Senin, 09 Desember 2013

Diagnosis Penyakit Bakterial

DILARANG KERAS MELAKUKAN COPY PASTE... JANGAN RUGIKAN DIRI ANDA SENDIRI!!! POSTINGAN INI HANYA SALAH SATU JALAN UNTUK MEMPERMUDAH KALIAN MENCARI LITERATUR. UNTUK LEBIH LENGKAPNYA SILAHKAN LIHAT DAFTAR PUSTAKA N SEARCHING SENDIRI... SEMUA SUMBERNYA TERSEDIA DI GOOGLE... HEHEHEHEH,,, :)


Laporan praktikum ke-1                      Hari/Tanggal       : Jum’at/ 17 Februari 2012
m.k. Teknik Pencegahan Penyakit        Kelompok/ shift  : 4/ 2
dan Pengobatan Ikan                           Dosen                 : Dr. Munti Yuhana M.Si
                                Asisten              : 1. M.Arif , S.Pi
                                                                                       2. Dwi Febrianti, S.Pi







DIAGNOSIS PENYAKIT BAKTERIAL

Disusun oleh:
KELOMPOK 4

Dian Novita Sari         J3H110045
David Casidi               J3H110038
Muhammad Jayadi      J3H110040
Hario Tetuko               J3H110044















TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
I.  PENDAHULUAN
I.I Latar belakang
Sakit pada ikan yaitu suatu keadaan abnormal yang ditandai dengan penurunan kemampuan ikan dalam mempertahankan fungsi-fungsi fisiologik normal. Timbulnya sakit dapat diakibatkan infeksi patogen yang apat berupa bakteri, virus, fungi atau parasit. Sakit dapat pula akibat defisiensi atau malnutrisi, atau sebab-sebab lain (Irianto 2005). Sedangkan menurut Austin and Austin (1999), secara umum faktor-faktor yang terkait dengan timbulnya penyakit merupakan interaksi dari 3 faktor yaitu inang, patogen, dan lingkungan atau stressor eksternal (yaitu perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, tingkat higienik yang buruk, dan stres).
Penyakit ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Mendiagosis serangan penyakit pada ikan merupakan cara yang tepat untuk mengetahui penyebab serangan dan jenis penyakitnya. Jenis penyakit perlu dipastikan secepat mungkin, karena air sebagai media hidup ikan akan memungkinkan penularan penyakit secara meluas dalam waktu relatif cepat. Perubahan patologis pada berbagai organ eksternal maupun internal sering kali sudah memberi petunjuk pada jenis penyakit tertentu. Perubahan patologis memberi petunjuk pada jenis penyakit sebelum kematian dan setelah kematian (post mortum) secara teliti terhadap organ eksternal maupun internal (Kordi 2004).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan adalah aspek luar kulit (warna, perubahan warna menjadi pucat, hemoragik/ pendarahan di dalam, luka-luka, dan parasit), sirip dan ekor (perubahan morfologi, hilangnya warna, dan hemoragik), sungut (patah, rusak, memendek, dan hemoragik), bentuk (skoliosis, skordosis, kifosis), dan mata (kekeruhan lensa dan hemoragik) (Kordi 2004).
Penyuntikan dapat dilakukan melalui bagian perut (intraperitoneal), pembuluh vena (intravenous), dan bagian otot (intramuscular). Kelebihan penyuntikan dengan metode intramuscular adalah relatif lebih aman karena jauh dari organ dalam dan penyebaran obat lebih cepat. Namun, kelemahan yang dimilikinya adalah volume penyuntikan 1-2 µl/g, dapat menimbulkan pembengkakkan dan iritasi, pada penyuntikan ikan kecil dibutuhkan microsyringe, dan obat yang disuntikkan (Ovaprim) dapat keluar lagi (Fakhriansyah. 2010).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari diagnosis penyakit Motile Aeromonas Septicaemia pada ikan lele yang disebabkan oleh Aeromonas Hydrophila dan diagnosa penyakit Streptococcosis pada ikan nila yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus agalactiae

II.  METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum dilaksanakan pada hari Jum’at, 10 Februari 2012, pukul 08.00-11.20 WIB, bertempat di Laboratorium CA BIO 2, dan pengamatan dilaksanakan setiap hari mulai hari Jum’at hingga Kamis, tanggal 10-16 Februari 2012 bertempat di BAK, Cilibende, Institut Pertanian Bogor.

2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah 1 set alat bedah, baki, akuarium, instalasi aerasi, syringe, serbet/ lap, seser, alat tulis, buku, dan kamera. Bahan yang ikan nila dan ikan lele, biakan bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae.

2.3 Prosedur Kerja
Semua alat dan bahan disiapkan. Kemudian wadah/ akuarium disiapkan lalu disanitasi. Setelah itu diisi air dan dipasangi aerasi. Selanjutnya respon ikan kontrol diamati, lalu dibedah dan didokumentasikan. Kemudian sebanyak 5 ekor ikan yang akan disuntik serta bakteri yang akan disuntikkan disiapkan. Bakteri diambil dengan menggunakan syringe sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya, masing-masing ikan disuntik dengan bakteri sebanyak 0,1mL/ikan. Ikan disuntik secara IM (Intramuskular) dan IP (Intraperitonial). Ikan yang disuntik secara IM, disuntik pada bagian urat daging di bawah sirip dorsal depan dan yang disuntik secara IP disuntik pada bagian perut. Ketika penyuntikan dilakukan, mata ikan ditutup agar ikan tidak berontak. Setelah penyuntikan selesai, ikan dimasukkan ke akuarium yang telah disiapkan. Pengamatan dilakukan setiap hari ketika ikan diberi pakan. Kondisi fisik ikan yang mati diamati dan difoto close up sebelum dibedah, setelah itu ikan dibedah dan organ-organnya diamati terutama bagian usus, ginjal, empedu, hati, dan limfa. Selanjutnya setiap organ didokumentasikan/ difoto, lalu bangkainya dimasukkan ke kantong dan dikubur. Selama pengamatan ikan diberi pakan dengan pelet secara ad libitum dengan frekuensi 2 kali sehari.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Berikut ini adalah hasil pengamatan diagnosa penyakit bakterial pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias sp.):
Tabel 1. Hasil pengamatan kondisi awal ikan uji
No.
Parameter yang diamati
Jenis ikan
Ikan nila
Ikan lele
1.
Uji refleks:



a.       Lari
Responsif
Responsif

b.      Pertahanan
Responsif
Responsif

c.       Mata
Melihat ke arah ventral
Melihat ke arah ventral

d.      Ekor
Menguncup
Mengembang
2.
Pengamatan kondisi luar ikan
Tidak ada luka
Tidak ada luka
3.
Pengamatan organ dalam



a.       Hati
Merah
Merah tua

b.      Limfa
Merah
Merah

c.       Ginjal
Merah
Merah tua

d.      Empedu
Hijau kehitaman
Abu – abu

e.       Usus
hijau keabu-abuan
Merah kehijauan
4.
Panjang ikan (cm)
7,31
14,92


Tabel 2 Hasil pengamatan diagnosis penyakit bakterial pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias sp.):
No
Parameter yang diamati
Hari ke-
Kelompok 4 (ikan Nila)
Kelompok 1 (ikan Lele)
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
Gejala klinis










a. Peradangan





2 ekor




b. perdarahan (haemoragi)
2 ekor; sirip C dan A










c. ulcer (tukak)











d. nekrosis (sel/ jaringan yang mati, memutih)
1 ekor: sirip C
2 ekor: kepala 1ekor; sirip D
2 ekor: kepala
2 ekor: sirip
1 ekor: kepala, sirip D, mulut







e. pop eye (mata menonjol)




1 ekor






f. sirip geripis
2 ekor: sirip C dan A
2 ekor: sirip C dan A
2 ekor: sirip C dan A
2 ekor: sirip C dan A

4 ekor: sirip D
4 ekor: sirip D
3 ekor: sirip D
3 ekor
2 ekor

g. C form (bentuk tubuh seperti huruf C)











h. sisik terkuak







3 ekor
4 ekor
1 ekor

i. Lainnya (keterangan)
3ekor: warna gelap


Mulut dan sirip D dan C jamuran, 1 ekor
Sirip-sirip meng-uncup
Cenderung di dasar; bergerombol di 1 titik

1 ekor aktif; 2 ekor diam
2 ekor didasar;1 ekor berenang aktif
1 ekor diam di dasar
2
Abnormalitas











a. whirlling











b. respon kejut
+
+
+
+
+

3 ekor
4 ekor
1 ekor +


c. anoreksia, gasping/ megap-megap






4 ekor
1 ekor
1 ekor


d. lainnya (keterangan)










3
Respon terhadap pakan
-
-
X
X
-
X
2 ekor +; 1 ekor x
3 ekor +, 2 ekor -
1 ekor +
1 ekor +
4
Jumlah kematian


1
2
1
1 ekor


2 ekor

5
Jumlah sekarat





2 ekor
2 ekor
2 ekor
3 ekor
3 ekor
Keterangan:
X= tidak responsif                  - = kurang responsif                + = responsif

Tabel 3 hasil pengamatan kondisi ikan setelah uji.
No.
Parameter yang diamati
Jenis ikan
Ikan nila
Ikan lele

Pengamatan kondisi luar ikan
Tidak ada luka


Pengamatan organ dalam



a.       Hati
Coklat


b.      limfa
Coklat


c.       ginjal
 Ukuran mengecil dan warnanya agak pudar


d.      Empedu
Merah


e.       Usus
Merah kehitaman/ hancur


4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pada ikan nila kontrol diperoleh hasil bahwa ikan nila yang normal, memiliki sifat yang responsif terhadap respon kejut dan pertahanan, jika ikan dibalik (ikan ditempatkan dengan posisi perut di bagian atas dan punggung di bagian bawah), mata melihat ke arah ventral dan tidak mengalami luka pada bagian luar/ kulit. Ketika ikan diuji refleks pada bagian ekor, sirip ekor (caudal) ikan tidak mengembang. Hal ini disebabkan ikan mengalami stres akibat penangan yang kurang baik. Organ dalam ikan nila yang normal memiliki hati, limfa, dan ginjal yang berwarna merah, usus yang berwarna hijau keabu-abuan, serta empedu yang berwarna hijau kehitaman. Sedangkan pada pengamtan lele kontrol diperoleh hasil bahwa ikan lele yang normal memiliki respon yang baik dalam uji refleks lari dan pertahanan. Ketika uji pertahanan dilakukan ikan menunjukkan respon yang baik dan pada uji refleks ekor, ekor ikan (sirip caudal) langsung mengembang.
Streptococcus agalactiae merupakan spesies streptococcal yang hanya pembawa antigen dari grub B atau grup B streptococcus (GBS). Bakteri ini memiliki 2 strain biotipe yaitu biotip 1 dan yang memiliki tipe β-hemolitik, jenis yang memfermentasikan gula termasuk trehalose dan galaktosa, dan tumbuh baik dengan suhu 370C. Sedangkan biotip 2 bersifat non-hemolitik, tidak bisa memanfaatkan gula dengan baik, dan pertumbuhan kurang baik pada suhu 370C (Sheehan et al 2009).
A. Hydrophila dan Streptococcus sp. adalah bakteri yang sering menyerang ikan nila. Tanda serangan penyakit ini adalah pendarahan pada tubuh, penonjolan mata, perut kembung, terjadi perubahan warna tubuh ikan nila menjadi gelap, dan luka bernanah (Carman dan Sucipto 2009).
Streptococcosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus agalactiae yang merupakan penyakit yang menyerang ikan nila. Pola infeksi dari Streptococcosis adalah whirling, mata mengkerut, clear operculum, exopthalmus dan terjadinya abses. Menurut Evants et al. (2002) menyatakan kelakukan abnormal ikan akibat Streptococcosis adalah erratic swimming, whirling, dan bentuk badang yang menyerupai huruf C (C shape body curvature) Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa pada hari pertama terdapat 2 ekor ikan yang mengalami pendarahan/ hemoragik pada sirip caudal (ekor) dan sirip anal (dubur); 1 ekor ikan mengalami nekrosis pada bagian sirip caudal; 2 ekor ikan mengalami sirip geripis pada bagian sirip caudal dan anal; warna menjadi lebih gelap; respon makan rendah; dan responsif terhadap kejutan. Pada hari-hari berikutnya, bagian tubuh ikan yang mengalami hemoragik menjadi nekrosis dan mulai jamuran, dengan gejala klinis, tingkah laku serta respon nafsu makan yang sama dengan hari pertama. Pada hari ketiga, keempat, dan kelima terjadi kematian pada ikan, yaitu 1 ekor pada hari ketiga, 2 ekor pada hari keempat, dan 1 ekor pada hari kelima. Pada hari kelima terdapat 1 ekor ikan yang mengalami pop eye (mata menonjol) dan seluruh sirip ikan menguncup. Menurut Carman dan Sucipto (2009) penyakit mata menonjol atau pendarahan pada ikan nila disebabkan oleh bakteri Aeromonas, Mycobacterium, atau Streptococcus). Berdasarkan hasil pengamatan pada ikan nila yang mati setelah dibedah, menunjukkan hasil bahwa organ dalam ikan mengalami kerusakan. Hati dan limfa ikan berubah warna menjadi coklat, ginjal menjadi lebih pudar dan ukurannya mengecil, empedu menjadi warna merah dan usus menjadi merah kehitaman dan hancur ketika disentuh. Perubahan warna pada organ dalam ikan disebabkan oleh pendarahan yang terjadi pada bagian tersebut akibat infeksi bakteri.
Aeromonas hydrophila merupakan bakteri bersifat Gram negatif, berbentuk batang, dan motil, serta merupakan agensia penyebab hemoragik septikemia (Bacterial Hemorrhagic Septicemia, BHS) atau MAS (Motile Aeromonas Septicaemia) pada beragam spesies ikan tawar. Pada dasarnya A. hydrophila merupakan oportunis karena penyakit yang disebabkannya mewabah pada ikan-ikan yang mengalami stres atau pada pemeliharaan dengan padat tebaran tinggi (Irianto 2005). A. hydrophila umumnya hidup di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi. A. hydrophila  bersifat fakultatif aerobik (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, bersifat motil (bergerak aktif) kerena memiliki satu flagel (monotrichous flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya, senang hidup di lingkungan bersuhu 15-300C dan pH 5,5-9 (Kordi 2004).
Ikan yang diserang dengan bakteri ini biasanya memperlihatkan gejala-gejala berupa warna tubuh ikan menjadi gelap, kemampuan berenang menurun, mata ikan rusak dan agak menonjol, sisik terkuak, seluruh siripnya rusak, insang berwarna merah keputihan, ikan terlihat megap-megap di permukaan air, insangnya rusak sehingga sulit bernafas, kulit ikan menjadi kasat dan timbul pendarahan selanjutnya diikuti dengan luka-luka borok, perut ikan kembung (dropsi), dan apabila dilakukan pembedahan maka akan kelihatan pendarahan pada hati, ginjal, dan limpa (Kordi 2004).
Menurut Sugianti (2005) gejala yang menyertai serangan bakteri A. hydrophila antara lain warna tubuh menjadi gelap, kulit kesat dan timbul pendarahan. Lele bernafas megap-megap di permukaan air. ulser yang berbentuk bulat/tidak teratur dan berwarna merah keabu-abuan, inflamasi dan erosi didalam rongga dan di sekitar mulut seperti penyakit mulut merah (red mouth disease). Tanda lain adalah hemoragi pada sirip dan eksopthalmia (pop eye) yaitu mata membengkak dan menonjol (Nitimulyoet al., 1993). Selain itu, ciri-ciri lainnya adalah pendarahan pada tubuh, sisik terkuak, borok, nekrosis, busung, dan juga ikan lemas, sering di permukaan atau dasar kolam (Dana dan Angka, 1990)
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan kelompok 1, ikan lele yang disuntik dengan bakteri A. hydrophila pada hari pertama menunjukkan gejala klinis berupa peradangan pada 2 ekor ikan, sirip geripis pada sirip dorsal 4 ekor ikan, dan ikan cenderung diam di dasar dan bergerombol di satu titik, tidak nafsu makan, ikan mati sebanyak 1 ekor dan sekarat sebanyak 2 ekor. Pada hari kedua, ditemukan 4 ekor ikan mengalami geripis pada bagian sirip dorsal, respon kejut baik pada 3 ekor ikan, aneroksia pada 4 ekor ikan, 2 ekor ikan nafsu makan dan 1 ekor tidak nafsu makan, dan sebanyak 2 ekor ikan sekarat. Pada hari ketiga, ditemukan 3 ekor ikan mengalami geripis pada bagian sirip dorsal, sisik terkuak 3 ekor, 1 ekor ikan bergerak aktif dan 2 ekor cenderung diam, 4 ekor responsif terhadap respon kejut, aneroksia sebanyak 1 ekor, 3 ekor ikan nafsu makan dan 1 ekor tidak nafsu makan, serta sebanyak 2 ekor ikan sekarat. Pada pengamatan hari keempat ditemukan 4 ekor ikan mengalami geripis pada bagian siripnya, 4 ekor mengalami sisik terkuak, 2 ekor cenderung di dasar dan 1 ekor lebih aktif, 1 ekor ikan responsif terhadap kejutan, aneroksia 1 ekor, 1 ekor nafsu makan baik, jumlah kematian 2 ekor dan yang sekarat sebanyak 3 ekor. Sedangkan, pada hari kelima, ditemukan sisik terkuak pada 1 ekor ikan, 1 ekor ikan cenderung diam di dasar, 3 ekor nafsu makan baik, dan sekarat sebanyak 3 ekor.

  
IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa gejala yang ditimbulkan pada penyakit MAS adalah peradangan, sisik terkuak, sirip geripis, ikan megap-megap (aneroksia) dan pergerakan rendah, nafsu makan rendah, ikan sekarat dan ikan mengalami kematian. Sedangkan, pada ikan yang terjangkit penyakit Streptococcosis menunjukkan gejala berupa pendarahan, nekrosis, pop eye, nafsu makan rendah, warna gelap, sirip geripis, sirip-siripnya menguncup, serta kematian. Melalui praktikum ini, praktikan dapat mendiagnosis penyakit Motile Aeromonas Septicaemia dan penyakit Streptococcocis pada ikan berdasarkan gejala klinis dan abnormalitas yang tampak pada ikan.

4.2 Saran
          Pada praktikum berikutnya,diharapkan agar ikan yang dijadikan bahan uji tidak hanya dari komoditas ikan konsumsi, melainkan dari komoditas ikan hias juga, serta diharapkan agar patogennya lebih bervariasi lagi. pada praktikum berikutnya, diharapkan pula agar dalam pelaksanaan pengamatan dilakukan di tempat khusus untuk menghindari dan meminimalisir penyebaran penyakit.















DAFTAR PUSTAKA
Austin, B. and Austin, D.A. 1999. Bacterial Fish Pathogens, Diseases of Farmed and Wild Fish, 3rd (revised) ed. Springer-Praxis, Goldaming.
Carman, Odang dan Sucipto, Adi. 2009. Panen Nila 2,5 Bulan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Dana, D dan S.L. Angka. 1990. Masalah penyakit parasit dan bakteri pada ikan air tawar serta cat penanggulangannya. Hal: 10-23. Prosiding Seminar Nasional 11 Penyakit ikan dan Udang. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor.
Evans, J.J. et al. 2002. Characterization of beta-haemolytic group B Streptococcus agalactiae in cultured seabream, Sparus auratus L., and wild mullet, Liza klunzingeri (day), in Kuwaoit. J. Fish Dis., 25:505-513.
Irianto, Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta: Gadjah Mada University press.
Fakhriansyah. 2010. Laporan akhir penyuluhan teknik pemijahan buatan pada ikan platydoras dan redfin. http//:Frepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/44528/LAP.AKHIR.doc.
Khairuman dan Amri, Khairul. 2002. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Jakarta: Agromedia.
Kordi, M. gufron H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta: Rineka Cipta dan Bina Aksara.
Nitimulyo, K.H. I.Y.B. Lelono, dan A. Sarono. 1993. Deksripsi Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri buku 2. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta.
Sheehan, B., Lauke, L., Lee, Y.S., Lim, W.K., Wong, F., Chan, J., Komar, C., Wendover, N., Grisez, L, 2009. Streptococcal diseases in farmed tilapia. Aquaculture Asia Pasifik. 5 (6): 27-29
Sugianti, Budi. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional dalam Pengendalian Penyakit Ikan. Makalah falsafah Sains IPB. Bogor.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips dan Trik Mengatur Suhu dan pH Air di Tambak Udang untuk Hasil Panen Optimal

Mengelola tambak udang membutuhkan perhatian khusus, terutama dalam menjaga kualitas air. Dua parameter yang sangat penting adalah suhu dan ...