DILARANG KERAS MELAKUKAN COPY PASTE... JANGAN RUGIKAN DIRI ANDA SENDIRI!!! POSTINGAN INI HANYA SALAH SATU JALAN UNTUK MEMPERMUDAH KALIAN MENCARI LITERATUR. UNTUK LEBIH LENGKAPNYA SILAHKAN LIHAT DAFTAR PUSTAKA N SEARCHING SENDIRI... SEMUA SUMBERNYA TERSEDIA DI GOOGLE... HEHEHEHEH,,, :)
Laporan praktikum ke-1 Hari/Tanggal : Jum’at/ 17 Februari 2012
Laporan praktikum ke-1 Hari/Tanggal : Jum’at/ 17 Februari 2012
m.k.
Teknik Pencegahan Penyakit Kelompok/
shift : 4/ 2
dan Pengobatan Ikan Dosen
:
Dr. Munti Yuhana M.Si
Asisten :
1. M.Arif , S.Pi
2. Dwi Febrianti, S.Pi
DIAGNOSIS PENYAKIT BAKTERIAL
Disusun oleh:
KELOMPOK 4
Dian Novita Sari J3H110045
David Casidi J3H110038
Muhammad Jayadi J3H110040
Hario Tetuko J3H110044
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN
PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
I. PENDAHULUAN
I.I
Latar belakang
Sakit
pada ikan yaitu suatu keadaan abnormal yang ditandai dengan penurunan kemampuan
ikan dalam mempertahankan fungsi-fungsi fisiologik normal. Timbulnya sakit
dapat diakibatkan infeksi patogen yang apat berupa bakteri, virus, fungi atau
parasit. Sakit dapat pula akibat defisiensi atau malnutrisi, atau sebab-sebab
lain (Irianto 2005). Sedangkan menurut Austin and Austin (1999), secara umum
faktor-faktor yang terkait dengan timbulnya penyakit merupakan interaksi dari 3
faktor yaitu inang, patogen, dan lingkungan atau stressor eksternal (yaitu
perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, tingkat higienik yang buruk, dan
stres).
Penyakit
ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan
suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Mendiagosis serangan penyakit pada ikan
merupakan cara yang tepat untuk mengetahui penyebab serangan dan jenis
penyakitnya. Jenis penyakit perlu dipastikan secepat mungkin, karena air
sebagai media hidup ikan akan memungkinkan penularan penyakit secara meluas
dalam waktu relatif cepat. Perubahan patologis pada berbagai organ eksternal
maupun internal sering kali sudah memberi petunjuk pada jenis penyakit
tertentu. Perubahan patologis memberi petunjuk pada jenis penyakit sebelum
kematian dan setelah kematian (post
mortum) secara teliti terhadap organ eksternal maupun internal (Kordi
2004).
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan adalah aspek luar kulit (warna,
perubahan warna menjadi pucat, hemoragik/ pendarahan di dalam, luka-luka, dan
parasit), sirip dan ekor (perubahan morfologi, hilangnya warna, dan hemoragik),
sungut (patah, rusak, memendek, dan hemoragik), bentuk (skoliosis, skordosis,
kifosis), dan mata (kekeruhan lensa dan hemoragik) (Kordi 2004).
Penyuntikan dapat dilakukan
melalui bagian perut (intraperitoneal),
pembuluh vena (intravenous), dan bagian
otot (intramuscular). Kelebihan penyuntikan dengan metode intramuscular adalah
relatif lebih aman karena jauh dari organ dalam dan penyebaran obat lebih
cepat. Namun, kelemahan yang dimilikinya adalah volume penyuntikan 1-2 µl/g,
dapat menimbulkan pembengkakkan dan iritasi, pada penyuntikan ikan kecil
dibutuhkan microsyringe, dan obat
yang disuntikkan (Ovaprim) dapat keluar lagi (Fakhriansyah. 2010).
1.2 Tujuan
Tujuan dari
praktikum ini adalah
mempelajari diagnosis penyakit Motile Aeromonas Septicaemia pada ikan lele yang disebabkan oleh Aeromonas Hydrophila dan diagnosa
penyakit Streptococcosis pada ikan nila yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus agalactiae
II. METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari
Jum’at, 10 Februari 2012, pukul 08.00-11.20 WIB, bertempat di Laboratorium CA
BIO 2, dan pengamatan dilaksanakan setiap hari mulai hari Jum’at hingga Kamis,
tanggal 10-16 Februari 2012 bertempat di BAK, Cilibende, Institut Pertanian
Bogor.
2.2 Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan adalah 1 set alat bedah, baki, akuarium, instalasi aerasi, syringe, serbet/ lap, seser, alat tulis,
buku, dan kamera. Bahan yang ikan nila dan ikan lele, biakan bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae.
2.3 Prosedur Kerja
Semua
alat dan bahan disiapkan. Kemudian wadah/ akuarium disiapkan lalu disanitasi.
Setelah itu diisi air dan dipasangi aerasi. Selanjutnya respon ikan kontrol
diamati, lalu dibedah dan didokumentasikan. Kemudian sebanyak 5 ekor ikan yang
akan disuntik serta bakteri yang akan disuntikkan disiapkan. Bakteri diambil
dengan menggunakan syringe sesuai
dengan kebutuhan. Selanjutnya, masing-masing ikan disuntik dengan bakteri
sebanyak 0,1mL/ikan. Ikan disuntik secara IM (Intramuskular) dan IP
(Intraperitonial). Ikan yang disuntik secara IM, disuntik pada bagian urat daging
di bawah sirip dorsal depan dan yang disuntik secara IP disuntik pada bagian
perut. Ketika penyuntikan dilakukan, mata ikan ditutup agar ikan tidak
berontak. Setelah penyuntikan selesai, ikan dimasukkan ke akuarium yang telah
disiapkan. Pengamatan dilakukan setiap hari ketika ikan diberi pakan. Kondisi
fisik ikan yang mati diamati dan difoto close
up sebelum dibedah, setelah itu ikan dibedah dan organ-organnya diamati
terutama bagian usus, ginjal, empedu, hati, dan limfa. Selanjutnya setiap organ
didokumentasikan/ difoto, lalu bangkainya dimasukkan ke kantong dan dikubur.
Selama pengamatan ikan diberi pakan dengan pelet secara ad libitum dengan
frekuensi 2 kali sehari.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Berikut ini adalah hasil pengamatan
diagnosa penyakit bakterial pada ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dan ikan lele (Clarias
sp.):
Tabel 1. Hasil pengamatan kondisi
awal ikan uji
No.
|
Parameter yang
diamati
|
Jenis ikan
|
|
Ikan nila
|
Ikan lele
|
||
1.
|
Uji refleks:
|
||
a.
Lari
|
Responsif
|
Responsif
|
|
b.
Pertahanan
|
Responsif
|
Responsif
|
|
c.
Mata
|
Melihat ke
arah ventral
|
Melihat ke arah ventral
|
|
d.
Ekor
|
Menguncup
|
Mengembang
|
|
2.
|
Pengamatan kondisi luar ikan
|
Tidak ada luka
|
Tidak ada luka
|
3.
|
Pengamatan organ dalam
|
||
a. Hati
|
Merah
|
Merah
tua
|
|
b. Limfa
|
Merah
|
Merah
|
|
c. Ginjal
|
Merah
|
Merah
tua
|
|
d. Empedu
|
Hijau
kehitaman
|
Abu
– abu
|
|
e. Usus
|
hijau
keabu-abuan
|
Merah
kehijauan
|
|
4.
|
Panjang
ikan (cm)
|
7,31
|
14,92
|
Tabel 2 Hasil
pengamatan diagnosis penyakit bakterial pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias sp.):
No
|
Parameter yang diamati
|
Hari ke-
|
|||||||||
Kelompok 4 (ikan Nila)
|
Kelompok 1 (ikan Lele)
|
||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
1
|
Gejala klinis
|
||||||||||
a. Peradangan
|
2 ekor
|
||||||||||
b. perdarahan (haemoragi)
|
2 ekor; sirip C dan A
|
||||||||||
c. ulcer (tukak)
|
|||||||||||
d. nekrosis (sel/ jaringan yang mati, memutih)
|
1 ekor: sirip C
|
2 ekor: kepala 1ekor; sirip D
|
2 ekor: kepala
2 ekor: sirip
|
1 ekor: kepala, sirip D, mulut
|
|||||||
e. pop eye (mata menonjol)
|
1 ekor
|
||||||||||
f. sirip geripis
|
2 ekor: sirip C dan A
|
2 ekor: sirip C dan A
|
2 ekor: sirip C dan A
|
2 ekor: sirip C dan A
|
4 ekor: sirip D
|
4 ekor: sirip D
|
3 ekor: sirip D
|
3 ekor
|
2 ekor
|
||
g. C form (bentuk tubuh seperti huruf C)
|
|||||||||||
h. sisik terkuak
|
3 ekor
|
4 ekor
|
1 ekor
|
||||||||
i. Lainnya (keterangan)
|
3ekor: warna gelap
|
Mulut dan sirip D dan C jamuran, 1 ekor
|
Sirip-sirip meng-uncup
|
Cenderung di dasar; bergerombol di 1 titik
|
1 ekor aktif; 2 ekor diam
|
2 ekor didasar;1 ekor berenang aktif
|
1 ekor diam di dasar
|
||||
2
|
Abnormalitas
|
||||||||||
a. whirlling
|
|||||||||||
b. respon kejut
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
3 ekor
|
4 ekor
|
1 ekor +
|
|||
c. anoreksia, gasping/ megap-megap
|
4 ekor
|
1 ekor
|
1 ekor
|
||||||||
d. lainnya (keterangan)
|
|||||||||||
3
|
Respon terhadap pakan
|
-
|
-
|
X
|
X
|
-
|
X
|
2 ekor +; 1 ekor x
|
3 ekor +, 2 ekor -
|
1 ekor +
|
1 ekor +
|
4
|
Jumlah kematian
|
1
|
2
|
1
|
1 ekor
|
2 ekor
|
|||||
5
|
Jumlah sekarat
|
2 ekor
|
2 ekor
|
2 ekor
|
3 ekor
|
3 ekor
|
Keterangan:
X= tidak responsif - = kurang responsif + = responsif
Tabel 3 hasil
pengamatan kondisi ikan setelah uji.
No.
|
Parameter yang
diamati
|
Jenis ikan
|
|
Ikan nila
|
Ikan lele
|
||
Pengamatan kondisi luar ikan
|
Tidak ada luka
|
||
Pengamatan organ dalam
|
|||
a.
Hati
|
Coklat
|
||
b.
limfa
|
Coklat
|
||
c. ginjal
|
Ukuran mengecil dan warnanya agak pudar
|
||
d. Empedu
|
Merah
|
||
e. Usus
|
Merah
kehitaman/ hancur
|
4.2 Pembahasan
Berdasarkan
hasil pengamatan pada ikan nila kontrol diperoleh hasil bahwa ikan nila yang
normal, memiliki sifat yang responsif terhadap respon kejut dan pertahanan,
jika ikan dibalik (ikan ditempatkan dengan posisi perut di bagian atas dan
punggung di bagian bawah), mata melihat ke arah ventral dan tidak mengalami
luka pada bagian luar/ kulit. Ketika ikan diuji refleks pada bagian ekor, sirip
ekor (caudal) ikan tidak mengembang. Hal ini disebabkan ikan mengalami stres
akibat penangan yang kurang baik. Organ dalam ikan nila yang normal memiliki
hati, limfa, dan ginjal yang berwarna merah, usus yang berwarna hijau
keabu-abuan, serta empedu yang berwarna hijau kehitaman. Sedangkan pada
pengamtan lele kontrol diperoleh hasil bahwa ikan lele yang normal memiliki respon
yang baik dalam uji refleks lari dan pertahanan. Ketika uji pertahanan
dilakukan ikan menunjukkan respon yang baik dan pada uji refleks ekor, ekor
ikan (sirip caudal) langsung mengembang.
Streptococcus agalactiae merupakan spesies streptococcal yang hanya
pembawa antigen dari grub B atau grup B streptococcus
(GBS). Bakteri ini memiliki 2 strain biotipe yaitu biotip 1 dan yang memiliki
tipe β-hemolitik, jenis yang
memfermentasikan gula termasuk trehalose dan galaktosa, dan tumbuh baik dengan
suhu 370C. Sedangkan biotip 2 bersifat non-hemolitik, tidak bisa
memanfaatkan gula dengan baik, dan pertumbuhan kurang baik pada suhu 370C
(Sheehan et al 2009).
A. Hydrophila dan Streptococcus
sp. adalah bakteri yang sering menyerang ikan nila. Tanda serangan penyakit
ini adalah pendarahan pada tubuh, penonjolan mata, perut kembung, terjadi
perubahan warna tubuh ikan nila menjadi gelap, dan luka bernanah (Carman dan
Sucipto 2009).
Streptococcosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus
agalactiae yang merupakan penyakit yang menyerang ikan nila. Pola infeksi
dari Streptococcosis adalah whirling, mata
mengkerut, clear operculum, exopthalmus dan terjadinya abses. Menurut Evants et al. (2002) menyatakan kelakukan abnormal ikan akibat Streptococcosis adalah erratic swimming, whirling, dan bentuk
badang yang menyerupai huruf C (C shape
body curvature) Berdasarkan hasil
pengamatan, diperoleh hasil bahwa pada hari pertama terdapat 2 ekor ikan yang
mengalami pendarahan/ hemoragik pada sirip caudal (ekor) dan sirip anal
(dubur); 1 ekor ikan mengalami nekrosis pada bagian sirip caudal; 2 ekor ikan
mengalami sirip geripis pada bagian sirip caudal dan anal; warna menjadi lebih
gelap; respon makan rendah; dan responsif terhadap kejutan. Pada hari-hari
berikutnya, bagian tubuh ikan yang mengalami hemoragik menjadi nekrosis dan
mulai jamuran, dengan gejala klinis, tingkah laku serta respon nafsu makan yang
sama dengan hari pertama. Pada hari ketiga, keempat, dan kelima terjadi
kematian pada ikan, yaitu 1 ekor pada hari ketiga, 2 ekor pada hari keempat,
dan 1 ekor pada hari kelima. Pada hari kelima terdapat 1 ekor ikan yang
mengalami pop eye (mata menonjol) dan
seluruh sirip ikan menguncup. Menurut Carman dan Sucipto (2009) penyakit mata
menonjol atau pendarahan pada ikan nila disebabkan oleh bakteri Aeromonas, Mycobacterium, atau Streptococcus). Berdasarkan hasil
pengamatan pada ikan nila yang mati setelah dibedah, menunjukkan hasil bahwa
organ dalam ikan mengalami kerusakan. Hati dan limfa ikan berubah warna menjadi
coklat, ginjal menjadi lebih pudar dan ukurannya mengecil, empedu menjadi warna
merah dan usus menjadi merah kehitaman dan hancur ketika disentuh. Perubahan
warna pada organ dalam ikan disebabkan oleh pendarahan yang terjadi pada bagian
tersebut akibat infeksi bakteri.
Aeromonas hydrophila merupakan bakteri bersifat Gram negatif,
berbentuk batang, dan motil, serta merupakan agensia penyebab hemoragik
septikemia (Bacterial Hemorrhagic
Septicemia, BHS) atau MAS (Motile
Aeromonas Septicaemia) pada beragam spesies ikan tawar. Pada dasarnya A. hydrophila merupakan oportunis karena
penyakit yang disebabkannya mewabah pada ikan-ikan yang mengalami stres atau
pada pemeliharaan dengan padat tebaran tinggi (Irianto 2005). A. hydrophila umumnya hidup di air tawar
yang mengandung bahan organik tinggi. A.
hydrophila bersifat fakultatif
aerobik (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, bersifat motil
(bergerak aktif) kerena memiliki satu flagel (monotrichous flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya, senang
hidup di lingkungan bersuhu 15-300C dan pH 5,5-9 (Kordi 2004).
Ikan
yang diserang dengan bakteri ini biasanya memperlihatkan gejala-gejala berupa
warna tubuh ikan menjadi gelap, kemampuan berenang menurun, mata ikan rusak dan
agak menonjol, sisik terkuak, seluruh siripnya rusak, insang berwarna merah
keputihan, ikan terlihat megap-megap di permukaan air, insangnya rusak sehingga
sulit bernafas, kulit ikan menjadi kasat dan timbul pendarahan selanjutnya
diikuti dengan luka-luka borok, perut ikan kembung (dropsi), dan apabila dilakukan pembedahan maka akan kelihatan
pendarahan pada hati, ginjal, dan limpa (Kordi 2004).
Menurut Sugianti
(2005) gejala yang menyertai serangan bakteri A. hydrophila antara lain warna tubuh menjadi gelap, kulit kesat
dan timbul pendarahan. Lele bernafas megap-megap di permukaan air.
ulser yang berbentuk bulat/tidak teratur dan berwarna merah keabu-abuan,
inflamasi dan erosi didalam rongga dan di sekitar mulut seperti penyakit
mulut merah (red mouth disease).
Tanda lain adalah hemoragi pada sirip dan eksopthalmia (pop eye) yaitu mata
membengkak dan menonjol (Nitimulyoet al.,
1993). Selain itu, ciri-ciri lainnya adalah pendarahan pada tubuh, sisik
terkuak, borok, nekrosis, busung, dan juga ikan lemas, sering di permukaan atau
dasar kolam (Dana dan Angka, 1990)
Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan kelompok 1, ikan lele yang disuntik dengan
bakteri A. hydrophila pada hari
pertama menunjukkan gejala klinis berupa peradangan pada 2 ekor ikan, sirip
geripis pada sirip dorsal 4 ekor ikan, dan ikan cenderung diam di dasar dan
bergerombol di satu titik, tidak nafsu makan, ikan mati sebanyak 1 ekor dan
sekarat sebanyak 2 ekor. Pada hari kedua, ditemukan 4 ekor ikan mengalami
geripis pada bagian sirip dorsal, respon kejut baik pada 3 ekor ikan, aneroksia
pada 4 ekor ikan, 2 ekor ikan nafsu makan dan 1 ekor tidak nafsu makan, dan
sebanyak 2 ekor ikan sekarat. Pada hari ketiga, ditemukan 3 ekor ikan mengalami
geripis pada bagian sirip dorsal, sisik terkuak 3 ekor, 1 ekor ikan bergerak
aktif dan 2 ekor cenderung diam, 4 ekor responsif terhadap respon kejut,
aneroksia sebanyak 1 ekor, 3 ekor ikan nafsu makan dan 1 ekor tidak nafsu
makan, serta sebanyak 2 ekor ikan sekarat. Pada pengamatan hari keempat
ditemukan 4 ekor ikan mengalami geripis pada bagian siripnya, 4 ekor mengalami
sisik terkuak, 2 ekor cenderung di dasar dan 1 ekor lebih aktif, 1 ekor ikan
responsif terhadap kejutan, aneroksia 1 ekor, 1 ekor nafsu makan baik, jumlah
kematian 2 ekor dan yang sekarat sebanyak 3 ekor. Sedangkan, pada hari kelima,
ditemukan sisik terkuak pada 1 ekor ikan, 1 ekor ikan cenderung diam di dasar,
3 ekor nafsu makan baik, dan sekarat sebanyak 3 ekor.
IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil
bahwa gejala yang ditimbulkan pada penyakit MAS adalah peradangan, sisik
terkuak, sirip geripis, ikan megap-megap (aneroksia) dan pergerakan rendah,
nafsu makan rendah, ikan sekarat dan ikan mengalami kematian. Sedangkan, pada
ikan yang terjangkit penyakit Streptococcosis menunjukkan gejala berupa pendarahan, nekrosis, pop eye, nafsu makan rendah, warna
gelap, sirip geripis, sirip-siripnya menguncup, serta kematian. Melalui praktikum ini,
praktikan dapat mendiagnosis
penyakit Motile Aeromonas Septicaemia
dan penyakit Streptococcocis pada
ikan berdasarkan gejala klinis dan abnormalitas yang tampak pada ikan.
4.2 Saran
Pada praktikum berikutnya,diharapkan
agar ikan yang dijadikan bahan uji tidak hanya dari komoditas ikan konsumsi,
melainkan dari komoditas ikan hias juga, serta diharapkan agar patogennya lebih
bervariasi lagi. pada praktikum berikutnya, diharapkan pula agar dalam
pelaksanaan pengamatan dilakukan di tempat khusus untuk menghindari dan
meminimalisir penyebaran penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Austin,
B. and Austin, D.A. 1999. Bacterial Fish
Pathogens, Diseases of Farmed and Wild Fish, 3rd (revised) ed.
Springer-Praxis, Goldaming.
Carman, Odang dan
Sucipto, Adi. 2009. Panen Nila 2,5 Bulan.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Dana, D dan S.L.
Angka. 1990. Masalah penyakit parasit dan bakteri pada ikan air tawar serta cat
penanggulangannya. Hal: 10-23. Prosiding Seminar Nasional 11 Penyakit ikan dan
Udang. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor.
Evans, J.J. et al. 2002. Characterization of
beta-haemolytic group B Streptococcus
agalactiae in cultured seabream, Sparus
auratus L., and wild mullet, Liza
klunzingeri (day), in Kuwaoit. J.
Fish Dis., 25:505-513.
Irianto, Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta: Gadjah Mada University press.
Fakhriansyah. 2010. Laporan akhir penyuluhan teknik pemijahan buatan pada ikan platydoras
dan redfin. http//:Frepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/44528/LAP.AKHIR.doc.
Khairuman dan Amri, Khairul. 2002. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif.
Jakarta: Agromedia.
Kordi, M. gufron H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta: Rineka Cipta dan
Bina Aksara.
Nitimulyo, K.H. I.Y.B. Lelono, dan A. Sarono.
1993. Deksripsi Hama dan Penyakit Ikan
Karantina Golongan Bakteri buku 2. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta.
Sheehan, B., Lauke, L., Lee, Y.S., Lim, W.K.,
Wong, F., Chan, J., Komar, C., Wendover, N., Grisez, L, 2009. Streptococcal
diseases in farmed tilapia. Aquaculture Asia Pasifik. 5 (6): 27-29
Sugianti, Budi. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Tradisional dalam Pengendalian Penyakit Ikan. Makalah falsafah Sains IPB.
Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar