Di suatu kota di negeri impian, hiduplah seorang gadis introvert yang berjuang melawan kesepiannya. Dia tinggal sendiri di dormnya dan menjalani hidup seakan dia baik-baik saja, Adifa namanya. Dia mencoba menjalani hidup semandiri mungkin. Adifa sangat sulit bersosialisasi, ya bisa dibilang dia anti-sosial. Sejak beberapa tahun terakhir, Adifa ingin berubah karena mulai jenuh dengan keakrabannya terhadap sepi. Akhirnya dia mencoba membuka hidupnya. Menjalin pertemanan dengan orang di sekelilingnya. Adifa memulai kehidupan barunya di lingkungan baru. Di tempat kerjanya yang baru. Akhirnya Adifa dekat dengan seorang gadis, Yumnaa namanya. Yumnaa setahun lebih tua dari Adifa. Mereka adalah rekan kerja dan menjadi sangat dekat karena mereka sama-sama tinggal di asrama perusahaan tempat mereka bekerja. Banyak kenangan yang mereka lalui bersama. Adifa merasa dia telah menemukan sosok kakak yang selama ini dia impikan. Maklumlah, karena dia introvert akhirnya dia tidak akrab dengan kakaknya sendiri.
Pada suatu ketika, mereka memutuskan untuk resign dari tempat kerja itu dan mencoba mencari arti kehidupan. Yumnaa kerja di BUMD dan Adifa memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya. Awal-awal berpisah, silaturrahmi mereka masih lancar dan kedekatan itu masih Adifa rasakan. Tapi lama kelamaan hubungan mereka semakin canggung dan terasa semakin menjauh. Adifa sadar, mereka sama-sama sibuk dan mungkin waktu Adifa sebagai mahasiswi masih lebih luang dibandingkan Yumnaa yang bekerja sebagai karyawan. Keegoisan Adifa mulai muncul, menuntut dan berharap banyak pada Yumnaa. Adifa berharap Yumnaa bisa selalu ada saat dia membutuhkannya, tanpa harus meminta kepada Yumnaa. Adifa terlalu berharap bisa mendapatkan kakak yang perhatian dan dekat seperti Yumnaa.
Dan suatu ketika, waktu itu lagi weekend (Sabtu) dan Adifa lagi sibuk di kampusnya. Adifa masih meluangkan waktu untuk merespon chat Yumnaa. Sama seperti biasanya, chat Yumnaa secepat mungkin akan dia respon, bahkan dia sering mengalihkan perhatiannya di sela kuliah demi merespon chat Yumnaa. Awalnya chating mereka hari itu seperti biasanya. Tapi kemudian Adifa tidak mendapatkan balasan dari Yumnaa, Adifa menunggu hampir 24 jam. Ratusan kali dia mengecek HPnya, barangkali ada chat dari saudaranya, Yumnaa. Namun hasilnya nihil. Keesokan harinya, Yumna ngechat, ngasih kabar gitu. Dan dengan rasa bahagia campur kesal Adifa langsung membalas chat Yumna sembari bercanda. Tapi ternyata itu menyinggung perasaan Yumnaa. Jadinya... Adifa didiemin. Adifa mencoba ngechat Yumnaa, tapi tidak dibalas, ditelfon tidak diangkat. Akhirnya Adifa ngechat buat minta penjelasan dan kalau memang Yumna butuh waktu, Adifa akan memberikannya. Saat itu Adifa berfikir Yumnaa sedang ada masalah dengan keluarganya atau dengan teman lainnya, sehingga minta waktu buat sendiri. Sama halnya ketika Yumnaa dapat undangan dari mantan. Tidak sedikit pun terbersit dipikiran Adifa bahwa sakit hati Yumnaa diakibatkan oleh dirinya. Adifa pun memberikan waktu sebanyak mungkin buat Yumnaa untuk me time dan dia masih belum mengetahui penyebab Yumnaa bertingkah demikian. Keesokan harinya Adifa mendapatkan chat dari Yumnaa.
"Terima kasih udah ngasih waktu gua buat sendiri. Terima kasih buat segala pengertiannya... Gua bukan orang baik Fa, gua cuma bisa berusaha lebih baik. Segala yang gua alami sekarang, itu konsekuensi yang mesti gua terima. Gua belajar nerima, selain nerima gua bisa apa? nerima juga salah satu bentuk rasa syukur kan??
Sedikit pun gak pernah terbesit dipikiran gua buat berubah ke orang terdekat gua, termasuk lo. Gua berusaha tetap jadi Yumnaa yang biasa. Jangan menjadikan gua kayak orang asing. Fa, gua gak minta apa-apa, masalah gua biar jadi masalah gua. Cukup lu jadi Adifa yang menyenangkan, jadi adek yang manis. Hati gua boleh hancur, pikiran gua boleh kacau, tapi setidaknya, gua tau ada yang tetep ada disamping gua tanpa alasan, ada orang orang yang bikin gua nyaman".
Mendapat chat itu, Adifa merasa sedih dan tidak tau harus berbuat apa. Adifa berfikir Yumnaa sedang menghadapi masalah, namun Adifa tidak berani menanyakan hal tersebut karena isi chat Yumnaa "gua gak minta apa-apa, masalah gua biar jadi masalah gua". Adifa menyimpulkan bahwa Yumnaa sudah tidak mengizinkan Adifa untuk memasuki kehidupan pribadi Yumnaa. Berulang kali Adifa membaca chat itu, dan berulang kali pula air mata Adifa berlinang. Adifa mencoba kuat dan bertahan. Adifa merasa telah kehilangan sebagian semangat hidupnya. Setiap kali dia mengingatnya hal tersebut, air matanya pun langsung berlinang dan seakan ada beban yang menekan dadanya. Namun hal itu Adifa biarkan berlalu dan mencoba untuk tetap seperti Adifa yang dulu, yang menyenangkan buat Yumnaa.
Barulah beberapa minggu kemudian, Adifa memberanikan diri untuk menanyakan penyebab Adifa didiemin saat itu dan Yumnaa jujur kalau hal itu terjadi karena Adifa. Perasaan Adifa berkecamuk, terasa telah melakukan hal yang sangat bersalah. Air mata Adifa pun semakin sulit untuk dibendung. Dia meminta maaf atas sikapnya yang belum dewasa. Mereka pun bermaaf-maafan dan berusaha menjadi teman yang seperti dulu.
Namun, entah mengapa, Adifa sangat sulit melupakan kejadian itu. Didiamkan begitu saja terasa sangat menyakitkan baginya. Mungkin Adifa yang terlalu perasa dan masih kekanak-kanakan. Baginya, kejadian itu sama halnya ketika ada anak kecil yang melakukan kesalahan untuk menarik perhatian orang tuanya namun malah dimarahi dan diteriaki. Mentalnya menjadi ciut dan takut melangkah lebih jauh. Hidup dia jalani dengan penuh kehati-hatian. Takut hal demikian terulang kembali. Cukup sekali dia diperlakukan demikian dan hal itu sudah jauh lebih dari cukup untuk membuat jurang pemisah di antara Yumnaa dan Adifa. Meskipun demikian, Adifa tetap berusaha baik kepada Yumnaa dan berusaha menunjukkan kalau Adifa baik-baik saja. Seringkali Adifa memberikan sedikit tanda kepada Yumnaa kalau hatinya masih sakit akibat kejadian itu, namun Adifa melihat hal itu percuma saja, Yumnaa tidak menunjukkan perhatian pada rasa sakitnya. Adifa pun memutuskan untuk lebih baik dan mencoba mengubur sakit itu di sudut relung hatinya. Menjadikan hal itu sebagai suatu pelajaran untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Yaaa, menjadi Adifa yang lebih baik.
Selepas kejadian itu, Adifa pun menjalani hidup seakan-akan semuanya baik-baik saja. Semua keluh kesahnya, Dia sampaikan hanya kepada alam dan Pencipta-Nya. Hal itu membuat Adifa sadar, bahwa manusia itu akan pergi dan hanya Tuhan yang akan selalu ada untuknya.