang khas dari iridovirus dan dikonfirmasi dengan analisis PCR menggunakan primer penyandi capsid protein.
Virions polyhedral dengan 185 nm. Capsid berbentuk simteri icosahedral dan mengandung membrane lipid internal. Virions bisa atau tidak mempunyai amplop (selubung virion) eksternal, bergantung pada apakah mereka bertunas dari membrane sel dari inangnya atau ditata dalam sitoplasma sel inang dan dilepaskan secara lisis sel. Genom iriodivirus: linear (bentuk), genom dsDNA dengan ukuran 140-213 kb.
PENYAKIT LYMPHOCYSTIS (FLD)
Penyakit lymphocystis merupakan infeksi viral yang bersifat kronis dan terdistribusi pada perairan dengan suhu yang sangat bervariasi. Dilaporkan menyerang ikan laut keluarga kerapa: E. bruneus, E. malabaricus, dan E. chlorostigma yang dikulturkan di KJA Guangdong, China dan E. fuscoguttatus di Malaysia.
Penyebab: iridovirus ukuran 130-330 nm. Menyerang stadia larva, benih, juvenile, dan dewasa.
GEJALA KLINIS:
Ikan yang terserang mempunyai nodul di insang berukuran (berdiameter 0.5-2 mm) berbentuk seperti mutiara dengan jumlah tunggal atau kumpulan pada permukaan tubuh, sirip-sirip, dan kadang di insang. Nodul tersebut adalah perluasan sel-sel jaringan yang terinfeksi virus (disebut fibroblast hypertrophy-Lymphocystis giant cells).
EFEK KE INANG:
Menurunkan nilai jual. Infeksi bersifat kronis dan jarang mengakibatkan kematian fatal.
TRANSMISI:
Partikel virus dilepaskan setelah nodul terlepas dari tubuh inang. Virus menyebar ke ikan sehat melalui air media yang terkontaminasi atau kohabitasi.
DIAGNOSIS: nodul eksternal yang Nampak akan menjadi ciri khas dari penyakit FLD.
BLISTER DISEASE
Penyebab: iridovirus ukuran 140-160 nm. Stadia yang terinfeksi berukuran 50-100 gr E. malabaricus di Thailand.
GROSS CLINICAL SIGN:
Kehilangan nafsu makan dan terbentuk warna putih pada tubuh dan sirip.
EFEK: inflamasi/ pembengkakan parah pada jaringan kulit lapisan epidermis dan dermis. Dermis yang mengalami nekrosis menghasilan eksudat dan hemoragi. Virus bisa diperoleh dari hati, limpa, ginjal, dan luka dari ikan yang terinfeksi. Infeksi alami mengakibatkan kematian hingga 30-80% dalam sebulan.
Infeksi secara eksperimental di lab menunjukkan gejala klinis setelah 5 hari pemaparan ke virus dan tingkat mortalitas hingga 100% dalam 10 hari. Pada tebar yang makin tinggi semakin memperparah keadaaan.

SLEEPY GROUPER DISEASE
Penyebab: iridovirus berukuran 130-160 nm.
Spesies yang terserang berukuran 100 – 200 gr dan 2-4 kg Epinephelus tauvina dilaporkan dari Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
GEJALA KLINIS:
Ikan yang terinfeksi menunjukkan gejala inaktif, malas bergerak, nafsu makan tidak ada, berenang sendirian atau menggantung pada permukaan air, atau malas bergerak di dasar perairan. Pada infeksi parah, insang memucat, operculum bergerak cepat. Ikan terkadang suka meloncat ke permukaan air dan ikan mati biasanya pada malam hari.
EFEK KE INANG:
Ukuran ikan yang diserang 100-200 gr dan 2-4 kg di Singapura dan Malaysia. Penyakit dengan gejala akut menyebabkan mortalitas hingga 50%. Kematian terjadi pada umumnya di malam hari atau awal pagi hari. Mortalitas pelan-pelan terjadi antara 3-5 hari setelah ikan menempel di jaring KJA atau di dasar KJA dengan sirip yang bergerak sangat lemah. Kematian massal terjadi secara akut dalam 12-24 jam setelah infeksi dan setelah pakan yang diberikan tidak termakan.
Patologi internal menunjukkan gejala pembesaran dari organ limpa atau ginjal depan dan pembengkakan jantung. Virus dapat dideteksi dari organ limpa, jantung, dan ginjal dari ikan yang terinfeksi. Injeksi secara eksperimental menunjukkan gejalan SGD dan ikan mati dalam 3-4 hari.
TRANSMISI PENYAKIT:
Virus dapat diintroduksi ke lokasi farm melalui ikan yang baru masuk dan virus dapat menyebar ke farm yang bersebelahan.
DIAGNOSIS:
Pada kasus ikan yang parah, pembuatan preparat histologist menunjukkan gejala nekrosis pada sel-sel limpa dan jantung. Virus dapat dilihat dengan alat electron microscopy dari organ limpa, jantung, ginjal anterior dan posterior.

Daftar pustaka:
Roongkamnertwingsa et al 2005.
Yukio 2007.
Yang 2007.
Chi et al 1997.
Kanchanakhan.

PENYAKIT VIRAL PADA UDANG
·         MBV (Monodon baculovirus)
Penyebab penyakit Monodon Baculovirus. Menyerang Penaeus monodonà type baculovirus. Merupakan DNA-virus, double stranded. GEJALA: Adanya satu atau beberapa badan oklusi pada hepatopankreas atau sel-sel epitel usus. Pada PL P. monodon yang terinfeksi terlihat garis putih (cairan) pada abdomen) dan pada udang P. monodon dewasa terlihat kumpulan bodi oklusi (Lightner 1996).
·         WSSV (White Spot Syndrome Virus)
DNA-virus, Double stranded. Gejala: adanya bintik putih, bulat pada kutikula dengan diikuti perubahan tubuh yang memerah. Besar bintik putih dari hanya berupa titik-titik putih sampai diameter beberapa mm. munculnya gejala klinis bintik putih diikuti oleh kematian yang cepat dan ganas (Lightner 1996).
·         IHHNV (Infectious Hypodermal and Hematopoeitic Necrosis)

·         YHV (Yellowhead Virus)
RNA-VIRUS, single stranded, berbentuk batang, beramplop, cytoplasmic virus. Gejala diawali dengan meningkatnya nafsu makan yang tinggi selama beberapa hari kemudian berhenti diikuti munculnya udang yang berenang di permukaan ke pinggi kolam. Cephalothorax menjadi kuning. Hari ke-2 udang yang mengalami gejala yang sama meningkat tajam jumlahnya dan pada hari ke-3 terjadi kematian massa. Udang P. monodon yang terinfeksi YHV memiliki cephalothorax yang berwarna kuning atau kuning kecokelatan (Lightner 1996).
·         BMN (Baculovirus Midgut Gland Necrosis)
Ditemukan pada P. japonicas baik budidaya atau di alam, sebaran geografis di Jepang dan Korea. Ditemukan juga pada P. monodon di Asia Tenggara dan Australia. Organ target utama adalah hepatopankreas. GEJALA: Hepatopankreas berwarna putih keruh adalah ciri pertama adanya infeksi BMN. Inti sel hepatopankreas membesar dan nekrosis. (Lightner 1996).
·         BP (Baculovirus Penaei)
Polyhedral inclusion body virus. Tanda klinis yang utama adalah adanya badan oklusi tetrahedral pada sel-sel hepatopankreas dan epitel usus (Lightner 1996).
·         TSV (Taura Syndrome Virus)
Dikenal sebagai Taura Syndrome Virus, Taura Syndrome, Red Tail Disease.
RNA-VIRUS, single stranded. Ditemukan sejak 1992 di Sungai Taura, Ekuador. GEJALA: perubahan warna ekor menjadi merah pucat, karapas lunak, usus kosong, luka pada kutikula mengalami melanisasi seperti penyakit bakterial, kematian kumulatif sampai 100%. Nekrosis pada kutikula epitel uropod P. vannamei (Lightner 1996). Dominan pada P. vannamei, P. stylirostris, dan P. setiferus.
·         IMNV (Infectious Myonecrosis Virus)
Penyebab: RNA-VIRUS, double stranded. GEJALA: daging udang warna putih susu (myonecrosis). Nekrosis di urat daging lutik terutama bagian distal dan ekor (warna kemerahan seperti udang rebus). Menyerang udang besar umur 60-80 hari kematian 70%. Udang biasanya di panen dini (ukuran 80-86) (Lightner 1996).


PENYAKIT INFEKSIUS (MENULAR) PADA IKAN
Jenis bakteri dan penyakitnya:
Bakteri gram negatif:
Vibrio anguilarum à Vibriosis.
V. harveyià udang menyala.
Aeromonas salmonicidaàfurunkulosis.
A. Hydrophilaà Motile Aeromonad Septicemia (MAS).
Edwardsiella tardaàEdwardsielosis.
Yersenia ruckeriàEnteric Redmouth.
Pseudomonas fluorescensàPseudomonas septikemia.
Cytophaga sp. à fin root.
Flexibacter columnarisàcolumnaris.
Flavobacterium sp. à penyakit insang.
Bakteri gram positif:
Renibacterium salmoninarumà ginjal ikan.
Staphylococcus epidermidisàstaphylococcosis.
Streptococcus spp. à streptococcosis.
Bakteri gram positif tahan asam:
Mycobacterium marinumà mycobacteriosis.
Nocardia kompachiànocardiasis.
PENYAKIT PERDARAHAN SEPTIKEMIA BAKTERI (BACTERIAL HAEMORRHAGIC SEPTICEMIA)
Di Indonesia, wabah A. hydrophila. Bakteri ini mempunyai kotribusi yang besar pada kasus penyakit ikan:
-       Tahun 1980-an pada kasus wabah penyakit bercak merah.
-       Tahun 2002 bakteri ini pun dapat diisolasi dari wabah penyakit lepuh pada ikan mas dan ikan koi.
-       Organisme penyebab: A. hydrophila.
-       Berbentuk batang, sel berukuran 0.8-1.0x1.0-3.5 mikron dan bersifat motil.
-       Bersifat oportunistik.
-       Nama penyakit: MAS, EUS, red pest, red sore, dan infectious dropsy.
-       EUS juga dapat disebabkan oleh Aphanomyches invadans (koinfeksi).
GEJALA KLINIS:
-       Ikan yang terinfeksi terlihat tidak mau makan, letargik, pergerakan renang lambat, dan bergerak ke tempat dangkal, hilang keseimbangan, hiperemi, pendarahan, sirip terkoyak, dan lesi epidermal akan menjadi nekrosis dan berkembang menjadi luka terbuka dan dalam.
-       Secara klinis, penyakit ini dapat dibedakan atas tiga tipe: ulser, perdarahan, dan dropsy.
-       Oenyakit BHS ini dapat terjadi dalam 4 tipe infeksi, yakni akut, sub akut, kronik, dan laten.
a.       Tipe infeksi akut: penyakit terjadi secara mendadak dengan kematian tinggi tanpa memperlihatkan gejala klinis.
b.      Tipe infeksi sub akut: gejala klinis yang terlihat adalah dropsi, lepuh, abses, dan sisik terkuak. Dropsi pada abdomen disebabkan adanya cairan jernih kekuningan dan bersifat purulenta. Selain pada abdomen, penimbunan cairan juga dapat terjadi pada rongga mata dan di bawah kulit, sehingga terjadi exophthalmus dan terkuaknya sisik.
c.       Tipe infeksi kronik:bentuk kronik dicirikan oleh adanya lepuh dengan eksudat purulenta/ bernanah. Lepuh ini selanjutnya akan berkembang menjadi ulser pada otot tersebut. Ulcer ini bila terbuka bersifat dalam.
d.      Infeksi tipe laten: tidak terlihat gejala klinis, tapi bakteri dapat diisolasi dari organ dalam, saluran usus, darah, dan peritoneum, selain itu dapat dideteksi antibodi terhadap A. hydrophila.
FURUNCULOSIS
Organisme penyebab: Aeromonas salmonicida. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, berukuran 1.0-1.7-2.0 mikron, non motil, dan bersifat obligat.
GEJALA KLINIS:
Umumnya ikan yang terinfeksi menjadi lemas, terapung atau terbaring di dasar kolam, laju respirasi rendah. Tipe infeksi:
a.  Akut: kematian terjadi dan meningkat secara tiba-tiba, tanpa atau dengan memperlihatkan sedikit gejala sakit. Ikan dewasa terinfeksi terkadang terlihat letargik, nafsu makan hilang, perdarahan pada pangkal sirip, dan warna tubuh lebih gelap.
b. Sub akut: furunkel dan pendarahan pada pangkal sirip. Manifestasi lainnya adalah ikan terlihat letargik, sirip robek, exophthalmus, penonjolan anus, hemoragi pada otot dan hati, limpa membengkak dan nekrosis ginjal.
c.  Kronik: rendahnya tingkat kematian dan ikan mengalami peradangan usus dan lesion yang beragam. Manifestasi serupa dengan bentuk sub akut juga dapat terjadi pada ikan penderita kronik.
d. Laten: tidak terlihat menifestasi klinis eksternal dan perubahan patologis organ internal, tidak ada kematian dalam populasi, namun patogen dapat diisolasi dari darah.
INANG DAN PENYEBARAN:
Penyebaran:
-       Vertical (melalui transovarium).
-       Horizontal (melalui rantai makanan dan predasi). Penularan horizontal lainnya melalui kontak persinggungan luka secara mekanik, insang, dan anus.
Penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia, terutama di daerah yang mengusahakan budidaya ikan salmon, selain itu diketahui menginfeksi ikan mas. Epideminya sangat sering terjadi. Di Indonesia, furunkulosis termasuk penyakit ikan karantina golongan 1 dan diwaspadai dalam lalu lintas perdagangan ikan.
COLUMNARIS DISEASES
Dicirikan dengan adanya pengikisan pada kulit dan insang. Disebabkan oleh flexibacter columnaris, biasa disebut juga dengan “Black patch Necrosis”, “peduncle disease”, cotton wal disease”,dan “fin root”.
F. columnaris; bakteri gram negatif, khromogenik, menghasilkan pigmen kuning-hijau pucat pada media isolasi dan agen etiologik/ penyebab kasus infeksi pada ikan air tawar. Bakteri ini berbentuk batang panjang halus berukuran 0.5-10.0x1.0-4.0 mikron, bergerak dengan menggulir atau menggelinding. Panjang, tipis, Gram negatif, membentuk agregat seperti gumpalan dalam slide glass.
Pada ikan laut, F. maritimus merupakan agen penyebabnya. Bakteri ini juga menghasilkan pigmen kuning, berukuran 0.5x2.0-3.0 mikron.
GEJALA KLINIS:
Gambaran infeksi yang terjadi pada ikan air tawar dan laut mirip satu sama lainnya. Gejala klinis yang terlihat pada awal infeksi adalah terbentuknya bintik putih keabuan di kepada, insang, sirip, dan tubuh dikelilingi zone hemoragik.
Lesi ini akan berkembang menjadi ulser yang berwarna kuning atau orange, membentuk luka dalam (seperti tapal kuda) dan bakterimia, sedangkan pada sirip terutama sirip ekor terliaht sobek dan terurai, nekrosis insang sehingga ikan mengalami kesukaran bernafas.
Kultur: cytophaga agar atau broth.
Epizootiologi: menyerang 36 spesies berbeda, salmonoid, dan catfish paling utama, virulensi meningkat dengan meningkatnya suhu dan padat tebar yang tinggi.
Reservoir: wild fish, carrier fish, dan natural host.
Transmisi: horizontal, water born exposure.
Pathogenesis: akut, kronis, carier, masa inkubasi 5-10 hari pada suhu 13-150C.
Faktor lingkungan: stressor, DO rendah, lingkungan buruk suhu < 140C.
Patologi: ikan yang terinfeksi berwarna gelap, hemoragi pada jaringan kepala dan mulut,lesi dibagian kepala atau insang, muncul bintik-bintik putih pada sirip atau insang, secara gradual lesi membesar menjadi ulser, dan bakteri dapat diisolasi dari luka tersebut. Sisik terlepas/ copot sehingga otot terlihatm pada beberapa strain virulen menyebabkan kematian tanpa lesi.

INANG DAN PENYEBARAN:
Inang: ikan mas (C. carpio), Ctenopharingodon idella, Sidat (A. Anguilla, A. japonica), Carasius auratus, Oreochromis mosambicus, Oncorhynchus mykiss, Salvelinus fontinalis, Siluris glanis, Tinca tinca, Plecoglossus altivelis, Ictalurus melas, I. punctatus, Chrysophrys major, Mylio macrocephalus, Paralichthys olivaceus, Salmo salar.
Penyebaran infeksi pada populasi ikan terjadi melalui “water born infection”. Penyakit ini termasuk penyakit musiman dengan banyak kasus pada musim panas. Luka, rendahnya oksigen, kandungan organik dan nitrit yang tinggi merupakan faktor yang menstimulasi perjangkitan infeksi. Pada waktu wabah dengan suhu air mencapai 250C , mortalitas dapat mencapai 100%.
EDWARDSIELLOSI
Penyebab: bakteri Edwardsiella. E. tarda (nama lain: E. anguillimortiferum, Paracolobactrum anguillimortiferum) dan E. ictaluri merupakan 2 spesies yang menyebabkan infeksi tersebut. Secara umum infeksi dengan edwardsiella disebut edwardsiellosis. Infeksi dengan E. tarda  disebut hepatonephritis (hati dan ginjal) dan infeksi dengan E. ictaluri disebut catfish enteric septicaemia.
PENYEBAB:
Disebut juga sebagai septitikemi Edwardsiella, “fish gangrene”. Penyebab termasuk Enterobacteriaceae, berbentuk batang Gram negatif, berukuran 1.0x2.0-3.0 mikron, motil, dan bersifat anaerobic fakultatif. Hingga kini diketahui ada 4 serotipe yakin A, B, C, dan D. Serotipe A merupakan serotipe yang paling sering ditemukan dalam kasus-kasus edwardsiellosis.
GEJALA KLINIS:
Gejala umum: letargik, terapung di perukaan air, depigmentasi kulit, exophthalmus, nekrosis kulit, hiperemi dan perdarahan bintik pada sirip daerah anal membengkak dan penonjolan rectum. Bentuk infeksi E. tarda terdiri dari: a) bentuk nephritik (suppurative interstitial nephritis) dan b) bentuk hepatik (suppurative hepatitis). Pada bentuk nephritik, ginjal membesar, abses timbul di jaringan sinusoid dan hematopoietik. Jaringan hematopoietic menjadi bengkak dan abses berisikan material berwarna merah gelap bersifat purulen, selanjutnya lesi metastatik terjadi di berbagai organ lain seperti hati, limpa, insang, lambung, dan epikardium. Pada bentuk hepatik, mikroabses terjadi di sinus hati, kemudian membesar, cairan abses ini masuk ke rongga tubuh, abses yang membesar mengandung hepatosit, sel darah membentuk serupa nanah dan mengakibatkan emboli dan piemia di pembuluh darah.
INANG DAN PENYEBARAN PENYAKIT
Infeksi E. tarda terutama terjadi pada patin (Pangasius sp.), sidat (A. anguila, A. japonica), mas (C. carpio), grass carp (Ctenopharingodon idella), tilapia (Tilapia sp.), gurame (Osphronemus gouramy), nila (Oreochromis niloticus). Hewan lain: kerang, penyu, reptil, buaya, dan burung pemakan ikan. Penyebaran penyakit melalui air sebagai “water born infection” dan melalui rantai makanan. Ikan karier seperti ikan sidat dan catfish merupakan sumber penyebaran yang potensial. Penyakit ini ditemukan terjadi di Amerika, Jepang, dan Taiwan. Di Indonesia juga telah dilaporkan adanya kejadian Edwarsiellosis ini (Sumatera dan Kalimantan). Termasuk penyakit ikan karantina golongan 1 dan diwaspadai dalam lalu lintas perdagangan ikan.
TUBERCULLOSIS IKAN
Penyebab: Mycobacterium yang merupakan bakteri Gram positif dan bersifat tahan asam. Mycobacterium merupakan bakteri berbentuk batang berukuran 0.40x1-4 mikron, seringkali terwarnai secara tidak merata dengan pewarnaan Gram. Bakteri tahan asam dan berbentuk batang yang lain yaitu Nocardia (penyebab Nocardiasis) lebih panjang dan bercabang. Bakteri Mycobacterium bersifat fastidious yang seringkali tidak bisa dikultur dengan mudah, meskipun pada luka terdapat sel-selnya dalam jumlah banyak sekali. Isolasi seringkali memakan waktu lebih dari 30 hari. Penyakit ini disebut juga “Tuberculosis”. Isolasi dapat dilakukan dengan agar darah, TSA, Lowestein Jensen atau agar Middlebrook LH10.
GEJALA KLINIS:
Ikan terinfeksi terlihat warna tubuhnya memudar kehilangan sisik, luka kulit, kehilangan nafsu makan, pertumbuhannya terhambat dan/ kematangan seksual terhambat (retarded). Apabila penyakit terus berkembang, kelainan lain dapat berupa kelainan pada tulang (skeletal deformities), kronis, non healing, ulcer dangkal atau dalam, atau sirip geripis. Pemeriksaan post mortem pada organ dalam: terlihat nodul-nodul berukuran 1-4 mm dalam sel-sel ginjal atau organ dalam lainnya, limpa juga mengalami hipertrofi.
CARA DIAGNOSIS:
Diagnosis tentative: melalui pemeriksaan preparat basah terhadap organ limpa dan ginjal yang memperlihatkan adanya sejumlah besar granuloma. Granuloma ini juga bisa disebabkan oleh banyak patogen yang lain, untuk memastika, maka pemeriksaan histologist organ disertai pewarnaan bakteri tahan asam (acid fast staining) harus dilakukan. Identitas patogen dikonfirmasi melalui uji molekuler dengan menggunakan PCR dengan primer spesifik untuk Mycobacterium.
INANG DAN PENYEBARAN:
Penyakit ini umumnya menyerang berbagai spesies ikan family Anabantidae, Characidae, dan Cyprinidae. Penyakit ini sangat umum dijumpai pada ikan air tawar di daerah beriklim dingin dan sering juga pada ikan laut baik pada daerah iklim panas maupun dingin. Mycobacteriosis pada ikan-ikan akuarium banyak disebabkan oleh jenis Mycobacterium piscium, M. marinum, dan M. fortuitum.


MYCOSIS
Pada ikan dan udang

Pendahuluan
Penyakit mikotik ikan dan udang
Ikanà terinfeksi cendawan tampak seperti tidak berbahaya
Ikan mengalami: patologi (infeksi bakteri/ mikroorganisme) à disfungsi (fungsi organ-organ yang terganggu)
Informasi belum banyak diketahui mengenai taksonomi, morfologi, dan pathogenesis
Penyakit mikotik bersifak akut, sub akut, kronis, dan laten
Cendawan/ fungi:
Merupakan organisme saprofit dan adapula yang bersifat sebagai parasit (parasit obligat).
Bersifat sebagai saptofit saat cendawan tumbuh pada substrat sisa makhluk hidup dan sebagai parasit ketika hidup dengan menempel pada makhluk hidup.
Cendawan memiliki benang pendek (hifa), panjang (misellium), dan spora.
Hifa/ miselium terdiri dari hifa/miselium vegetatif (somatik) untuk mencari makanan, dan hifa/miselium reproduktif untuk berkembang biak.
Cendawan bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual terjadi dengan cara pertunasan dan pembentukan spora. Reproduksi seksual terjadi dengan cara peleburan sel gamet jantan dan betina.
Siklus hidup:
Miseliumà zoospora (hasil reproduksi aseksual melalui mekanisme zoosporagenesis) à kista à diferensiasi flagel à tunas à miselium
Oospora: hasil reproduksi seksual melalui mekanisme oosporagenesis.

a.      Saprolegnia sp.
Klasifikasi:
Filum: Phycomycetes,
Kelas: Oomycetes,
Ordo: Saprolegniales,
Famili: Saprolegniaceae
Ciri-ciri: Ø hifa < 100 µm ± 20 µm, Ø sporangium < 100 µm, spora tidak membentuk kista (encyst), merupakan cendawan eksternal, ukuran spora 5 µm, motil. Suhu optimum 15-300C. kosmopolit di Indonesia, Thailang, Malaysia, Philipina, Jepang, Eropa, dan Amerika. Media kultur berupa SDA, Cornmeal Agar Gluk-Glut, Potato Carrot Broth, ditambah Penstrep 10-100 IU.
Dikenal juga sebagai “water mould”, dengan hifa yang mengandung selulosa, tidak bersekat, bercabang-cabang, dan diameter 20 µm.
Reproduksi secara aseksual dengan cara sporangia berisi spora aseksual lalu melepas zoospora primer (berbentuk pipe shape) yang berenang bebas, aktif beberapa menit, dan mencari inang. Setelah menemukan inang, zoospora akan beristirahat dan melepas zoospora sekunder yang memiliki alat bertaut, lebih aktif, dan ganas. Reproduksi secara seksual terjadi dengan peleburan gamet jantan dan betina pada tabung fertilisasi lalu menghasilkan oogoniumà oosferà zoospora sekunder.
Gejala klinis:
-     Bercak keputihan menyerupai kapas.
-     Ikan kehilangan daya tanggap.
-     Infeksi dalam waktu lama, cendawan akan berubah warna menjadi cokelat.
-     Ikan kehilangan keseimbangan dan akhirnya akan mati.

b.      Aphanomyces sp.
     Menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai Epizootic Ulcerative Syndrome (EUS) yang menyebabkan borok/ ulcer pada ikan. Cendawan ini menghasilkan enzim protease yang digunakan untuk mengambil protein dari dalam tubuh inang. Klasifikasi:
Filum: Phycomycetes,
Kelas: Oomycetes,
Ordo: Saprolegniales,
Famili: Saprolegniaceae
Ciri-ciri: Ø hifa 5-15µm, Ø sporangium < 5-15 µm, spora membentuk kista (encyst), merupakan cendawan internal, ukuran spora 6-15 µm, motil. Suhu optimum 300C (Thailang), 280C (Indonesia). Tidak tumbuh pada salinitas > 12 ppt. sporulasi pada Aphanomyces sp. terjadi dengan cara pelepasan spora dari kantung spora (zoosporangia) yang encyst di mulut zoosporangium.
‘histiocyt adalah makrofaga yang ada di dalam jaringan untuk memblokir daerah yang terinfeksi agar cendawan mati/ hilang/ dieliminasi. Granuloma pada jaringan menunjukkan cendawan yang sedang dikelilingi oleh histiocyt.
Cara isolasi cendawan ini dari ikan adalah:
Daging yang terinfeksi diambil lalu dipotong-potong kecil. Kemudian disimpan dalam media ± 10 hari. Setelah itu, hifa yang tumbuh diotong dan dikultur kembali dalam media GYA. Selanjutnya hifa yang tumbuh dipotong kembali dan dikultur dalam media GYB. Kemudian hifa diambil dan dicuci lalu dipindahkan ke media baru.

c.  Achlya sp.
Cendawan ini memiliki sporangia yang lebar dengan zoospora primer yang encyst berupa bola di mulut sporangia. Hidup di Negara tropis pada suhu lebih dari 240 C/ produksi sporangia dan zoospora setelah 48-72 jam dan menyebabkan kematian sebesar 100% pada ikan yang terinfeksi.
Gejala klinis:
-     Ulcer/tukak/borok
-     Sisik terlepas
-     Hemoragik
-     Oedema (adanya cairan di sekitar ulcer)
-     Sirip patah
-  Nafsu makan berkurang, menggantung di bawah permukaan air.
Metode pemeriksaan di laboratorium dengan cara mikroskopik (preparat segar/ kultur cendawan), histopatologi, dan molekuler. Inang cendawan ini adalah ikan lele, gurame, gabus, lobster, crayfish.

d.      Dictyuchus sp.
Cendawan ini memiliki zoospora yang encyst di dalam sporangium. Hidup di perairan tawar dan menginfeksi ikan yang sakit. Dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lama (laten). Kematian ikan akibat cendawan seringkali disebabkan oleh Achlya sp. dan Dictyuchus sp. bukan oleh Saprolegnia sp.. infeksi Saprolegnia sp., Achlya sp. dan Dictyuchus sp dari family Saprolegniaceae disebaut dengan Saprolegniasis.
Ikan yang sering terinfeksi Saprolegniasis adalah Cyprinuus carpio, Ospronemus gouramy, A. japonica, C. batrachus, C. auratus, Oreochromis niloticus.
Infeksi terjadi pada bagian eksternal seperti di kulit, insang, daerah mulut, bagian atas kepala, dapat masuk ke dalam urat daging atau organ internal, dapat menginfeksi telur yang fertile dan infertile.

e.    Penyakit mikotik pada udang
Menyerang seluruh stadia pada udang. Pakan yang diberikan pada stadia larva adalah Artemia salina, Skeletonema/ Chaetoceros. Pemberian imunostimulan berupa marine yeast, contohnya Phaffia yang berupa purified product dan whole cells. Brewer’s yeast yang berupa ragi hasil pabrik bir untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan laju pertumbuhan.
Bagian mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai imunostimulan adalah dinding sel. Hal ini disebabkan karena pada dinding sel terdapat peptidoglikan (pada bakteri) dan β-Glucan (pada cendawan). Contoh cendawan yang mengandung β-Glucan adalah Lentinus edodes, Shizophyllum commune, Saccharomyces cerevisiae/ brewer’s.

1.      Haliphtoros sp.
Klasifikasi:
Filum: Phycomycetes,
Kelas: Oomycetes,
Ordo: Halipthorales,
Famili: Halipthoroceae
Ciri-ciri: hifa tidak bersepta, Ø miselium 2-16 100 µm, Ø spora 6-8 µm. Inang berupa udang Penaeid (P. monodon, P. setiferus (dari bagian eksternal-internal). Media kultur SDA + 1-3,5 NaCl.
Gejala klinis:
Nekrosis jaringan, melanisasi pada insang, kaki jalan (berwarna hitam) dan eksoskeleton, terdapat hifa tidak bersepta pada body cavity larva.
Melanisasi terjadi karena sel hemosit dikelilingi oleh hifa sehingga terjadi nekrosis dan perlekatan lapisan-lapisan integumen. Infeksi cendawan ini dapat terjadi bersamaan dengan infeksi Sirolpidium sp. dan Lagenidium sp.. Kematian pada larva akibat infeksi Halipthoros sp. terjadi setelah 1-2 hari pasca infeksi. Untuk memastikan penyebab infeksi dilakukan kultur dan identifikasi cendawan.
Pencegahan:
Dasar bak dibersihkan setiap  hari, bak didesinfeksi dengan treflan 5 ppm selama 1 jam, dan control dengan treflan 0.1-0.2 ppm per hari.

2.      Lagenidium sp.
Klasifikasi:
Filum: Phycomycetes,
Kelas: Oomycetes,
Ordo: Lagenidiales,
Famili: Laginidiceae
Ciri-ciri: Ø zoospora 100-150 µm, hifa berlekuk-lekuk dan bercabang tidak beraturan, Ø hifa 9-12 µm  (L. callinectes) 10-12.5 µm (L. scyllae), sporogenesis di dalam tubuh inang (larva/telur), zoospore dilepaskan ke air. media kultur: PYGA.
Gejala klinis:
Telur/larva ditutupi miselium berwarna keputihan/ hijau kekuningan. Larva lemah, hilang keseimbangan, dan sudah bernafas.
Siklus hidup: telur (miselia)à zoospora biflagellaà keluar melalui pipa pelepasanà kembali menjadi telur.

Pencegahan:
Pencegahan dilakukan dengan control larva secara harian dengan pemeriksaan mikroskop. Monitor telur yang sedang diinkubasi. Perendaman betina yang akan dipijahkan dalam larutan formalin 25 ppm (alternatif lain yang lebih ramah lingkungan dan menunkang food savety perlu dilakukan). Zoospora motil dapat inaktif bila direndam dalam salinitas 7-15 ppt selama 10-15 menit.

3.      Fusarium sp.
Infeksi Fusarium sp. sering dikenal dengan Black gill disease (BGD). Klasifikasi:
Filum: Imperfect,
Kelas: Deuteromycetes,
Famili: Hyphomycetes
Ciri-ciri: menembus jaringan sehat/ rusak, koniofor di atas hifa (bercabang/ tidak bercabang), hifa tipis Ø 2,5-5 µm. Makrokonidia: 3-5 sel dengan ukuran 31-49 µm x 38-45 µm. Mikrokonidia: 1 sel dengan ukuran 6-10 µm.
Cendawan ini kosmopolit di Indonesia, Taiwan, Philipina, Jepang, dan Amerika Serikat. Inangnya adalah P. monodon, P. japanicus, P. duoraru, P. arcecus, P. stylirostis, P. setiferus, Macrobracium rosenbergi.
Gejala klinis:
Bercak hitam di insang udang Penaeidae. Dapat juga di eksoskeleton yang disebabkan oleh hematosit yang memproduksi enzim phenol oxidase yang melakukan enkapsulasi hifa invasif. Penumpukan melanin pada udang galah.
Pencegahan:
Suhu dipertahankan agar tidak turun drastis, akuarium/kolam dihindarkan dari dari penumpukan bahan organik, ikan dihindarkan dari stress dan luka. Jika ikan mengalami luka, rendam dalam larutan garam > 3 ppt, dan untuk pencegahan infeksi pada telur menggunakan MB 3 ppm dengan metode perendaman. Pemberian ekstrak paci-paci 0.5 g/l.
Pengobatan:
Paci-paci 1,5 g/l, penggunaan bahan kimia tidak efektif dan merusak lingkungan. Langkah yang paling baik adalah pencegahan.

PENYAKIT NON- INFEKSIUS
Penyakit non-onfeksi tidak disebabkan oleh mikroorganisme tetapi bisa disebabkan oleh faktor lingkungan, nutrisi, atau genetik. Penyakit ini tidak menyebabkan infeksi dan tidak menular, namun tetap penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan karena penyakit non-infeksius bisa menjadi awal bagi terjangkitnya penyakit infeksius. Berdasarkan penyebabnya, penyakit non-infeksius dibedakan menjadikan 2 golongan yaitu penyakit yang disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik.
Penyakit non-infeksius yang disebabkan oleh faktor abiotik terdiri penyakit yang disebabkan oleh oksigen, suhu, pH, kesadahan, ammonia, dan bahan pencemar lainnya. Penyakit non-infeksius yang disebabkan oleh faktor biotik terdiri penyakit yang disebabkan oleh alga.
1.  Hypoxia
Hypoxia adalah kondisi lingkungan yang kekurangan oksigen terlarut (dissolved oxygen=DO). Oksigen adalah faktor kualitas air yang paling penting untuk kelayakan kesehatan ikan, namun sangat sedikit yang larut di dalam air. Pada air tawar kandungan oksigen maksimum adalah 7.89 mg/L (pada suhu 280C) dan pada air laut 150 mg/L. Oksigen bersumber dari fotosintesis yang kemudian menembus ke air dan oksigen yang berasal dari atmosfer yang terdifusi.
Di kolam yang tidak ada aerator maka sumber oksigen dari fotosintesis sangat penting. Fotosintesis terjadi pada siang hari sehingga oksigen yang dihasilkan pada siang hari optimal. Namun, oksigen akan mengalami penurunan pada malam hari karena tidak terjadi fotosintesis sementara proses respirasi tumbuhan maupun hewan berlangsung secara terus-menerus baik siang maupun malam hari.
Rumus forosintesis:
6CO2 + 6HOàC6H12O6 + 6O2
Gejala klinis hypoxia:
Hypoxia akut adalah hypoxia yang disebabkan oleh penurunan oksigen dengan cepat mencapai tingkat letal (mematikan) maupun mendekati letal dalam hitungan menit sampai beberapa jam. Gejala yang muncul berupa letargi (lemas), berenang dekat permukaan air, anorexia (tidak mau makan), kesulitan bernafas (megap-megap), dan mulut menganga serta operkulum terbuka. Namun, gejala tersebut bersifat umum dan tidak spesifik untuk ikan yang terkena hypoxia saja.
Pada hypoxia kronis disebabkan oleh penurunan oksigen dalam waktu yang lama (harian sampai beberapa hari) tetapi tidak mematikan ikan. Do sebesar 5 mg/L sangat diperlukan untuk pertumbuhan optimal dan reproduksi. DO yang lebih rendah (< 5 mg/L) akan mengakibatkan nafsu makan ikan menurun, pertumbuhan lambat, dan kurang efisien. DO < 2 mg/L akan mengakibatkan ikan stress dan mudah terinfeksi penyakit. DO < 1 mg/L menyebabkan ikan mati.
Beberapa ikan warm water dapat bertahan dalam waktu yang lama pada kondisi DO 2-3 mg/L. ikan Cold water dapat bertahan dalam waktu yang lama pada kondisi DO 4-5 mg/L.
Diagnosis hypoxia:
Hanya dapat dilakukan dengan mengukur kandungan DO di air sesegera mungkin. Sampel air yang akan diukur harus dijaga agar tidak terpapar dengan udara. Diagnosis perlu dilakukan dengan melihat riwayat DO harian (baik pengukuran dilakukan dengan DO meter maupun kit uji).
Pada kilam air deras, DO tinggi di inflow dan lebih rendah di outflow. Di kolam air tenang, gejala klinis dan kejadian hypoxia dapat diamati pada pagi hari, selanjutnya menghilang setelah matahari terbit. Ikan berukuran besar lebih tahan terhadap kondisi hypoxia daripada ikan kecil.
Penanganan hypoxia:
Hypoxia dapat ditangani dengan pemberian aerasi. Aerasi memungkinkan oksigen dari udara untuk larut ke dalam air. aerasi perlu dilakukan bila DO berada pada 3-4 mg/L (ikan channel catfish) dan 4-5 mg/L (pada ikan salmon).
2.      Suhu
Perubahan suhu bisa mengakibatkan ikan mengalami stress. Hypothermia adalah suhu yang mendekati limit lethal terendah. Pada kondisi hypothermia, heater harus dimatikan karena bisa merusak alat, thermometer tidak berfungsi secara normal, daya listrik yang diperlukan menjadi lebih rendah. Karena ikan berdarah dingin (poikilothermal) maka aktivitas metabolisme ikan (termasuk imunitasnya) tergantungan pada suhu. Pada suhu rendah, ikan menjadi kurang/tidak aktif dan mengalami depresi sehingga mudah mengalami infeksi oleh cendawan maupun virus.
Hyperthermia adalah suhu yang mendekati limit lethal tertinggi. Pada suhu tinggi, kelarutan oksigen menurun sehingga kondisi hyperthermia biasanya berafiliasi dengan kondisi hypoxia. Kondisi hyperthermia bisa menjadi problem serius pada ikan trout karena dapat meningkatkan resiko infeksi terhadapa ikan.
Suhu optimal untuk ikan:
Ikan
optimum
hyper
hypo
Freshwater tropical
22-27
30-40
8-18
Marine tropiclas
22-27
30-40
8-18
Goldfish, koi
22-25
30
2-4
Sunfishes
26-30


American eel
30


Striped bass juvenile
18-28


Striped bass adult
18-25


Channel catfish
28-30
35
0-2
Red drum
22-25


Atlantic salmon
17
19

Rainbow trout
15
19

Brook trout
15
19

Pacific salmon
12
18

Diagnosis:
Pemeriksaan rutin harian terhadap suhu karena kondisi hypothermia dan hyperthermia tergantung pada ruwayat (history). Yang perlu diperhatikan pada kolam, fluktuasi suhu harian tidak boleh lebih dari 100C karena dapat mengakibatkan kematian.
Contoh kasus:
Ikan mas dan koi mengalami stress apabila suhu turun mencapai 18-240C. Kondisi ini menekan sistem imunitas sehingga ikan mudah terinfeksi KHV. Akibatnya adalah kematian massal.
Penanganan:
Pengontrolan terhadap fluktuasi suhu hanya mudah dilakukan pada sistem terbatas misalnya akuarium. Pengontrolan terhadap kolam sulit dilakukan serta tidak feasible (tidak ekonomis). Ikan yang toleran pada perubahan kondisi air termasuk terhadap perubahan suhu yang sebaiknya dibudidayakan di kawasan tersebut.
Stratifikasi suhu pada kolam berpengaruh terhadap kualitas air dan bisa bersifat lethal. Stratifikasi suhu terjadi karena adanya perbedaan suhu di permukaan dan di zona bagian dalam (biasanya kedalaman kolam >1,5 m). suhu di permukaan tergolong tinggi (warm water) dan di zona bagian dalam tergolong rendah. Kondisi saat hujan mengakibatkan suhu permukaan turun dan berat jenis meningkat sehingga memungkinkan terjadinya proses pembalikan (turn over/upwelling).
Zona hypolomnion mengandung bahan organik tinggi dan DO rendah akibat metabolisme, kadar amoniak tinggi, serta H2S dan metana (racun) tinggi. Turn over/upwelling membuat bahan-bahan beracun tersebut naik ke permukaan.
Proses pembalikan terjadi karena massa jenis suatu beenda akan bertambah ketika benda tersebut menyusut (volume benda berkurang). Sebaliknya, massa jenis benda akan berkurang ketika benda memuai (volume benda bertambah) (massa jenis = massa/volume). Massa benda selalu tetap sedangkan volumenya bisa berubah-ubah tergantung dari suhu. Pembalikan bisa mengakibatkan ikan keracunan sehingga menimbulkan kematian massal pada semua jenis ikan. Kematian massal ikan di Danau Maninjau terjadi akibat upwelling yang terjadi setiap 2 tahun sekali.
Penanganan:
Sebagai contoh: pembalikan sering terjadi di masa pancaroba (peralihan musim kemarau ke hujan) yaitu bulan Oktober-Desember. Pada masa ini sebaiknya tidak menebar ikan sehingga terhindar dari resiko kematian massal akibat pembalikan.
3.      Gas bubble disease
GBD adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya gas di dalam pembuluh darah yang juga disebut sebagai emboli. Hal ini bisa terjadi jika iar kolam menjadi jenuh terhadap gas (supersaturated). Perairan yang supersaturated oleh gas akan menjadi GBD ketikan terjadi perubahan temperatur maupun tekanan secara tiba-tiba. GBD dapat terjadi akibat gas N yang kadarnya dalam air mencapai sangat jenuh. Akan tetapi dalam prakteknya masalah ini selalu dikarenakan kandungan nitrogen air yang berlebihan. Ketika air supersaturated oleh gas, darah ikan cenderung supersaturated juga. Karena O2 digunakan untuk respirasi dan CO2 masuk ke dalam fisiologis darah dan sel-sel, jumlah O2 dan CO2 ­dalam air yang berlebihan ini diambil oleh cairan tubuh ikan. Sedangkan nitrogen yang berupa has yang bersifat lembam atau tidak aktif dalam proses metabolik tubuh, tetap supersaturated di dalam darah. Penurunan tekanan terhadap gas atau peningkatan lokal temperatur tubuh dapat membawa nitrogen keluar dari cairan tubuh untuk membentuk gelembung-gelembung.
Prosesnya mirip dengan ‘bends’ (kejang otot yang disebabkan perubahan tekanan udara yang tiba-tiba) pada para penyelam laut dalam.
Mekanisme:
Gelembung-gelembung (emboli) dapat tersangkut pada pembukuh darah dan mengganggu sirkulasi pernafasan sehingga mengarah ke kematian akibat asfiksia (asphyxiation, sesak nafas karenan kekurangan oksigen dalam darah). Pada beberapa kasus, ikan dapat mengembangkan gelembung-gelembung yang terlihat jelas pada insang, antara sirip atau di bawah kulit dan tekanan dari gelembung nitrogen dapat mengakibatkan mata menonjol keluar dari rongganya.
Tanda-tanda GBD:
Tanda-tanda adanya penyakit ini antara lain timbul bercak merah di tubuh, emboli (gelembung gas di mata dan berbagai bagian tubuh lain yang sukar dilihat dengan mata telanjang), ikan tiba-tiba mati, serta kulit ikan jelek, bersisik kasar, dan berwarna suram. Emboli yang terjadi di bawah kulit menyebabkan rusaknya kekompakan kulit, emboli di pembuluh darah dapat menyebabkan terjadinya pembendungan pembuluh darah, biasanya di insang.
Pencegahan:
Untuk pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara mengurangi penyebabnya, misalnya dengan melakukan penggantian air secara hati-hati. Umumnya penyakit ini sukar diobati.
4.      Keracunan Nitrit
Disebabkan oleh konsentrasi nitrit yang tinggi dalam darah. Disebut juga ‘methemoglobinemia’ atau penyakit darah cokelat yang disebabkan oleh tingginya kadar nitrit dalam air. Sisa pakan akan menghasilkan ammonia, ammonia diubah oleh Nitrosomonas menjadi nitrit, nitrit diubah menjadi nitrat yang tidak toksik oleh Nitrobacter. Bila pengubahan ke nitrit tidak efisien dapat menyebabkan keracunan. Nitrit bersifat toksis pada konsentrasi 0.5 ppm.
Gejala klinis:
Ikan lemas, meloncat ke permukaan, ikan berkumpul di saluran inlet.
5.      Keracunan Amonia
Gejala yang sama dengan keracunan nitrit. NH4+ ßà NH3 + H+
pH mendorong persamaan rekasi ke kanan dan suhu tinggi akan mendorong persamaan reaksi ke kiri. Semakin tinggi pH dan semakin tinggi suhu menyebabkan ammonia semakin toksik.

INFEKSI DAN PENYAKIT
Infeksi adalah keberadaan patogen pada inang yang bisa atau tidak menimbulkan penyakit. Sakit atau penyakit adalah penyimpangan dari kondisi normal atau kondisi sehat. Penyimpangan kondisi tersebut sebagai akibat infeksi patogen, defisiensi nutrisi, toksikan, lingkungan, atau genetik. Communicable disease adalah penyakit hasil multiplikasi, replikasi, atau reproduksi dari agen penyebab penyakit dalam tubuh inang dan organisme dapat ditransmisikan (communicated) ke inang lainnya.
Suatu mikroorganisme dapat disebut sebagai patogen jika mampu menempel (attach to), mampu memasuki (penetrate to), mampu hidup dalam jaringan tubuh (survive in), mampu berkembang biak (multiply within), dan mampu mengembangkan virulensinya. Beberapa bakteri patogen utama ikan adalah: Aeromonas hydrophila (penyebab Motile Aeromonads Septicemia), Aeromonas salmonicida (penyebab Furunculosis), iYersinia ruckerii (Penyeybab Enteric Redmouth Disease/ ERD), Flexibacter columnaris (penyebab Columnaris), Edwarsiella tarda (penyebab Edwarsiella Tarda Septicemia), Edwarsiella ictaluri (penyebab Enteric Septicemia of Catfish), Vibrio anguillarum (penyebab Vibriosis, terutama pada Marine Fish).
Tahap infeksi penyakit:
1.      Kolonisasi dan masuk ke dalam tubuh inang.
Kemampuan untuk menempel pada inang merupakan prasyarat utama bagi suksesnya perkembangan suatu infeksi. Bila tidak, patogen akan terlepas dari inang karena pencucian. Patogen masuk ke dalam tubuh melalui:
a.       Penetrasi lewat insang.
Insang secara konstan terbilas dengan air yang mungkin mengandung patogen dan insang dilapisi oleh mukus yang tipis. Selain itu, insang tersusun atas lapisan sel yang lembut dan hanya satu lapis yang memisahkan sistem peredaran darah dan lingkungan sehingga menjadi tempat penting bagi masuknya patogen.
Patogen masuk dengan cara penempelan partikel ke permukaan se insang dan diikuti penelanan (engulfment) oleh sel epitel dan ditransferkan ke fagosit mononuklear.
b.      Penetrasi lewat gastrointestisial (GI)
Rute ini digunakan sebagai rute masuk ke dalam inang oleh banyak patogen ikan. Akan tetapi, bagi Vibrio anguillarum dan Aeromonas salmonicida, GI bukanlah rute yang biasa karena kedua bakteri tersebut tidak mampu menghadapi sekresi stomach dan melewati epitel usus. Infeksi patogen yang melewati GI adalah E. tarda, Y. ruckeri, dan A. hydrophila.
c.       Penetrasi lewat kulit
Kulit merupakan pintu masuk bagi V. anguillarum.
d.      Penetrasi lewat jalan lain
Olfactory sac pada channel catfish merupakan jalan bagi E. ichtaluri. Mata dan telur merupakan jalan bagi R. salmoninarum.

2.  Post Entry (Penyebaran)
Systemic infection merupakan infeksi patogen yang disebarkan ke berbagai organ dan jaringan lewat darah sebagai sel bebas atau via sel fagosit terinfeksi. Kecepatan organ-organ dikolonisasi patogen tergantung pada dosis infeksi yang masuk ke tubuh ikan dan laju patogen bermultipikasi dalam jaringan. Sebagai contohnya, V. anguillarum, pada 72 hpi (hours post infection) terdapat pada organ ginjal, hati, dan limpa dengan jumlah bakteri sebanyak 106-109 sel/gram. Pada P. piscisida ditemukan di indang, perut, empedu, dan ginjal setelah 72 hpi.
Tabel jumlah V. anguillarum dalam jaringan Ayu (Plecoglossus altivelis) yang dinfeksi melalui water-borne method.
Jaringan
Log jumlah V. anguillarum/ 1 gr jaringan
Hpi
6
12
24
36
8-45 (sekarat)
48 (mati)
Kulit
-*
2.4
4.7
7.4
7.4
8.4
Lendir
-
-
2.5
5.6
6.8
7.5
Limpa
-
-
3.5
6.4
8.6
9.0
Hati
-
-
2.7
5.8
7.5
8.7
Insang
-
-
-
4.5
7.0
7.6
Usus
-
-
-
-
7.4
6.9

Tabel V. anguillarum dalam jaringan ikan Ayu yang diinfeksi melalui water-borne method.
Jaringan
Sel V. anguillarum/ jaringan ikan
Hpi
6
12
24
36
8-45 (sekarat)
Kulit
-
+
+
+
+
Lendir
-
-
+
+
+
Limpa
NE*
-
+
+
+
Hati
NE*
-
+
+
+
Insang
NE*
-
-
+
+
Usus
NE*
-
-
+
+

Tabel keberadaan A. salminicida dalam darah Ikan Atlantik Salmon yang dinfeksi melalui rute oral, insang, lateral line, flank, anus, dan permukaan ventral.
Hpi
Jalur infeksi
Hpi
Pakan
insang
LL
Flank
Anus
Ventral
2’
-
-
-
-
-
-
5’
-
-
-
+
+
-
10’-1h
-
-
-
-
-
-
2h
-
+
+
+
+
-
3h
-
+
-
+
+
+
4h
-
+
-
+
+
+
5-9h
+
+
+
+
+
+
Tabel  mortalitas (%)  pada Ikan Atlantik Salmon yang diinfeksi A. salmonicida melalui oral, insang, LL, flank, anus, dan ventral surfaces.
Dpi
Jalur infeksi
Hpi
Pakan
insang
LL
Flank
Anus
Ventral
1-4
0
0
0
0
0
0
5
0
25
0
0
0
0
6
0
75
50
0
50
25
7
0
-
0
25
25
25
Total
0
100
50
25
75
50

3.      Mekanisme Survival pada tubuh ikan
a.       Survive menghadapi faktor-faktor humoral.
Sebagai contoh, A. salmonicida, serum resistensi berkaitan dengan adanya lapisan protein A (A layer) yang emlindungi sel dan LPS yang melewati A layer. Struktur tersebut mencegah akses komplemen ke lokasi target yang cocok pada A. salmonicida. Kemungkinan lain yang menyebabkan bakteri mampu bertahan adalah sialic acid yang memiliki kuantitas yang berlebih pada A. salmonicida sehingga mampu melindunginya dari ektivitas komplemen.
b.      Survival dalam sel-sel fagositik
Pada ikan, sel-sel fagositik terdiri dari granulosit (terutama neutrofil) dan mononuclear phagosite (jaringan makrophage). Netrofil melakukan penelanan bakteri lalu terjadi opsonisasi dengan komplemen atau antibodi dan terjadi respiratory burst. Sebagai akibatnya terjadi pembengkakan dan pada akhirnya akan lisis (pecah). Macrophage menyebar pada jaringan-jaringan usus, insang, ginjal, limpa, dan jantung.
E. ictaluri yang berupa virulent strain lebih siap dan cepat menempel pada phagositik sel dibandingkan yang avirulent strain. LPS dan lapisan protein A yang memfasilitasi penempelan dan melindunginya melawan kondisi lingkungan tidak menguntungkan (asam) dan aktivitas enzim hidrolitik dalam phagolysosome. LPS juga menekan respon respiratory burst dalam neutrofil ikan.
Avirulent strain lebih rentan terhadap penelanan dan penghancuran oleh makrophage dibandingkan dengan yang virulent strain. Peran lapisan protein A pada virulent strain, sedangkan avirulent strain tidak punya lapisan protein A. Virulent strain lebih resisten terhadap penghancuran oleh superoksida anion (produk respon respiratory burst). Toksin 25 kDa phospholipase memperlihatkan aktivitas leucocytolyitic khususnya bila bisa bergabung dengan LPS.
4.      Faktor-faktor birulensi yang berperan pada pertumbuhan sel bakteri pada inang
Ketika patogen mampu memperoleh kebutuhan-kebutuhan untuk pertumbuhannya dari inang maka patogen tersebut mampu menginfeksi (sukses). Faktor yang mempengaruhi virulensi adalah:
1.      Kebutuhan zat besi (iron)
Iron dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri tetapi supply di dalam jaringan inang terbatas karena adanya glikoprotein pada inang (transferin dan laktoferin) yang mengikat iron sangat kuat siderophorenya. Untuk itu bakteri harus memproduksi iron-gathering substances yang bisa berkompetensi dengan transferin.
Gen pengkode iron scavenging pada V. anguillarum terletak pada plasmid dan beberapa pada kromosom. Sistem pemenuhan kebutuhan iron difasilitasi oleh molekul siderophore dan iron regulated outer membrane protein (IROMP)  yang berperan sebagai receptor untuk siderophore. Bila bakteri kehilangan plasmid pembawa virulensi maka virulensi akan menurun.
2.      ECP (Extracellular product)
Sebagai contohnya V. anguillarum menghasilkan protease, hemolisin, cytosin, dan dermatosin. A. salmonicida menghasilkan protease, hemolisin, cytosin, dermatosin, dan phospholipase. Y. ruckeri menghasilkan protease, hemolisin, dan dermatosin.
ECP menyebabkan gangguan mekanisme pertahanan, lisis sel, dan hidrolisis jaringan tubuh sehingga memfasilitasi penyebaran patogen dalam tubuh inang dan melepaskan nutrien yang dibutuhkan oleh patogen.
Beberapa contoh ECP yang telah dimurnikan adalah 70 kDa protease (caseinase) pada A. salmonicida sehingga resisten terhadap semua serum protease inhibitor kecuali α 2-makroglobulin, mencairkan jaringan tubuh inang, menggumpalkan darah, lethal pada ikan pada 2-4 µg/g ikan, 20 kDa phospholipase pada A. salmonicida sehingga memiliki hemolitik untuk eritrosit dan lethal 45 µg/g ikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips dan Trik Mengatur Suhu dan pH Air di Tambak Udang untuk Hasil Panen Optimal

Mengelola tambak udang membutuhkan perhatian khusus, terutama dalam menjaga kualitas air. Dua parameter yang sangat penting adalah suhu dan ...